BERTOBATLAH SEKARANG JUGA (Renungan Hari Rabu Abu, 10 Februari 2016)

BERTOBATLAH SEKARANG JUGA
Hari Rabu Abu (10 Februari 2016)
Yl 2:12-18; 2Kor 5:20-6:2;
Mat 6:1-6,16-18

DOSA menyebabkan penderitaan. Penderitaan pada hakekatnya merupakan hubungan yang tidak harmonis dengan Allah dan sesama serta alam-semesta. Ketidakharmonisan dalam hubungan dengan sesama nampaknya kurang disadari oleh orang-orang zaman sekarang  sebagai akibat dari dosa. Banyak orang lebih senang lari ke psikiater untuk menghilangkan penderitaan hidup daripada mempertanyakan mutu relasi pribadinya dengan Tuhan sebagai sumber daya dan sumber segala kebaikan.

 Orang yang biasa hidup dalam kedosaan mudah menilai bahwa penderitaannya disebabkan oleh orang lain. Warta nabi pada hari ini justru ingin membebaskan manusia dari masalah ini. Ketidakharmonisan dalam hidup yang membawa penderitaan berasal dari kedosaan, karena itu orang harus menyesali dosa dan bertobat untuk tidak berbuat dosa lagi, sehingga ia mampu  membina dan memelihara relasi harmonis dengan siapa pun juga.

Kehendak untuk bertobat sejati berasal dari sikap batin yang mengagumi kasih Allah yang tak terbatas. Kehendak untuk secepatnya bertobat adalah tanda tobat sejati. Pesan iman inilah yang diwartakan oleh nabi Yoel. Menunda-nunda pertobatan merupakan tanda bahwa iman yang kurang mendalam. Selain itu juga meremehkan kerinduan Allah akan pertobatan setiap orang yang berdosa. Karena itu nabi Yoel mengajak umat Allah untuk bertobat sekarang juga, jangan ditunda-tunda.

Karena pertobatan sejati menyangkut sikap batin, maka pertobatan sejati menyangkut segenap kepribadian manusia. Nabi Yoel menekankan pertobatan batin sejati: koyaklah hatimu dan jangan pakaianmu (Yl 2:13a). Bertobat menurut sang nabi bukan pertama-tama tindakan lahiriah tetapi penyesalan batin atas dosa dan  membangun niat untuk tidak berdosa lagi. Bertobat juga berkehendak kuat untuk berbalik kepada Allah, yaitu melaksanakan perintah-perintah Allah dengan ketaatan hati yang tulus.

Ungkapan kehendak konsisten dan konsekwen untuk bertobat secara tulus diwujudkan antara lain dengan berdoa dan berpuasa secara khusus. Namun Tuhan tidak berkenan pada keindahan kata-kata dalam doa atau pada penampilan kumuh orang yang berpuasa; tetapi Tuhan memperhitungkan ketulusan hati dan kerendahan hati. Tuhan tidak menginginkan orang bertindak munafik. Pertobatan sejati yang berasal dari kasih akan Allah dan hormat serta taat pada kehendak dan perintah-perintah-Nya tidak terpisahkan dari sikap kasih terhadap sesama, oleh karena itu pertobatan pribadi yang sejati selalu bersifat sosial. Sifat sosial dari pertobatan sejati mempunyai dua aspek, yaitu mewartakan pertobatan bagi seluruh umat manusia dan menyatakan buah pertobatan dalam tindakan amal-kasih bagi sesama.

Mewartakan pertobatan dihayati oleh Rasul Paulus dalam usaha konkrit; memberi nasehat agar jemaat tidak menyia-nyiakan karunia-karunia Allah. (2Kor 6:1). Kasih karunia Allah ini menuntut suatu penerimaan dan jawaban orang beriman, yang dirumuskan oleh Paulus dalam nasehat agar “menyucikan diri kita dari semua pencemaran jasmani dan rohani, dan dengan demikian menyempurnakan kekudusan kita dalam takut akan Allah” (2Kor 7:1).

Tindakan amal kasih sebagai salah satu aspek sosial dari buah pertobatan harus diungkapkan secara tulus dan benar demi kebaikan sesama dan sebagai ungkapan mentaati perinatah Tuhan serta sebagai pernyataan syukur atas segala kebaikannya, bukan bertujuan demi nama baik dan kebanggaan pribadi di mata masyarakat; kalau demikian maka amal-kasih itu  munafik dan tidak berkenan bagi Allah.

Tinggalkan Balasan