Cara Mengurus Perkawinan Katolik

Karena ketidaktahuan, sebagian umat menilai pernikahan dalam Gereja Katolik itu rumit dan berbelit. Sebagaimana umumnya urusan pernikahan di kantor catatan sipil (dan di tempat lain), pernikahan di Gereja Katolik membutuhkan sejumlah syarat (surat menyurat) dan melalui prosedur (langkah-langkah).
Kalau syarat dipenuhi dan prosedur dilalui dengan benar, sesungguhnya tidaklah sulit. Berikut, syarat dan prosedur pernikahan Katolik yang berlaku umum di banyak paroki atau keuskupan.

1. Mendaftar dan Ikut Kursus Persiapan Pernikahan (KPP)
Pernikahan Katolik dimulai dengan mengikuti KPP, biasanya minimal 6 bulan sebelum pemberkatan pernikahan. Lama dan proses KPP tergantung dari paroki masing-masing, ada yang melaksanakannya selama tiga hari pada akhir pekan. Materi KPP, umumnya seputar: teologi pernikahan, hukum pernikahan, pengenalan diri, ekonomi rumah tangga, sex, kehidupan berkeluarga, dan perencanaan masa depan. Biaya KPP diatur oleh paroki masing-masing. Kepesertaaan mengikuti KPP dibuktikan dengan sertifikat.
Syarat mengikuti KPP:

a. Surat pengantar dari lingkungan/kring/rayon tempat domisili.
Kalau dari luar paroki, umumnya harus meminta surat pengantar dari parokinya.
b. Fotokopi Surat Baptis.
c. Fotokopi Akte Kelahiran.
d. Fotokopi Kartu Keluarga (KK) Gereja Katolik tempat domisili.

2. Mendaftarkan Diri untuk Penyelidikan Kanonik
Setelah mengikuti KPP, mendaftarlah untuk penyelidikan kanonik. Jangan takut dengan kata penyelidikan, karena ini hanya wawancara dengan pastor mengenai kesiapan batin dan mental kedua calon pengantin untuk memasuki tahap pernikahan yang sesungguhnya. Syarat penyelidikan kanonik:

a. Surat pengantar dari lingkungan/kring/rayon tempat domisili (asli).
a. Surat baptis terbaru, minimal 6 bulan (asli).
b. Fotokopi sertifikat KPP.
c. Fotokopi Kartu Keluarga (KK) Gereja Katolik tempat domisili.
d. Fotokopi akte kelahiran calon pengantin.
e. Fotokopi KTP calon pengantin.
f. Pas photo berdampingan 4×6 sebanyak 4 lembar (pria di sebelah kanan).

Apabila salah satu calon pengantin non-Katolik, harus membawa dua saksi yang benar-benar mengenal calon pengantin non-Katolik sehingga bisa menjelaskan bahwa orang tersebut belum pernah menikah dan tidak sedang terkena halangan menikah atau halangan-halangan pernikahan lainnya. Untuk pasangan yang sama-sama beragama Katolik, maka Kursus Persiapan Pernikahan dan Penyelidikan Kanonik akan mengikuti paroki calon pengantin wanita.

3. Pendaftaran untuk Pelaksanaan Pernikahan
Pendaftaran tanggal pernikahan, sudah bisa dilakukan pada mendaftarkan ikut KPP. Kebanyakan Gereja Katolik tidak melayani pemberkatan pernikahan pada masa Advent dan Prapaskah. Untuk pelaksanaan pernikahan, janganlah mendadak apalagi sampai “mengatur-atur pastor” menyesuaikan dengan jadwal kita. Untuk pelaksanaan pernikahan ini perlu dipersiapkan:

1. Dua orang saksi
2. Benda-benda rohani (Salib, Alkitab, Rosario, buku-buku doa, dll)
3. Cincin Pernikahan.
4. Buku panduan upacara pernikahan (bila perlu)

4. Mengurus Akta Perkawinan di Kantor Catatan Sipil.
Pendaftarkan ke kantor catatan sipil untuk mendapatkan Akta Perkawinan (bukan surat nikah Gereja) bisa dilakukan sendiri atau melalui petugas pembantu untuk urusan hal ini. Di tempat-tempat tertentu bahkan, petugas Kantor Catatan Sipil bisa dihadirkan di gereja (tergantung kesepakatan). Syarat-syarat yang mesti dilengkapi untuk mendapatkan Akta Perkawinan, yaitu:

1. Fotokopi surat baptis terbaru.
2. Fotokopi surat nikah Gereja
3. Fotokopi Akte Kelahiran (surat kenal lahir)
4. Fotokopi KTP
5. Fotokopi Kartu Keluarga yang dilegalisir oleh kelurahan
6. Fotokopi Surat Keterangan Menikah dari kelurahan
7. Foto Calon Mempelai berdampingan 4×6 sebanyak 5 lembar
8. Fotokopi KTP Saksi Perkawinan.

(Disarikan dari berbagai sumber oleh: Windy Subanto)

Tinggalkan Balasan