Katekese Sakramen

Santo Agustinus (354-430) menye­but sakramen sebagai “Rahmat yang tidak kelihatan dalam bentuk yang kelihatan”. Rahmat berarti anugerah, pemberian, yaitu pemberian kasih Allah kepada manusia. Rahmat tidak pernah berarti paksaan, tetapi selalu meng­andai­kan jawaban bebas dari manusia terhadap kerahiman Allah. Dalam sakramen tampaklah 2 (dua) segi karya penyelamatan Allah: segi pe­nye­lamatan ke bawah (pernyataan kasih Allah); dan segi penyelamatan ke atas, (pengungkapan iman manusia). Sebagai pernyataan kasih Allah dan sebagai peng­ungkapan iman manusia, sakramen me­nam­pakkan kesatuan Kristus dengan Gereja-Nya, dengan cara yang berbeda-beda sehingga ada 7 (tujuh) sakramen. Namun dalam arti sesungguhnya, sebe­narnya hanya ada satu sakramen, yakni Gereja.

Asal-usul Sakramen

Sakramen berasal atau bersumber dari praktik ritus dalam hidup Gereja Perdana. Sejak awal dalam Gereja terdapat ritus-ritus (upacara: doa, kebaktian). Ritus-ritus itu dianggap sebagai salah satu bentuk pelaksanaan hidup Gereja dan dipandang penting serta mutlak perlu untuk hidup Gereja. Sebagian besar unsur ritus itu diambil dari agama Yahudi, tetapi dengan maksud dan isi tertentu, yaitu untuk mengimani, mewartakan dan melak­sa­nakan karya keselamatan Allah. Dengan kata lain, Gereja sebagai hasil karya penyelamatan Allah harus meng­hayati dan melanjutkan karya penye­lamatan Allah itu sampai akhir zaman, antara lain melalui ritus-ritus, yang kemu­dian disebut sakramen. Sakramen meru­pakan tanda dan sarana penye­lamatan Allah kepada manusia sepanjang sejarah.

Arti dan Makna Sakramen

Sakramen (bahasa Latin: “sacra­mentum”; Yunani: “mysterion”) bisa didefinisikan sebagai peristiwa konkret duniawi yang menandai, menampakkan dan melak­sanakan atau menyampaikan keselamatan Allah. Dalam Sakramen, rahmat (kasih Allah) disampaikan secara konkret melalui tanda-tanda kepada kita. Dalam perbuatan manusiawi, manusia mengalami kasih ilahi. Karena sakramen merupakan perbuatan manusiawi atau Gerejawi yang melaksanakan secara simbolis tindakan Allah kepada manusia, maka: Ritus-ritus sakramen harus bisa dirasakan dan disertai kata-kata yang menjelaskannya. Benda (materia) dan perkataan (forma) bersama-sama mem­bentuk tanda yang melaluinya Allah menyelamatkan manusia.

Tujuh Sakramen

Adanya 7 (tujuh) sakramen dalam Gereja ditetapkan dalam Konsili Trente (1545-1563). Namun dalam arti sesung­guhnya hanya ada satu sakramen, yakni Gereja. Dalam LG 1 dikatakan bahwa: “Gereja di dalam Kristus bagaikan sakra­men, yakni tanda dan sarana persatuan mesra umat manusia dengan Allah dan kesatuan seluruh Umat Allah”. Dalam dan melalui ke tujuh sakramen itu sakramentalitas Gereja direalisasikan sepenuh-penuhnya. Artinya tujuh sa­kra­men itu merupakan pelaksanaan kon­kret dari satu sakramen, yakni Gereja. Di antara tujuh sakramen, Ekaristi memi­liki kedu­dukan yang istimewa. Konsili Vatikan II berulang kali berkata bahwa Ekaristi adalah “pusat dan puncak” (CD 30, AG 9, LG 11, dst). Semua sakra­men lain adalah “lanjutan” dan “syarat”; syarat untuk dapat berparti­sipasi dan syarat untuk membuat perayaan itu menjadi sah.

Sakramen yang merupakan “lanjut­an” dari Sakramen Ekaristi adalah Sakra­men Pengurapan Orang Sakit. Dengan sakramen ini orang dipersiapkan untuk bersatu dengan sengsara dan wafat Kristus, Haknya itu tidak dapat diperg­unakannya kalau seseorang mempunyai dosa besar, atau bahkan diekskomuni­kasikan. Dengan Sakramen Tobat semua halang­an itu dihapus dan orang dapat kembali berparti­sipasi dalam peraya­an Ekaristi secara penuh. Halangan tidak hanya datang dari kegagalan dalam tindakan moral.

Kalau seseorang memi­lih untuk hidup berke­luarga, status sosialnya berubah. Maka keanggotaannya dalam Gereja pun ha­rus disesuaikan, dengan saling mene­rimakan Sakramen Perkawinan. (Jika perka­winan­nya diresmikan menurut tata cara di luar Gereja, maka seseorang memiliki ha­langan untuk berpartisipasi secara penuh dalam perayaan Ekaristi).

Sakramen yang merupakan “syarat” untuk dapat berpartisipasi dalam Ekaristi adalah: Sakramen Baptis dan Krisma. Dengan menerima Baptis dan Krisma orang menjadi anggota Gereja dan karena itu berhak ikut serta dalam perayaan Ekaristi. Sakramen yang merupakan “syarat” untuk membuat perayaan Ekaristi menjadi sah adalah Sakramen Imamat.

Dengan demikian menjadi jelas bahwa 7 (tujuh) sakramen itu tidak berdiri sendiri, melainkan berhubungan satu dengan yang lain, dengan Ekaristi sebagai pusat dan puncaknya. Sakramen Baptis dan Krisma, bersama dengan Ekaristi sering disebut Sakramen Inisiasi. Kata “inisiasi” berasal dari kata Latin “ini­tiare” yang berarti “memasukkan ke da­lam”, karena ketiga sakramen ini mema­suk­kan orang ke dalam Gereja.

Ada 3 (tiga) sakramen yang hanya da­pat diterima satu kali saja, yaitu Sakramen Baptis, Krisma, dan Imamat. Ketiga sakramen ini memberikan status baru kepada orang beriman; membuat si pene­ri­ma menjadi anak Allah (Baptis), dan saksi Kristus dalam kuasa Roh Kudus (Krisma) serta secara istimewa ambil ba­gian dalam imamat Kristus (Imamat). Ke­tiga sakra­men ini memberi meterai sakra­mental tak terhapuskan, yang olehnya ma­nu­sia ambil bagian dalam imamat Kris­tus dengan fungsi yang berbeda-beda. Aki­batnya ketiga sakramen ini tidak boleh diulangi.

Sakramen-sakramen yang lain dapat diterima lebih dari satu kali. Misalnya, Sakramen Perkawinan dapat diberikan lagi bila salah satu pihak telah meninggal, dan pasangan yang masih hidup mau menikah lagi. Sakramen Pengurapan Orang Sakit dapat diberikan lagi bila orang sakit yang sembuh kemudian sakit lagi. Sakramen Ekaristi adalah santapan sehari-hari, dan dapat diterima dalam setiap perayaan Ekaristi. Sakramen Tobat dapat diterima setiap kali orang beriman ter­panggil untuk menerimanya. ***

Tinggalkan Balasan