ALLAH MENGASIHI MANUSIA (Renungan Minggu, 8 Oktober 2017)

ALLAH MENGASIHI MANUSIA
Hari Minggu Biasa XXVII (8 Oktober 2017)
Yes 5:1-7; Flp 4:6-9;
Mat 21:33-43

INJIL hari ini diambil dari sabda-sabda Yesus yang diucapkan-Nya pada minggu terakhir dalam hidup-Nya, yakni ketika hadir di Yerusalem menjelang penderitaan dan wafat-Nya. Pada hari-hari itu “konfrontasi” antara Yesus dan para pemimpin agama Yahudi terasa makin frontal dan keras. Melalui perumpamaan-perumpamaan maupun kata-kata, Yesus menegaskan bahwa penolakan orang-orang Yahudi terhadap diri-Nya akan mendatangkan hukuman yang amat berat, yakni penolakan Allah atas Israel sebagai umat-Nya.

Melalui perumpamaan tentang para penggarap kebun anggur, Yesus mau menegur bangsa Yahudi. Ia menegaskan bahwa kecurangan atau ketidaksetiaan orang-orang Yahudi memaksa Allah mencabut kembali status istimewa umat Israel sebagai “umat pilihan” dan menyerahkan status itu kepada umat yang baru. Hal itu dijelaskan dengan perumpamaan yang mudah dimengerti juga oleh para pemimpin agama Yahudi sendiri. Allah Bapa digambarkan sebagai tuan tanah yang memiliki tanah yang luas. Tanah luas itu dijadikan kebun anggur, yang meng­gambarkan Kerajaan Allah di dunia ini. Sebelum pergi jauh, ia mempercayakan kebun anggur yang sudah dilengkapi dengan segala fasilitas itu kepada para penggarap, sebagai gambaran dari orang-orang Israel. Ia berharap kepercayaan itu tidak disia-siakan, dan pasti akan memberi mereka hadiah besar bila mereka berhasil mengelola kebun anggur itu dan menyerahkan hasilnya kepada-Nya. Gambaran ini melukiskan perjanjian keselamatan antara Yahwe dan Israel, umat-Nya.

Sayang, nyatanya kepercayaan itu disia-siakan. Para penggarap kebun anggur, orang-orang Israel itu, ternyata tidak tahu berterima kasih. Kalau mereka setia, sebenarnya mereka akan mendapat hadiah yang lebih dari cukup. Tetapi mereka rakus, ingin memperoleh lebih dari itu. Mereka ingin menguasai seluruh hasil dari kebun anggur, bahkan ingin memiliki seluruh kebun anggur tersebut. Untuk itu mereka tidak segan-segan membunuh semua utusan, yang dikirim oleh tuan tanah untuk mengambil sebagian dari panen anggur. Hal ini sebagai gambaran dari para nabi, bahkan akhirnya juga membunuh anaknya, gambaran dari Yesus Kristus Putera Bapa. Karena kerakusan itulah, kebun anggur diambil dari kekuasaan mereka, lalu dipercayakan kepada para penggarap lain. Karena penolakan Israel terhadap nabi dan Yesus, status sebagai “umat pilihan” dicabut dari Israel, lalu diserahkan kepada umat baru, umat yang percaya kepada Yesus Kristus.

Hukuman atas Israel yang diwartakan oleh Yesus menjelang penderitaann dan wafat-Nya itu sebenarnya sudah dinubuatkan oleh para nabi dalam Perjanjian Lama. Mengenai hal itu antara lain dinubuatkan oleh nabi Yesaya, seperti tampak dalam bacaan pertama hari ini. Nabi Yesaya menggambarkan Israel sebagai sebuah kebun anggur milik Allah, yang diharapkan akan menghasilkan buah anggur yang manis. Tetapi ternyata yang dihasilkannya hanyalah buah anggur yang asam. Dengan kata lain, kritikan nabi Yesaya itu dapat kita katakan bahwa Allah telah memilih dan membimbing Israel supaya suatu ketika menghasilkan buah yang manis, tetapi sayang Israel ternyata hanya menghasilkan buah yang asam, yakni penolakan terhadap Yesus sebagai Penyelamat.

Yang menentukan baik atau buruknya sikap para penggarap kebun anggur adalah sikap mereka terhadap para utusan dan anak dari tuan tanah itu. Kalau mereka menerima para utusan dan anak tuan tanah dengan baik, layaklah mereka menerima hadiah besar. Sebaliknya, kalau mereka menolak para utusan dan anak tuan tanah itu, apalagi dengan menangkap dan membunuhnya, maka adil kalau menerima hukuman berat. Jadi penerimaan terhadap Yesus sebagai Putera Allah yang menyelamatkan, itulah yang terpenting. Dari pihak Allah sudah jelaslah, bahwa Ia mengasihi manusia dan ingin menyelamatkannya. Justru karena itulah Allah mengutus para nabi dan Putera-Nya sendiri. Maka tinggal dari pihak manusia dinantikan jawaban, mau menerima dan membalas kasih Allah itu atau menolak dan mengabaikannya. (GEMA)

Tinggalkan Balasan