DERITA BUKAN DARI ATAS (Renungan Hari Minggu Prapaskah III, 28 Februari 2016)
DERITA BUKAN DARI ATAS
Hari Minggu Prapaskah III (28 Februari 2016)
Kel 3:1-81, 13-15; 1Kor 10:1-6,10-12;
Luk 13:1-9
DI TENGAH masyarakat, kita menemui orang bijak, saleh, taat, dan jujur tetapi justru hidupnya menderita. Sementara orang-orang yang berlaku jahat, suka korupsi, memeras dan tidak adil, hidupnya nampak makmur, sukses, dan tidak kekurangan apa pun. Pada hal banyak di antara kita yang berpandangan, orang yang berlaku benar dan saleh akan mendapat pahala, hidupnya tentram dan sejahtera; sedang yang berbuat jahat dan berdosa akan mendapatkan hukuman, hidupnya menderita. Tetapi, mengapa terkadang sebaliknya?
Tidak seorangpun di antara kita yang mengharapkan hidup menderita. Kita semua menginginkan supaya hidup bahagia, sejahtera, dan sukses. Tetapi kenyataan kerap berbicara lain, yang kita alami justru sebaliknya. Kita berhadapan dengan bermacam-macam penderitaan; penyakit, baik fisik dan non fisik, seperti; sakit hati, kegagagalan, kehilangan, dan lain-lain. Marilah kita lihat hal tentang penderitaan tersebut dalam terang bacaan yang kita dengarkan hari ini.
Bacaan pertama menceritakan penderitaan berat umat Israel yang diakibatkan oleh penindasan dan penjajahan orang-orang Mesir. Allah akan segera turun melepaskan mereka dari kekuasaan orang Mesir dan menuntun mereka ke Tanah Terjanji yang berlimpah-limpah susu dan madu. Allah berjanji untuk melaksanakan kehendak-Nya membebaskan umat-Nya dari perbudakan di tanah Mesir. Untuk itu Allah hadir mewahyukan diri kepada Musa melalui semak belukar yang menyala tetapi semak-semak duri yang menyala tidak terbakar dimakan api. Api yang melukiskan daya Ilahi mampu membakar dan memusnahkan yang jahat serta menerangi mereka yang berada di dalam kegelapan menuju kepada kebahagiaan sejati.
Bacaan kedua membicarakan penderitaan yang dialami oleh sebagian umat Israel karena mereka tidak setia pada imannya. Mereka berdoa dan berbuat jahat di mata Allah. Penderitaan umat disebabkan oleh ketidakberesan hubungan mereka dengan Tuhannya. Bacaan Injil mengisahkan maut yang diderita oleh beberapa orang Galilea akibat perbuatan keji Pilatus. Injil juga mengisahkan kecelakaan mematikan yang dialami oleh delapan belas orang karena tertimpa menara dekat Siloam. Saya rasa baik pada masa Prapaskah ini kita memilih tema penderitaan sebagai bahan renungan dengan maksud supaya kita menjadi lebih tabah hati dan berpikirian jernih. Kita ingin meningkatkan sikap iman kita kalau kita harus berhadapan dengan penderitaaan yang walaupun tidak kita inginkan tetapi mendatangi hidup kita. Yang lebih penting lagi, kita mohon rahmat-Nya supaya dapat makin menyelami misteri belas kasih Yesus yang berkenan memilih menderita untuk menghapus penderitaan kita.
Dalam bacaan Injil dikatakan bahwa penguasa waktu itu sampai hati membunuh orang-orang Galilea bahkan mencampur darah mereka dengan darah korban yang mereka persembahkan. Mendengar peristiwa tragis itu. Banyak orang beranggapan bahwa kejadian itu diakibatkan oleh dosa-dosa mereka. Delapan belas orang yang kejatuhan menara dekat Siloam, mereka mati bukan karena dosa-dosa mereka. Kedua, mengambil hikmah dari dua peristiwa yang mengenaskan itu Yesus mengajak para pendengarnya supaya bertobat. Dari Injil Lukas dapat ditemukan sikap Yesus yang jelas-jelas mengutuk tindakan keji para penguasa yang mendatangkan kesengsaraan bagi hidup warganya. Dengan seluruh hidup-Nya, dengan sabda dan tindakan-Nya Yesus nyata-nyata berpihak pada mereka yang menjadi korban penindasan, penjajahan, dan pemerasan. Mereka yang hidup menderita selalu menjadi perhatian utama dan karya belaskasih-Nya. Tindakan kekerasan harus dilawan tetapi bukan dengan tindakan kekerasan lainnya. Yesus tidak pernah membenarkan tindakan kekerasan untuk memperbaiki keadaan hidup bersama. Yang dikehendaki Yesus adalah terwujudnya ketenteraman, kedamaian, keadilan dan cinta kasih di tengah-tengah hidup manusia. Untuk itu Yesus menasehati kita supaya sungguh-sungguh bertobat. Pertobatan itu sebaiknya menyatukan pertobatan personal dan pertobatan sosial. Pertobatan personal meliputi perbaikan hubungan kita dengan Tuhan, perbaikan cara berpikir, mengambil keputusan dan usaha kita untuk membebaskan diri dari cinta diri yang sempit. Sedangkan pertobatan sosial antara lain berupa kesediaan kita untuk berbela-rasa pada mereka yang menderita. Yang lebih penting kita tidak sampai hati dan menutup mata membiarkan sesama kita menderita sendirian; sebab penderitaan sesama bukanlah hukuman dari atas.
Ekaristi Hari Ini (Minggu Prapaskah III, 28 Februari 2016)… Klik di sini!