Litani Santa Perawan Maria

MariaeLitani Santa Perawan Maria kerap didoakan setelah Rosario. Namun, akhir-akhir ini acap kali dilupakan atau sering dihindari. Cukup beragam alasannya: doanya terlalu panjang, monoton, membosankan. Meskipun begitu kita hendaknya tetap ingat dan menyadari bahwa doa itu merupakan warisan Gereja yang secara turun-temurun diajarkan dan didoakan. Bisa jadi banyak di antara kita kurang memahami doa ini. Maka dalam edisi ini secara berturut-turut akan dibahas Litani Santa Perawan Maria, menyusul doa Rosario yang telah didalami seperlunya pada edisi lalu.

Litani Santa Perawan Maria adalah salah satu di antara enam litani yang secara resmi diterima dalam Gereja Katolik: Litani Para Kudus, Litani Nama Yesus, Litani Hati Kudus, Litani Darah Mulia dan Litani Santo Yusuf. Namun yang paling sering dipakai menyusul doa Rosario adalah Litani Santa Maria, dan dalam Liturgi resmi, seperti Liturgi malam Paskah atau Liturgi Tahbisan adalah Litani Para Kudus.

Doa berbentuk litani (Latin: litania/litaniae) ialah suatu doa yang terdiri atas serangkaian permohonan atau seruan, yang dibawakan oleh seorang pemimpin, lalu oleh para hadirin ditanggapi dengan rumus/seruan yang sama, misalnya: Doakanlah kami, Kasihanilah kami, Dengarkanlah kami, dsb. Cara berdoa semacam itu ditemukan dalam banyak agama, juga pada banyak bangsa. Jauh sebelum Masehi ‘litani’ sudah ada dan dipakai. Maka tidak terlalu mengherankan pada umat Israel, misalnya Mazmur 136, terdapat seruan ulangan: ‘Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setiaNya’. Pada umat Kristen, doa berupa litani sudah ada sejak abad IV, dan sampai sekarang banyak dipakai dalam liturgi, misalnya dalam bentuk seruan doa umat.

Litani Santa Perawan Maria, seperti sekarang ada sudah beredar sejak tahun 1550, meskipun dikemudian hari masih ditambah sedikit. Litani itu dibuka dengan serangkaian seruan: ‘Kasihanilah kami’ kepada Kristus dan Allah Tritunggal (masing-masing Diri Ilahi disebut). Kemudian disusul serangkaian seruan kepada Maria, yang dimintai doanya (Doakanlah kami). Keseluruhan litani ditutup dengan seruan kepada Kristus sebagai Anak Domba Allah. Jadi ada semacam lingkaran. Dengan bertitik tolak Kristus (Tuhan pada awal memang Kristus) melalui Allah Tritunggal dan Maria orang kembali kepada Kristus. Dengan demikian Maria tetap ditempatkan dalam rangka Kristologi dan Soteriologi (karya penyelamatan Allah). Maria tampil sebagai ‘pendoa’, penerima ‘rahmat’ yang mendukung mereka yang berdoa dan menggabungkan diri dengan doa Maria. Maka si pendoa tetap terarah kepada Kristus dan Allah.

Melalui macam-macam julukan Maria disoroti dari pelbagai segi, sebagai Bunda Allah dan Perawan yang unggul. Ciri-corak keibuan dan keperawanan Maria kemudian diperincikan lebih lanjut. Pada akhir litani, dengan julukan ‘Ratu’, Maria disoroti sebagai yang unggul diantara para kudus, termasuk malaikat, baik para kudus Perjanjian Lama (bapa bangsa, nabi) maupun Perjanjian Baru (Rasul, Martir, Pengaku Iman, Perawan).

Marilah mendalami bebe­rapa julukan Maria yang disebut dalam Litani Santa Perawan Maria.

Rosario bersamaDengan julukan Cermin Kekudusan, dimaksudkan bahwa diri Maria bagaikan cermin; yang mencer­minkan, memantulkan, memperlihatkan bagi orang beriman kekudusan, kesucian Allah dalam diri Yesus Kristus yang menguduskan dan menyelamatkan manu­sia. Bagaimana manusia yang seluruhnya kudus berkat tindakan Allah melalui Ye­sus, sepenuhnya tampak pada Maria?

Maria dijuluki juga Takhta Kebijak­sanaan (sedes sapientiae). Orang teringat akan Sir 24:4. Kebijaksanaan ilahi berkata tentang dirinya sendiri bahwa bertahta di atas tiang awan (yang menyertai umat Israel di gurun). Umat Kristen sudah lama (bdk. 1Kor 1:30) menyamakan Kristus dengan Kebijaksanaan Ilahi. Dengan menjadi manusia, Kebijaksanaan Ilahi tidak lagi bertahta di atas tiang awan, tetapi dalam rahim ibu-Nya.

Julukan Bejana Rohani (vas spiri­tuale) menyinggung inkarnasi. Maria mengandung dari Roh Kudus (Mat 1:18) dan dituruni Roh Kudus (Luk 1:35). Jadi berarti: Bejana yang penuh/dipenuhi Roh Kudus. Julukan Bejana kebaktian yang utama kiranya berarti bahwa Maria meru­pakan tempat unggul penyerahan diri, keterarahan diri manusia kepada Allah semata-mata. Maria sepenuh-penuhnya merelakan diri bagi kehendak Allah.

Kalau Maria dipuji sebagai Benteng Daud dan Benteng Gading (turris ebur­neus) orang berpikir kepada Kidung Agung (4:4; 7:4). Di sana pengantin perempuan disebutkan sebagai ‘menara Daud’ dan ‘menara gading’. Sudah lama Kidung Agung ditafsirkan begitu rupa, sehingga pengantin laki-laki disamakan dengan Kristus dan pengantin perempuan dengan Gereja. Dengan menyebut Maria sebagai ‘menara Daud’ dan ‘menara gading’ Litani Santa Perawan Maria melukiskan cin­ta hangat antara Maria dan Kristus, yang berarti juga antara Gereja dan Kris­tus, seperti yang berlangsung antara pe­ngantin laki-laki dan pengantin perem­puan. Julukan Rumah Kencana meng­ingatkan orang pada Bait Allah (bagian terdalam) yang menurut 1Raj 6:20-22 dilapisi dengan emas. Maria yang meng­andung Yesus, Allah dan manusia, mirip dengan bagian terdalam Bait Allah itu, tempat Allah dianggap hadir di tengah-tengah umat-Nya.

Maria pun disebut Pintu Surga. Arti­nya tempat Allah ‘keluar dari surga’ untuk mendekati manusia. Serentak ‘Pintu Surga’ itu tempat manusia dapat ‘masuk surga’ berkat Anak Maria. Dengan tampil­nya Maria di muka bumi dalam sejarah penye­lamatan untuk menjadi ibu Yesus, Sang Juruselamat, fajar penyelamatan menying­sing (bdk. Luk 1:79). Maka Litani menju­luki Maria sebagai Bintang Timur (Kejo­ra). Sebab bintang itu (Venus) me­mang tampil di ufuk sebelum matahari terbit.

Kalau Maria juga disebutkan sebagai Bunga Mawar yang Ajaib (Rosa Mystica) dalam rangkaian julukan kepada Maria yang mengandung Yesus, maka orang teringat akan suatu lagu terkenal yang mengartikan Yes 11:1 begitu rupa sehingga mengenai Maria, ibu Yesus. Bunyi ayat Yesaya tersebut sebagai berikut: Suatu tunas akan keluar dari tunggul Isai dan taruk yang akan tumbuh dari pangkalnya akan berbuah. ‘Tunas’ (keturunan baru dari Isai, ayah Daud) serta ‘Taruk’ diartikan sebagai Maria yang menghasilkan Yesus sebagai buah. Tunggul pohon mawar, yang secara ajaib mulai bersemi dan berbunga, mirip dengan tongkat Harun dahulu (Bil 17:8). Dalam tradisi, Anna, ibunda Maria, memang mandul dan secara ajaib meng­andung Maria; sedangkan Maria sebagai perawan ‘berbuah’ Yesus. Pokok mawar yang ajaib.

Akhirnya, Maria masih dijuluki Per­lindungan Orang Berdosa (refu­gium peccatorum). Orang berdosa yang dalam doanya bergabung dengan kasih Maria, tentu saja tidak terkena murka Allah. Kalau Litani dianalisis sedikit, kenta­ralah betapa Kristosentrik seluruh doa kepada Maria itu. Maria terus disoroti dalam relasinya dengan Kristus, sehingga Maria tidak dapat tidak meng­antar orang yang berdoa sampai kepada Kristus dan kepada Allah Tritunggal, seba­gai­mana dengan tegas ditonjolkan dalam pembu­kaan Litani itu. Maka doa penutup pada Litani pun langsung tertuju pada Allah sendiri sebagai berikut: Ya Allah, kami hamba-Mu berdoa kepada-Mu, semoga oleh belas kasih-Mu kami mem­per­oleh keselamatan badan dan jiwa, serta karena doa Santa Perawan Maria, kami terhindar dari kesusahan du­nia ini dan dapat mera­sakan kebaha­gia­an kekal di surga. Dengan pengantaraan Kris­tus, Tuhan kami. Amin.

Demikianlah, dengan memahami julukan-julukan Maria seperti terdapat da­lam Litani Santa Perawan Maria, kita ber­ha­rap doa itu tidak makin dihindari tetapi makin digemari oleh umat, dan pada gilirannya ma­kin mendekatkan pada Yesus Kristus serta mendatangkan rahmat ber­limpah. ***

Tinggalkan Balasan