ASAL BAPAK SENANG (ABS)
Minggu, 01 OKTOBER 2017 (MAT 21:28-32)
ASAL BAPAK SENANG (ABS)
Pada suatu sore, saya pergi ke sebuah warung yang letaknya tak jauh dari tempat dimana kami tinggal untuk membeli beberapa kebutuhan pribadi. Setibanya di sana, saya bertemu dengan seorang adik tingkat yang lagi berbelanja. “Bang, belikan saya sebuah pena”, katanya. Saya tidak menduga permintaan itu. Sebagai seorang abang tingkat, saya malu menolaknya. Gengsi dong! Tanpa berpikir panjang, saya mengiyakan permintaan itu, walaupun sebenarnya ingin menolak. Maklum, uang saya pun sebenarnya serba berkecukupan.
Kerapkali kita mendengar ungkapan: Asal Bapak Senang (ABS). Malahan, kita sendiri mungkin saja pernah mempraktekannya. Anehnya, sebagian dari kita terkadang melakukannya dengan sadar. Apalagi berhadapan dengan orang-orang yang tidak ingin kita sakiti. Terdapat beberapa alasan untuk hal ini antara lain, kita ingin dicap baik, mempertahankan reputasi, kita tidak mau ada persoalan, kita takut kehilangan kepercayaan, kita tidak mau mengecewakan mereka, takut kehilangan harga diri, dan lain sebagainya.
Menjadi pertanyaan untuk kita adalah apakah jawaban “ya” padahal kita ingin katakan ”tidak”, akan menyelesaikan persoalan? Semurah itukah sebuah nilai harga diri, kepercayaan, kebaikan, dan reputasi? Keterbukaan, kejujuran, dan berani mengatakan “tidak” ketika menghadapi suatu persoalan adalah lebih baik daripada mengatakan “ya” hanya untuk mau menyenangkan hati orang lain. Harga diri tidak perlu dipertahankan dengan hanya memenuhi keinginan orang lain agar dicap baik.
(Fr.Max)