Membungkukkan Badan Syahadat
Membungkukkan badan ketika mengucapkan, ‘Yang dikandung dari Roh Kudus, dilahirkan oleh Perawan Maria’, pada Syahadat Singkat, atau ketika mengucapkan, ‘Ia dikandung dari Roh Kudus dilahirkan oleh Perawan Maria dan menjadi manusia’, pada Syahadat Nikea-Konstantinopel (Syahadat Panjang). Khusus pada hari Raya Natal, kalimat yang biasanya dicetak miring itu, diucapkan sambil berlutut (lihat Buku TPE untuk Imam, halaman 33 dan 34). Sikap membungkukkan badan atau berlutut itu adalah ungkapan hormat dan syukur mengenangkan penjelmaan Tuhan menjadi manusia.
Sikap membungkukkan badan atau berlutut pada momen ini sering kurang diperhatikan. Pada umumnya umat belum membungkukkan badan, dan pada hari raya Natal pun umat di banyak tempat belum berlutut, sebagaimana dianjurkan oleh TPE yang baru. Bisa dimengerti jika umat belum terbiasa membungkukkan badan, apalagi berlutut ketika mengucapkan kalimat yang dicetak miring itu, sebab praktik itu termasuk baru, terutama sejak diberlakukan TPE 2005. Meskipun begitu, kita sekalian sebaiknya melakukannya/mempraktikkannya, sebab hal itu merupakan tata gerak dalam berliturgi yang baik dan benar, serta terkandung makna yang luhur. Ada baiknya para gembala umat, terutama Imam yang memimpin perayaan Ekaristi senantiasa mengingatkan umat agar mengindahkan tata gerak itu serta memberikan contoh pada waktu pelaksanaannya. Para pengurus umat pun dapat mengingatkan saudara-saudari seiman melalui percakapan-percakapan informal atau melalui pertemuan-pertemuan di lingkungan atau rayon. Selain itu umat sekalian hendaknya mengindahkan dan melaksanakan secara tertib dan khidmat setiap anjuran dan perubahan lebih-lebih yang menyangkut tata gerak dan doa dalam perayaan liturgi kita.