Allah Adalah Sumber Kebahagiaan (Renungan JUMAT PRAPASKAH I, 10 Maret 2017 Oleh Fr. Andreas Salamanang

10 Maret 2017

Bac I      : Yeh 18: 21-28

Bac Injil : Mat 5: 20-26

Allah Adalah Sumber Kebahagiaan

Saudara-saudari yang terkasih, sabda Tuhan pada hari ini mengajarkan kita akan arti damai hidup yang sesungguhnya. Hidup dalam situasi damai, merupakan impian dan dambaan setiap orang yang merindukan kebahagiaan. Seseorang tidak akan pernah mencicipi kebahagiaan, jika hidupnya tidak pernah damai. Kebahagiaan dan kedamaian merupakan satu kesatuan yang tak boleh dipisahkan. Maka, orang yang sulit berbahagia juga tipe pribadi yang tak pernah mampu berdamai dengan dirinya sendiri. Dengan demikian kebahagiaan dan kedamaian merupakan hal yang paling esensial dalam hidup manusia.

Saudara-saudari seiman, tak jarang dalam kehidupan sehari-hari banyak diantara kita masih enggan mempraktekkan dan menghidupi arti damai tersebut. Akan semakin sulit lagi, bila orang-orang yang ada disekitar kita tidak menjamin dan memberi peluang bagi kita untuk berbuat demikian. Untuk itu, perlu diantara kita membangun suatu komunikasih yang baik demi terciptanya komunitas yang menyenangkan. Namun, apapun alasannya, Yesus dalam bacaan Injil hari ini, menyadarkan sekaligus menegur kita agar saling berdamai satu dengan yang lain. Jika kita mengerti lebih dalam akan maksud Yesus yang sebenarnya, perkataan itu hanya mengandung satu tujuan, yakni demi menciptakan suatu kehidupan yang harmonis dan penuh cinta.

Saudara-saudari yang terkasih, logika Allah hanya boleh kita mengerti dengan beriman. Berdamai dengan musuh ataupun mengasihi musuh merupakan suatu tindakan kebodohan jika dipahami berdasarkan logika manusia. Akan tetapi, tidaklah demikian menurut logika Allah. Berdamai dengan musuh maupun mengampuni sesama merupakan tindakan mulia yang selayaknya kita lakukan sebagai sesame mahkluk ciptaan Allah yang sempurna. Akal budi yang kita miliki hendaknya digunakan untuk mampu memahami dan menangkap rahasia Allah dalam hidup kita. Mengikuti Kristus berarti harus siap menderita dan memikul salib. Berdamai dengan musuh maupun mengampuni sesama yang bersalahpun salah ciri pengikut Kristus. Dengan mati di kayu salib, Kristus sudah mengajarkan kepada kita akan arti damai yang sesungguhnya. Mati bukan karna untuk diri-Nya, melainkan demi menebus dosa-dosa kita. Maka sudah layak dan sepantasnya kita sebagai pengikutnya, melakukan apa yang telah dilakukan-Nya untuk kita dengan cara mengampuni dan berdamai dengan sesama kita. (Fr. Andreas Salamanang)

Ekaristi Hari ini: JUMAT PRAPASKAH I, 10 Maret 2017…klik disini!!

Tinggalkan Balasan