IMAN HARUS BERWUJUD DALAM PERBUATAN(renungan Minggu Biasa XXVI/B)
IMAN HARUS BERWUJUD DALAM PERBUATAN
Hari Minggu Biasa XXVI (27 September 2015)
Bil 11:25-29; Yak 5:1-6;
Mrk 9:38-43
BACAAN INJIL hari ini berhubungan erat dengan pemberitahuan kedua tentang penderitaan Yesus. Dalam menghadapi situasi yang pahit para murid disiapkan Yesus dengan beberapa nasihat. Nasihat pertama berkenaan dengan sikap rendah hati dan iri hati. Para murid rupanya iri hati bahwa ada seseorang yang berhasil mengusir setan demi nama Yesus, padahal dia tidak termasuk dalam kelompok pengikut Yesus. Iri hati itu muncul secara spontan karena mereka belum cukup rendah hati. Maka Yesus menegur mereka dengan bijaksana, tanpa menyinggung perasaannya. “Barangsiapa tidak melawan kita, ia ada di pihak kita”. kata Yesus.
Para murid melihat pengusiran setan oleh orang asing itu dengan curiga, sementara Tuhan Yesus melihat dengan lapang dada. Bahkan Yesus melanjutkannya dengan memperluas kalangan orang-orang yang patut dipuji dan dianggap “memihak” pada-Nya, yakni orang-orang yang memberi minum secangkir air kepada para murid karena mereka mengikuti Yesus. Yesus juga mengecam dengan tegas orang-orang yang menyesatkan para murid, dengan bersabda: “Barangsiapa menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil yang percaya ini, lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu di buang ke dalam laut”. Nasihat kedua, berkenaan dengan hidup, pengendalian diri dan pengurbanan. Dengan nasehat itu Tuhan Yesus menghendaki bahwa para murid mempunyai sikap tegas terhadap kejahatan: “Jika tanganmu menyesatkan engkau, penggallah… Jika kakimu menyesatkan engkau, penggallah… jika matamu menyesatkan engkau, cungkillah…” Seperti kebiasaan orang Yahudi, Tuhan Yesus memberi nasihat dalam gaya bahasa yang lugas, supaya jelas ditangkap dan sungguh dilaksanakan. Tentu saja tidak perlu dipahami secara harafiah! Sebab yang dimaksudkan ialah agar para murid sungguh-sungguh menghindari kejahatan sehingga lebih layak menerima anugerah kebahagiaan kekal Kerajaan Allah.
Dalam bacaan pertama dikisahkan Yosua juga minta supaya nabi Musa mencegah dua orang asing yang ikut-ikutan bernubuat, seperti 70 tua-tua yang mendapat roh bernubuat dari nabi Musa. Dua orang asing itu, yakni Eldad dan Medad, bernubuat di tempat perkemahan, sementara nabi Musa dan 70 tua-tua bernubuat di luar perkemahan. Mungkin dekat dengan Tabut Perjanjian, yang biasanya memang diletakkan di luar kawasan perkemahan. Sama seperti Yesus, nabi Musa tidak setuju dengan usul Yosua untuk melarang dua orang asing itu bernubuat, hanya karena keduanya tidak termasuk dalam kelompok 70 orang tua-tua yang diberi roh kenabian oleh nabi Musa. Seperti para murid Yesus di atas, Yosua pun belum cukup rendah hati, sehingga belum mampu menerima keberhasilan orang lain yang beritikat baik.
Bacaan kedua dari surat Yakobus menyampaikan tema yang tak jauh berbeda, yaitu teguran dalam nada yang lebih keras dibandingkan dengan teguran halus dari Tuhan Yesus dan nabi Musa di atas. Yakobus menegur orang-orang kaya, karena mereka menindas orang Kristen sehingga menjadi miskin karenanya. Dalam hal ini, Yakobus sekaligus memperingatkan agar orang-orang Kristen tidak menindas orang-orang miskin. Kesimpulan ketiga bacaan hari ini mengajak kita untuk mewujudkan iman dengan sikap hidup benar dan bijaksana. Iman kita harus mewujud dalam sikap rendah hati, menghargai keberhasilan orang lain, dan melindungi orang-orang miskin.
Ekaristis Minggu Biasa XXVI/B (27 September 2015): Bil 11:25-29; Yak 5:1-6;Mrk 9:38-43