BELAJAR DARI JEMAAT PERDANA (Renungan Hari Minggu Paskah)

BELAJAR DARI JEMAAT PERDANA
Hari Minggu Paskah II (23 April 2017)
Kis 2:42-47; 1Ptr 1:3-9;
Yoh 20:19-31

BACAAN PERTAMA pada hari Minggu ini berisi tentang cara hidup jemaat Kristen perdana yang ditandai dengan ketekunan, ibadah, dan peme­cahan roti. Dalam Kisah Para Rasul, paling tidak dua kali Lukas melu­kiskan cara hidup jemaat Kristen Perdana, yaitu dalam bacaan hari ini dan Kis 4:32-37. Tetapi sebenarnya kalau kita memban­dingkan dua tulisan tersebut ada perbedaan dalam hal pokok perhatian. Dalam bagian yang kedua itu Lukas hanya memberi perhatian pada kisah per­sau­daraan yang terwujud dalam pembagian harta milik. Sementara pada tulisan sebelumnya Lukas memberi perhatian pada lebih banyak hal, antara lain pada kese­tiaan dalam pengajaran para rasul, persekutuan dalam kasih, kete­kunan dalam ibadah dan pemecahan roti.
Selanjutnya Lukas menam­bahkan untuk menguatkan iman jemaat, para rasul tidak hanya mengajarkan Injil, melainkan juga mengadakan banyak mukjizat. Kemudian Lukas menjelaskan cara jemaat mewujudkan persekutuan kasih, yaitu dengan saling membagikan harta milik di antara mereka sesuai dengan keperluan masing-masing. Lukas juga menjelaskan cara jemaat bertekun dalam ibadah kepada Tuhan, yakni dengan tiap-tiap hari berkumpul dalam Bait Allah untuk berdoa, serta memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir, lalu dilanjutkan dengan makan bersama dalam suasana gembira sambil memuji Allah. Akhirnya Lukas menutup kisahnya dengan mene­gaskan bahwa karena cara hidup jemaat yang demikian, mereka disukai semua orang, sehingga tiap hari semakin banyak orang tertarik untuk mengga­bungkan diri dengan mereka.
Bacaan kedua berisi nasihat Petrus kepada jemaat Kristen di Asia Kecil untuk bergembira dalam pengharapan iman, meskipun masih harus mengalami berbagai pencobaan. Dalam bacaan ini Petrus ingin mengingatkan kembali jemaat Kristen akan pengharapan iman mereka. Melalui upacara pembap­tisan, orang-orang Kristen dipersatukan dengan Yesus Kristus yang bangkit dari antara orang mati, sehingga mempunyai harapan bangkit pula kelak. Meskipun pengharap­an iman ini baru akan terlaksana sepe­nuhnya pada akhir zaman. Kisah penampakan Yesus kepada murid-murid-Nya, terbagi menjadi dua bagian, yaitu penampakan kepada para murid minus Thomas (ayat 19-23) dan penampakan kepada para murid plus Thomas (ayat 24-29). Dalam bagian pertama, Yohanes mengisahkan cara Yesus menampakkan diri kepada para murid-Nya yang sedang ketakutan akibat ancaman orang-orang Yahudi. Sesudah menyampaikan salam damai kepada para murid-Nya, Yesus menunjukkan tangan dan lambung-Nya kepada mereka. Penampakan Yesus ini mengusir ketakutan para murid-Nya, sehingga mereka semua bersukacita.
Pada bagian kedua Yohanes memberi perhatian khusus kepada Thomas yang tidak hadir pada penampakan pertama. Meskipun murid-murid lain telah mence­ritakan peristiwa penampakan itu kepa­danya, tetapi Thomas sama sekali tidak percaya. Ia baru mau percaya kalau menyak­sikannya sendiri. Sebelum ia me­lihat semua bekas paku pada tubuh Yesus dan mencu­cukkan tangannya ke sana, sekali lagi ia tidak akan per­caya. Dengan kata lain Tho­mas tidak mau percaya ha­nya berda­sarkan cerita orang saja. Itulah sebabnya pada penampakan berikutnya, Yesus sengaja me­nan­tang Thomas untuk melak­sanakan kemauannya itu.
Menanggapi sikap Thomas ini, Yesus menegaskan bahwa kepercayaan sesung­guhnya tidak harus bergantung pada penam­pakan atau penglihatan. Kata Paulus, iman Kristen timbul dari pendengaran, bukan dari penglihatan. Injil diberitakan dan dicatat, supaya orang percaya kepada Yesus dan mem­peroleh hidup dalam nama-Nya. Maka patut kita renungkan sejauh mana jemaat Kristen dewasa ini masih bertekun dalam peng­ajaran, persekutuan, ibadah dan pemecahan roti.

Tinggalkan Balasan