KEDEGILAN HATI (Renungan KAMIS PRAPASKAH III, 23 Maret 2017 Oleh Fr. Benediktus Bagus Hanggoro K.)
Kamis, 23 Maret 2017 (Hari Biasa Pekan III Prapaskah)
Bacaan: Yer 7:23-38; Mzm 95:1-2,6-7,8-9; Luk 11:14-23
“Dengarkanlah suara-Ku, maka Aku akan menjadi Allahmu.” (Yer 7:23)
Orang tua saya [dan tentu saja orang tua-orang tua lainnya] selalu mengajarkan kepada saya untuk mendengarkan nasehat, wejangan, pesan yang disampaikan mereka sebagai bekal perjalanan hidup saya kelak jika sudah dewasa dan mandiri: mengendalikan keuangan, tekun belajar, disiplin, dan patuh pada apa yang disampaikan oleh dosen/pembina. Orang tua saya menambahkan jika saya tidak menuruti nasehat mereka, saya akan mendapat ‘balasan yang setimpal dengan perbuatan saya’. Saya pribadi terkadang mendengarkan, menuruti, dan melaksanakan nasehat mereka; terkadang pula saya pribadi membantah dan bersikap ‘masa bodoh’ dengan nasehat mereka. Alhasil, apa yang saya peroleh adalah balasan yang setimpal dengan apa yang saya lakukan: jika saya tidak menaati aturan kampus/seminari, saya mendapatkan sanksi dari dosen/pembina; jika saya malas belajar, prestasi saya akan turun; dan lain-lainnya.
Bacaan-bacaan hari ini mengajak kita untuk merenungkan diri kita: bagaimana kita mendengarkan Sabda Allah yang tampak dalam diri Yesus Kristus? Yeremia menegur bangsa Israel akibat kedegilan hati mereka terhadap Sabda Allah yang diwartakan oleh para nabi yang diutus Allah. Allah dikesampingkan dan kepentingan diri sendiri diutamakan. Padahal, Allah ingin menyelamatkan umat-Nya dari belenggu dosa sampai-sampai Ia mengutus Putera-Nya sendiri, Yesus Kristus, untuk mewartakan bahwa “Kerajaan Allah sudah datang” (bdk. Mrk. 1:14) dan umat manusia diundang untuk bertobat dan kembali kepada Allah. Tetapi pewartaan itu sendiri ditolak. Kaum Farisi dan ahli Taurat menganggap Yesus bersekongkol dengan setan. Jelas, di sini sudah terdapat salah-sangka yang timbul dari kedegilan hati dan keras kepala yang tidak mau menerima pewartaan baik Yesus Kristus.
Saudara-saudari terkasih, kita sampai pada permenungan seberapa degilkah hati kita terhadap nasehat Allah? Kedegilan hati kita itu disebabkan oleh keangkuhan diri manusia yang terlalu percaya akan kemampuan diri sendiri dan tidak mengandalkan kekuatan kerahiman Allah. Dalam konteks Tahun Martyria yang dicanangkan keuskupan kita saat ini, hal pertama yang perlu kita butuhkan untuk menjadi saksi Kristus adalah percaya dan mengandalkan kerahiman Allah. Jikalau kita percaya akan kasih Allah, niscaya kitapun juga akan menjadi saksi hidup dengan membagikan hal yang sama kepada sesama di sekitar kita.
Saudara-saudari terkasih, marilah, dalam masa Prapaskah ini, kita diundang untuk percaya dan mengandalkan Allah dengan mendengarkan seruan-Nya, “Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah pada Injil” (bdk. Mrk. 1:14). Dengan percaya dan mengandalkan Allah, kita menjadi rendah hati dan mengakui bahwa kita lemah di hadapan-Nya dan membutuhkan belas kasih-Nya. Pertobatan adalah kembali kepada Allah, percaya, dan mengandalkan-Nya dalam kehidupan kita sebagai manusia. Semoga iman kita semakin diteguhkan oleh kasih Allah yang luar biasa dan mengarahkan kita kepada pertobatan sejati: kembali kepada Allah, percaya akan kerahiman-Nya, dan mengandalkan kekuatan-Nya.
Tuhan, teguhkanlah iman kami, hamba-hamba-Mu, yang degil hatinya ini karena kurang percaya akan kekuatan-Mu. Amin. (Fr. Benediktus Bagus Hanggoro K.)
Ekaristi hari ini: KAMIS PRAPASKAH III, 23 Maret 2017….Klik disini!!