Ekaristi MINGGU BIASA V/B, 4 Februari 2018

Menghayati hidup dalam Ekaristi
Untuk memahami penderitaan orang lain, orang harus pernah menderita sendiri. Itulah satu-satunya pengalaman yang membuka hati kita untuk dapat memahami dan ikut serta merasakan. Kejutan ataua kengerian merana, yang biasa ditimbulkan oleh penderitaan, selalu mengombang-ambingkan orang ke dua arah: memberontak atau menerima. Jawaban dengan lagu lama tak dapat menghibur. “Yang disayangi Tuhan tentu dilimpahi penderitaan …. menderita itu baik … penderitaan itu memurnikan… memang sudah selayaknya kami alami …”. Kata-kata atau ungkapan demikian tidak berarti bila kita menderita. Hanya orang yang diam-diam menemani, yang dapat memahami dan menghibur.
Menghayati Ekaristi dalam hidup
Penderitaan memang merupakan persoalan manusia sepanjang zaman. Dunia timur mau menghindari kenyataan itu dengan renungan-renungan. Dunia barat mau menangani langsung kenyataan itu tanpa terkena sendiri. Tetapi pengikut Kristus mau mengalahkan penderitaan itu dengan penderitaan itu sendiri. Kita berani mencari nilainya dan menemukannya dalam memandang Kristus. Pada wajah-Nya yang berdarah di kayu salib orang ngeri melihat penderitaan-Nya; tetapi pada wajah-Nya yang bersinar sesudah kebangkitan-Nya didapati orang, bahwa penderitaan bukanlah kata terakhir.

Antifon Pembukaan –(Mzm 95:6-7)

Marilah kita bersujud dan menyembah, berlutut di hadapan Tuhan, yang menjadikan kita, sebab Dialah Allah kita.

Pengantar

Meskipun tanpa kotbah, orang dapat mewartakan Injil dengan menunaikan tugasnya sehari-hari sebaik-baiknya, dengan mendidik anak-anak, dengan berdoa dan memperhatikan sesama. Bukankah kita selayaknya prihatin agar di dalam hidup kita jangan sampai ada bayangan yang menutupi pribadi Yesus atau ajaran Injil? Hal itu hany dapat kita laksanakan, bila kita tetap bersatu dengan Bapa, atau berdoa kepada Bapa sebagaimana Yesus sendiri, dan bila perlu bersedia meninggalkan segala-galanya untuk mengikuti Dia dan mewartakan kabar gembira, bahwa ada yang menanti-nantikan kita, ialah Bapa di surga yang maha pengasih.

Seruan Tobat

Tuhan Yesus Kristus, Engkau telah menyembuhkan orang-orang sakit dan menjadi harapan mereka yang menderita.
Tuhan, kasihanilah kami.

Engkau sendiri telah mengalami penderitaan yang hebat untuk menyelamatkan semua orang, agar kami dapat ikut serta menderita dan menyelamatkan diri kami dan sesama.
Kristus, kasihanilah kami.

Engkau telah memaklumkan kabar gembira tanpa mengenal lelah bahwa Bapa di surga selalu menantikan umat kesayangan-Nya.
Tuhan, kasihanilah kami.

Doa Pembukaan

Marilah bedoa:

Marilah bedoa:
Allah yang penuh belas kasih, Engkau telah mengutus Yesus Kristus, Putra-Mu untuk mewartakan Kabar Gembir kepada dunia. Semoga kami menerima kehadiran-Nya dengan penuh suka cita seraya mengambil bagian mewartakan Injil-Nya. Sebab, Dialah Tuhan, dan Pengantara kami, yang bersama dengan Dikau dalam persatuan Roh Kudus, hidup dan berkuasa, Allah, sepanjang segala masa.
Amin.

Bacaan Pertama – Ayub 7: 1-4. 6-7
Kitab Ayub ditulis pada zaman umat Yahudi tidak lagi puas dengan jawaban-jawaban klasik atas persoalan-persoalan hidup, menderita dan mati. Memang pengetahuan tidak selalu membawa kebahagiaan. Ayub adalah seorang pribadi legendaris, teladan orang saleh pada zamannya. Dalam keadaannya yang mengerikan ia merupakan gambaran orang-orang yang ketakutan. Tetapi karena ia menyadari kehadiran Tuhan di dalam hidupnya, ia tidak memberontak, dan ketika penderitaannya memuncak, ia menyerahkan kepada iman.

“Aku dicekam kegelisahan sampai dini hari.”

Pembacaan dari Kitab Ayub:
Di dalam keprihatinannya Ayub berbicara kepada sahabatnya, “Bukankah manusia harus bergumul di bumi, dan hari-harinya seperti hari-hari orang upahan? Seperti seorang budak yang merindukan naungan, seperti orang upahan yang menanti-nantikan upahnya, demikianlah aku diberi bulan-bulan yang sia-sia, dan kepadaku ditentukan malam-malam yang penuh kesusahan. Bila aku pergi tidur, maka yang kupikirkan ‘Bilakah aku akan bangun’. Tetapi malam merentang panjang, dan aku dicekam oleh kegelisahan sampai dinihari. Hari-hariku berlalu lebih cepat daripada torak, dan berakhir tanpa harapan. Ingatlah, bahwa hidupku hanya hembusan nafas. Mataku tidak akan lagi melihat yang baik.”

Demikianlah sabda Tuhan.
Syukur kepada Allah.

Tanggapan – (Mzm 147:1-2.3-4.5-6; Ul: 3a)

Ref. Tuhan menyembuhkan orang yang patah hati.

Mazmur:
1. Sungguh, bermazmur bagi Allah kita itu baik, bahkan indah, dan layaklah memuji-muji Dia. Tuhan membangun Yerusalem, Ia menghimpun orang-orang Israel yang tercerai-berai.
2. Ia menyembuhkan orang-orang yang patah hati dan membalut luka-luka mereka; Ia menentukan jumlah bintang-bintang, masing-masing dipanggil dengan menyebut namanya.
3. Besarlah Tuhan kita dan berlimpahlah kekuatan-Nya, kebijaksanaan-Nya tidak terhingga. Tuhan menegakkan kembali orang-orang yang tertindas, tetapi orang-orang fasik direndahkan-Nya ke tanah.

Bacaan Kedua – 1Kor 9:16-19.22-23
Kerasulan Paulus yang tanpa pamrih dapat kita temukan dalam kutipan ini: dari perutusan sebagai rasul ia menganggap satu-satunya tugas hanyalah mewartakan Injil. Ditanggalkannya hak hidup sebagai pewarta, agar dapat mengabdikan diri secara bebas dan total kepada siapa pun. Ia menjadi lemah bagi yang lemah agar dapat memperolehnya bagi Kristus. Sikap yang demikian itu hendaknya menjiwai kerasulan kita.

“Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil.”

Pembacaan dari Surat Pertama Rasul Paulus kepada Jemaat di Korintus:
Saudara-saudara, memberitakan Injil bukanlah suatu alasan bagiku untuk memegahkan diri. Sebab hal itu adalah keharusan bagiku. Celakalah aku jika tidak memberitakan Injil. Andaikata aku melakukannya menurut kehendakku sendiri, memang aku berhak menerima upah. Tetapi karena aku melakukannya bukan menurut kehendakku sendiri, maka pemberitaan itu adalah tugas penyelenggaraan yang ditanggungkan kepadaku. Kalau demikian apakah upahku? Upahku ialah bahwa aku boleh memberitakan Injil tanpa upah dan bahwa aku tidak mempergunakan hakku sebagai pemberita Injil. Sebab sekalipun aku bebas terhadap semua orang, aku menjadikan diriku hamba dari semua orang, supaya aku dapat memenangkan sebanyak mungkin orang. Bagi orang-orang lemah aku menjadi seperti orang lemah supaya aku dapat menyelamatkan mereka yang lemah. Bagi semua orang aku menjadi segala-galanya, supaya sedapat mungkin aku memenangkan beberapa orang dari antara mereka. Segala-galanya itu aku lakukan demi Injil, agar aku mendapat bagian di dalamnya.

Demikianlah Sabda Tuhan.
Syukur kepada Allah.

BAIT PENGANTAR INJIL

S: Alleluya. U: Alleluya.
S: Yesus memikul kelemahan kita dan menanggung penyakit kita.
U: Alleluya.

Bacaan Injil – Markus 1:29-39
Yesus menggunakan mukjizat bukan sebagai propaganda: bila kita lepaskan dari rasa kasihan-Nya, maka mukjizat itu merupakan tanda yang membuat Dia pantas diakui sebagai Almasih dan mengajak untuk beriman. Setiap kali orang memandang Dia hanya sebagai pembuat mukjizat, yang menyembuhkan orang-orang sakit, maka Ia menarik diri dalam doa, bukan untuk melarikan diri dari tugas kerasulan-Nya, melainkan untuk menemukan nilai yang sebenarnya. Kemudian Ia kembali lagi kepada kepada umat, agar akhirnya orang memahami penyakit apa yang mau disembuhkan-Nya.

“Ia menyembuhkan banyak orang yang menderita bermacam-macam penyakit.”

Inilah Injil Yesus Kristus menurut Markus:
Sekeluarnya dari rumah ibadat di Kapernaum, Yesus dengan Yakobus dan Yohanes pergi ke rumah Simon dan Andreas. Ibu mertua Simon terbaring karena sakit demam. Mereka segera memberitahukan keadaannya kepada Yesus. Yesus pergi ke tempat perempuan itu, dan sambil memegang tangannya Yesus membangunkan dia, lalu lenyaplah demamnya. Kemudian perempuan itu melayani mereka. Menjelang malam, sesudah matahari terbenam, dibawalah kepada Yesus semua orang yang menderita sakit dan yang kerasukan setan. Maka berkerumunlah seluruh penduduk kota itu di depan pintu. Ia menyembuhkan banyak orang yang menderita bermacam-macam penyakit, dan mengusir banyak setan; Ia tidak memperbolehkan setan-setan itu berbicara, sebab mereka mengenal Dia. Keesokan harinya, waktu hari masih gelap, Yesus bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana. Tetapi Simon dan kawan-kawannya menyusul Yesus. Waktu menemukan Yesus, mereka berkata, “Semua orang mencari Engkau.” Jawab Yesus, “Marilah kita pergi ke tempat lain, ke kota-kota yang berdekatan, supaya di sana juga Aku memberitakan Injil, karena untuk itu Aku telah datang.” Lalu pergilah Yesus ke seluruh Galilea, memberitakan Injil dalam rumah-rumah ibadat mereka dan mengusir setan-setan.

Demikianlah Injil Tuhan.
Terpujilah Kristus

Doa Umat

Kristus datang ke dunia untuk mewartakan Kerajaan Allah demi keselamatan kita. Menyadari kebaikan hati Allah yang telah berkenan memanggil kita untuk tinggal dalam Kerajaan-Nya, marilah kita panjatkan doa-doa kepada Allab Bapa kita.

Bagi Bapa Suci, para uskup, para Imam, Misionaris, dan Rasul Awam.
Bapa, teguhkanlah kiranya iman Bapa Suci, para Uskup, para Imam, Misionaris, dan Rasul awam agar mereka selalu bersedia meninggalkan segala-galanya demi pewartaan ksih-Mu dan penyelamatan jiwa-jiwa.
Marilah kita mohon, ..
Kabulkanlah doa kami, ya Tuhan.

Bagi para pejabat pemerintahan.
Bapa, dampingilah para pejabat pemerintahan, agar dengan tekun dan ulet memperjuangkan damai sejahtera bagi rakyat.
Marilah kita mohon, ..
Kabulkanlah doa kami, ya Tuhan.

Bagi para penderita sakit yang tak dapat sembuh.
Bapa, dampingilah dan teguhkanlah harapan para penderita sakit yang tak dapat sembuh agar mereka tidak measa jalan sendirian dan tetap bertekun menjalani hidup mereka dengan penuh makna.
Marilah kita mohon, ..
Kabulkanlah doa kami, ya Tuhan.

Bagi kita sekalian
Bapa, teguhkan lah iman kami dan mantapkanlah harapan kami agar tetap tekun dan setia kepada-Mu meski sering kali mengalami kegagalan dan kesusahan.
Marilah kita mohon, ..
Kabulkanlah doa kami, ya Tuhan.

Allah Bapa Mahabaik, Engkau mengenal kami satu persatu dan memahami segala persoalan kami. Bantulah kami yang berdoa dengan mantap kepada-Mu dengan pengantaraan Kristus, Tuhan kami.
Amin

Doa Persembahan

Allah Bapa Yang Mahakudus, terimalah persembahan kami ini sebgai tanda kesediaan kami untuk ikut serta mewartakan Injil Putra-Mu. Dialah Tuhan dan Pengantara kami, kini dan sepanjang masa.
Amin

Antifon Komuni – Mat 5:4.6

Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur. Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan.

Doa Sesudah Komuni

Marilah berdoa:
Ya Allah, kami bersyukur karena Kauperkenankan untuk menyambut tubuh Putra-Mu. Semoga kami dikuatkan untuk melaksanakan tugas perutusan kami, yakni ikut serta mewujudkan Kabar Gembira keselamatan-Mu di tengah masyarakat sampai kami mengalaminya secara penuh di surga. Demi Kritus, Tuhan dan Pengantara kami.
Amin

RENUNGAN

TAHU BERTERIMA KASIH

BACAAN pertama dari Kitab Ayub menggambarkan penderitaan yang dialaminya. Ayub adalah seorang yang saleh hidupnya, namun ditimpa musibah bermacam-macam. Dalam kutipan hari ini digambarkan Ayub merasa seperti budak dan orang upahan. Ia ditimpa kegelisahan tidak hanya waktu jaga, tetapi juga saat tidurnya dihantui mimpi-mimpi buruk. “Tetapi malam merentang panjang dan aku dicekam oleh gelisah sampai dini hari” (Ayb 7:4). Karena derita yang berkepanjangan itu sampai-sampai Ayub merasa bahwa hidupnya tidak ada artinya lagi.
Dalam bacaan kedua, St. Paulus dengan penuh keya­kinan menyatakan bahwa tugasnya adalah untuk mewar­takan Injil. Ia melakukan bukan karena terpaksa, tetapi karena dorongan dari dalam hatinya sehingga rela meskipun tanpa mendapat imbalan apa pun. “Upahku ialah ini, bahwa aku boleh memberitakan Injil tanpa upah, dan bahwa aku tidak mem­perguanakan hakku sebagai pemberita Injil” (1 Kor 9:16-18).
Untuk dapat memberitakan Injil, Paulus bersedia menyesuaikan diri dengan semua orang sehingga menarik simpati, mengambil hatinya untuk dapat menerima nilai-nilai Injil. “Aku menjadikan diriku hamba dari semua orang, supaya aku boleh memenangkan sebanyak mungkin orang,” (1 Kor 9:19). Contoh dan ajakan Paulus ini kiranya juga bisa menjadi dorongan bagi kita dalam mewartakan Injil. Kita dituntut kreatif dan bersedia menyesuaikan diri dengan pendengar agar dapat merebut hati dan simpati mereka, sehingga mereka dengan senang hati mau menerima Injil. Dalam menjalankan karya ini, sejauh tidak menyangkut prinsip, kita harus fleksibel. Kita masuk melalui pintu mereka, keluar melalui pintu kita. Injil hari ini mengisahkan tentang Yesus yang menyembuhkan ibu mertua Simon. Dikisahkan, kendati hari mulai gelap, saat orang seharusnya beristirahat, Yesus masih bersedia menolong orang-orang yang sakit. “Maka berkerumunlah seluruh penduduk kota itu di depan pintu. Ia menyembuhkan banyak orang yang menderita bermacam-macam penyakit dan mengusir banyak setan” (Mrk 1:33-34). Penginjil tidak menjelaskan alasan Yesus mau berbuat demikian. Namun kita dapat menduga bahwa Yesus berbuat demikian karena mencintai orang-orang yang menderita, orang yang gelisah karena anggota keluarganya yang menderita. Yesus ingin melepaskan mereka itu dari penderitaannya. Dengan demikian Yesus melakukan yang dikemukakan oleh St. Paulus dalam bacaan kedua hari ini, yaitu: senasib dan sepenanggungan dengan orang yang menderita untuk menarik simpati mereka. Yesus berbuat lebih dari pada itu, Ia malahan membebaskan mereka dari penderitaan, mengubah duka cita mereka menjadi suka cita karena ditolong dari penyakitnya. Yesus melakukannya tanpa minta imbalan atau upah seperti juga Paulus. Tentu kita bisa membayangkan betapa senangnya Yesus, ketika ibu mertua Simon yang telah disembuhkan dari sakitnya, kemudian melayani-Nya. Sikap tahu berterima kasih atas kebaikan Tuhan inilah yang patut kita kembangkan dalam kehidupan.
Selanjutnya kita tahu bahwa Yesus pagi-pagi benar, saat masih gelap sudah bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang sunyi untuk berdoa. Kita bisa mencontoh Yesus yang menyapa orang dengan menyembuhkan penderitaannya, namun tidak mau diikat atau diatur supaya tetap bebas melaksanakan tugas perutusan-Nya. Di sela-sela kesibukannya Yesus selalu berdoa, berkomunikasi dengan Bapa-Nya. Mudah-mudahan kita pun juga tidak pernah melupakan doa di tengah-tengah kesibukan sehari-hari, sebab justru dalam doa itulah manusia menemukan kekuatan dan inspirasi baru.

Tinggalkan Balasan