Berbahagia dan Bangga Sebagai Umat Katolik (Tulisan Kunjungan Bapa Uskup)
“Ketika saya menerimakan Sakramen Krisma di gereja Santo Paulus Labuh Baru, Pekanbaru, asap dupa bercampur dengan asap yang tebal dari luar. Asap yang datang dari pembakaran lahan di Riau.”Ungkap Uskup Mgr. Martinus Dogma Situmorang, OFMCap. dalam pembukaan homilinya pada perayaan Ekaristi bersama umat Paroki Santa Maria Bunda Yesus, Tirtonadi,Padang Sabtu 19/9 malam lalu. Lebih lanjut Gembala Keuskupan Padang tersebut mengatakan bahwa asap tersebut merugikan banyak orang, mulai dari sekolah yang diliburkan, penyakit saluran pernapasan, hingga pembatalan keberangkatan pesawat. Semua karena kepentingan segilintir orang yang tidak mempertimbangkan dan memperhitungkan keadaan jutaan orang lain. Egoisme yang membuat orang kehilangan akal sehat.
Bacaan Injil hari ini mengingatkan kita bahwa Yesus memberikan rumusan yang baru. Dalam kotbah di bukit Ia berkata berbahagialah orang yang miskin, adalah orang yang menderita tetapi tetap terbuka terhadap bantuan Allah dan tetap memperjuangkan kepentingannya dengan cara yang baik dan benar. Yesus juga berkata barangsiapa mau menjadi besar, dia harus merendahkan dirinya dan melayani semua orang. Hati, jiwa dan hidup itulah yang harus diperjuangkan, bukan kehormatan,kekuasaan dan harta yang mestinya hanya menolong manusia untuk menjadi lebih baik. Manusia yang bisa disandari bagi orang lain. Bapa Uskup mengajak umat untuk membebaskan diri dari egoisme, dan semua hal-hal duniawi sehingga tidak menjadi sama seperti orang yang membakar lahan tersebut, tidak lagi tamak.
Pada kesempatan ini Bapa Uskup juga menerimakan sakramen krisma untuk 43 orang umat paroki Santa Maria Tirtonadi. Ia berpesan untuk semua peserta penerima sakramen krisma agar selalu mempersembahkan diri seutuhnya kepada Allah. “Semuanya akan sia-sia jika diri kita tidak menjadi kenisah yang baik bagi Roh Allah, maka tunjukkanlah sikap hidup yang semakin lebih baik.”katanya. Setelah merayakan Ekaristi, Uskup, Pastor Paroki, umat dan peserta penerima sakramen krisma bersama-sama mengadakan ramah tamah dan makan malam di ruang serbaguna paroki. Beberapa tarian dan nyanyian dipersembahkan oleh orang muda dan misdinar Paroki Santa Maria Bunda Yesus Tirtonadi.
Sebelum penyerahan sertifikat Krisma, kembali Bapa Uskup mengingatkan semua peserta Krisma untuk lebih aktif di Rayon, Gereja dan semua organisasi-organisasi Katolik yang bisa mereka ikuti. Juga kepada semua orang tua diminta untuk memberi peluang kepada orang muda untuk berbuat lebih baik dan semakin berkembang di tengah masyarakat.
Keesokan harinya, pada Minggu 20/9 pagi Bapa Uskup dan rombongan dari Paroki Santa Maria Bunda Yesus berangkat mengunjungi Stasi Santo Stephanus, Sungai Pisang yang berjarak sekitar 1jam perjalanan lamanya dari kota Padang. Akses jalan yang berliku, terjal dan sulit untuk dilalui membuat daerah ini sedikit tertinggal. Stasi Sungai Pisang, begitu stasi ini lebih dikenal, dibentuk pada tahun 1990 dengan jumlah awal 5 kepala keluarga dan hingga saat ini telah berkembang menjadi 73 kepala keluarga yang semuanya warga etnis Nias dan hidup sebagai petani.
Di stasi ini, Bapa Uskup juga mengadakan perayaan Ekaristi bersama umat. Dalam homilinya ia mengajak umat agar selalu berbahagia, bergembira dan bangga akan jatidirinya sebagai orang Nias dan sekaligus orang Katolik walau hidup jauh dari hingar bingar kota. Karna kalau kita ingin berbahagia, bergembira dan bangga, kita harus tetap hidup sederhana dengan sungguh dan baik tanpa merugikan orang lain walau dimanapun berada. Semuanya dilakukan harus dengan iman dan mengandalkan Allah Bapa, agar kita aman, damai dan mampu mengatasi semua kekurangan dan kelemahan kita. “Tetaplah hidup sederhana, bersahaja dan tidak berpikir yang muluk-muluk, namun disisi lain kita juga harus tetap bekerja keras, rajin, bertanggung jawab dan lebih mengutamakan kehidupan keluarga yang baik.”tutup Bapa Uskup.
Setelah perayaan misa, Bapa Uskup dan umat Stasi Sungai Pisang beramah tamah dan makan siang bersama. Orang muda stasi Sungai Pisang juga menampilkan beberapa tarian dan lagu, Bapa Uskup pun ikut menari maena bersama tarian khas Suku Nias dan bernyanyi Tano Niha, lagu berbahasa Nias. Disela acara Bapa Uskup mengungkapkan rasa kebahagiaan dan kegembiraannya yang luar biasa, karena sudah sering ia berencana mengunjungi stasi ini dan selalu tertunda, baru kali ini bisa terwujud. (Silvianus Irwan Laoli)