“KEIKHLASAN MENJADI PEMBAWA KERUKUNAN”(Renungan 19 Juni 2017)
Senin, 19 Juni 2017 (Hari Biasa Pekan XI)
Bacaan: 2Kor 6:1-10; Mzm 98:1, 2-3ab, 3cd-4; Mat 5:38-42
KEIKHLASAN MENJADI PEMBAWA KERUKUNAN
Dalam suatu pemberitaan yang dimuat di beberapa surat kabar dan media elektronik sebulan yang lalu, dikemukakan bahwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mencabut gugatan banding yang sebelumnya telah dilayangkan oleh tim kuasa hukumnya kepada Pengadilan Tinggi Jakarta. Alasan Ahok mencabut gugatan banding tersebut sangat menyentuh. Ia tidak ingin Indonesia menjadi kacau-balau hanya karena permasalahan yang sedang dihadapinya. Ahok ikhlas menerima kenyataan bahwa ia dinyatakan bersalah dan harus menjalani hukuman penjara. Menurutnya, lebih baik ia menjalani hukuman penjara sehingga situasi Indonesia kembali tenteram sebagaimana diharapkan daripada ia mengajukan banding dan Indonesia kembali rusuh.
Saudara-saudari terkasih, dua bacaan yang kita dengar hari ini menekankan ‘ikhlas’ sebagai kata kunci. Dalam bacaan pertama, Paulus menggambarkan kegiatan pelayanannya. Situasi-situasi tidak menyenangkan dalam kegiatan pelayanannya ia terima dengan ikhlas hati demi penyebaran iman Kristiani di seluruh dunia. Paulus berjuang untuk ketenteraman dan kedamaian dalam jemaat yang ditujunya. Ia rela menerima perlakuan tidak menyenangkan dari orang-orang yang menentang pewartaannya asalkan Injil dapat diterima oleh jemaat. Sedangkan dalam bacaan Injil, Yesus menganjurkan para pengikut-Nya untuk tidak membalas perbuatan buruk yang ditujukan kepada mereka. Yesus menuntut agar para pengikut-Nya menjadi seseorang yang memberikan pelayanan lebih bagi orang lain dan mengubah perbuatan buruk menjadi perbuatan baik.
Dalam kehidupan sehari-hari, tidak mudah bagi kita untuk menerima kenyataan bahwa kita adalah minoritas dan sering mendapat perlakuan tak menyenangkan dari kelompok mayoritas di lingkungan tempat tinggal kita. Timbul pertanyaan dalam benak kita, “Mengapa kita diperlakukan demikian?” Rasanya memang tidak adil apabila kita harus menerima perlakuan seperti itu. Tetapi pewartaaan Sabda Allah yang kita dengar hari ini dan peristiwa yang dialami Ahok tersebut memberikan suatu inspirasi hidup yang berbeda. Allah mengundang kita untuk mengubah hal yang buruk menjadi baik. Janganlah kita mudah terpancing emosi apabila ada kelompok fanatik tertentu yang menghina dan melecehkan agama yang kita anut. Justru kita perlu bersikap toleran terhadap mereka yang berbeda kepercayaan dan membangun kerukunan melalui perbuatan-perbuatan baik yang kita lakukan.
Kita sedang merayakan Tahun Martyria. Dalam suasana tersebut, kita dipanggil untuk menjadi saksi pembawa kerukunan di tengah-tengah masyarakat kita yang terdiri atas beraneka macam suku, agama, ras, bahasa, dan kebudayaan. Janganlah kita merasa kecil hati karena kita merupakan minoritas di wilayah tempat tinggal kita. Kita perlu membawa perubahan positif dalam masyarakat lingkungan tempat tinggal kita agar terciptalah kerukunan dan perdamaian seperti yang diharapkan oleh Yesus, “supaya mereka menjadi satu.” (Yoh 17:22)
Tuhan, jadikanlah kami pembawa damai dan kerukunan di tengah-tengah masyarakat kami. Amin. (Fr. Benediktus Bagus Hanggoro K.)