YESUS RAJA DISALIBKAN (Renungan JUMAT AGUNG: 14 April 2017)

YESUS RAJA DISALIBKAN
Hari Jumat Agung (14 April 2017)
Yes 52:13-53:12; Ibr 4:14-16; 5:7-9;
Yoh 18:1-19:42

DALAM BACAAN pertama hari ini nabi Yesaya bernubuat tentang keseng­saraan yang akan dialami Hamba Yahwe. “… Dia ditikam oleh karena pembe­ron­tak­an kita, Dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang menda­tangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilur-Nya kita menjadi sembuh” (Yes 53:5). “Dia diani­aya, tetapi Dia membiar­kan diri ditindas dan tidak membuka mulutnya seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian”.

Sejak zaman Gereja purba umat meng­imani bahwa nubuat tentang Hamba Yahwe itu terpenuhi dalam diri Yesus Kris­tus. Hari ini kita merenung­kan seng­sara dan wafat Yesus sebagai misteri hi­dup. Sulit dimengerti, karena Yesus yang telah begitu banyak berbuat kebajikan harus menanggung sengsara dan menge­rikan sampai di kayu salib. “Dia yang berjalan keliling, sambil ber­buat baik­…Dialah yang dibunuh tergan­tung di kayu salib. Seorang penjahat yang disalib­kan bersama-Nya memberi pernya­taan bahwa Yesus itu orang benar yang seha­rusnya tidak disalib. Yudas Iskariot me­nye­sal dan berkata, “Aku telah berdosa karena menyerahkan orang yang tidak bersalah”.

Kisah sengsara yang dipaparkan St. Yohanes hendak menam­pilkan kemuliaan Kristus yang terpancar dalam seluruh pribadi-Nya. Peristiwa di taman Zaitun dan pengadilan memberikan gambaran sikap Yesus yang sangat tenang dan penuh wibawa. Bagi Yohanes, Yesus adalah Raja segala zaman dan segala situasi. Dalam kesengsaraan Yesus menampilkan kemu­liaan Allah Bapa dalam diri-Nya. “Sekarang Anak Manu­sia dipermuliakan dan Allah diper­muliakan di dalam Dia” (Yoh 13:31). Dan kemuliaan Yesus yang memancar di dalam kesengsaraan-Nya membe­rikan jaminan akan nilai pribadi bagi kehidup­an. Kisah sengsara dalam Injil ini juga mau menampilkan sikap Yesus sebagai Raja yang berkuasa atas segalanya. Dari atas salib itulah Kristus meraja. Yesus Kristus adalah Raja kebenaran yang memberikan kesaksian tentang kebenaran Bapa-Nya. Meskipun bangsa Yahudi menolak-Nya sebagai raja, bahkan mereka mengejek-Nya, upacara penyaliban meru­pa­kan “peno­batan” Kristus sebagai raja.

Sebagai pengikut Kristus, kita pantas mengikuti jejak Sang Guru, termasuk kalau mesti menderita sekalipun. Namun hal ini tidak berarti kita harus menyiksa diri sendiri agar menderita. Kesengsaraan sudah tertenun dalam hidup kita sebagai murid Kristus. Namun kesengsaraan yang kita alami sangat tidak sebanding dengan keseng­saraan Kristus. Maka kalau kita meng­alami penderitaan janganlah meng­gerutu dan mengeluh, tetapi pandang­lah salib, sebab dalam pende­ritaan itu kita dipermuliakan bersama-Nya.

Dalam siatuasi seperti sekarang ini, Yesus mewartakan hidup berdasarkan hukum kasih. Yesus mau mengubah wajah dan cerita kehidupan, dengan menye­barkan kebaikan dan kelembutan yang tanpa batas. Untuk itu Yesus berjuang menanamkan sikap dan tindak pengam­punan tanpa batas yang mene­robos sekat-sekat kehidupan. Karena cara hidup dan pewartaan Yesus tentang Kerajaan Allah, hidup dalam kebenaran, mengancam orang-orang yang hidup dalam dusta dan kebo­hongan, terutama kelompok pengua­sa, maka Yesus harus ditangkap, dising­kirkan, dan dibunuh. Kematian Yesus menying­kapkan kenya­taan bahwa di dalam hidup ini selalu ada pergulatan antara kebenaran dan ke­bohongan. Riwayat hidup Yesus mengi­sahkan konflik-konflik Yesus dengan kebo­hongan-kebohongan yang mera­jalela dalam jaman-Nya. Maka menjadi murid Yesus berarti pula ikut bersama Yesus dalam menegakkan kebenaran dengan resiko menderita bahkan mati bersama Yesus. Perjuangan akan kebenaran ini hendaklah menjadi ciri kita sebagai orang Kristen dan sesuai pula dengan penca­nangan tahun martyria bagi Keuskupan Padang untuk tahun ini.

EKARISTI HARI INI: JUMAT AGUNG: 14 April 2017 (Memperingati sengsara dan wafat Yesus)… Klik disini!!

Tinggalkan Balasan