MENANTIKAN KEDATANGAN TUHAN (Renungan MINGGU ADVEN I, 27 November 2016)
MENANTIKAN KEDATANGAN TUHAN
Hari Minggu Adven I (27 November 2016)
Yes 2:1-5; Rm 13:11-14a; Mat 24:37-44
KATA LATIN “adventus” dalam bahasa Indonesia berarti kedatangan. Pada zaman dahulu adven pernah dipakai untuk Hari Raya Natal, yakni hari kedatangan Tuhan di dunia ini. Tetapi kemudian, kata “adven” dipakai untuk masa sebelum perayaan kelahiran Yesus, masa persiapan menyambut hari Natal, kedatangan Tuhan. Mungkin dalam hati kita timbul pertanyaan, bagaimana mungkin kita menantikan kedatangan Tuhan Yesus, sementara kita tahu bahwa Ia telah datang? Dalam masa Adven ini kita tidak menantikan kedangan Tuhan yang pertama, juga tidak secara khusus kedatangan yang kedua. Kita menantikan Tuhan, setiap saat sama seperti kita setiap hari berdoa, “Datanglah kerajaan-Mu…”
Tuhan telah datang (dahulu), Tuhan tetap datang (sekarang), dan Tuhan tetap akan datang (kelak). Dalam adven kita mohon iman dan harapan baru agar di zaman ini Tuhan “melakukan mukjizat di antara kita”. Bila Ia datang kelak, akan menjadi nyata arti kedatangan-Nya dahulu dan Ia tetap ada dalam diri kita sekarang. Maka harapan kita tidak pertama-tama diarahkan kepada kedatangan-Nya kelak, melainkan kepada karya-Nya sekarang dalam hidup setiap hari. Kita berharap bahwa Tuhan tetap berkarya dan meneruskan karya keselamatan-Nya dalam umat-Nya.
Kita sadar bahwa keselamatan masih merupakan pengharapan. Dari bacaan pertama hari ini, kita belajar dari Nabi Yesaya tentang pandangannya mengenai Yehuda dan Yerusalem. Pada waktu itu segala bangsa akan berduyun-duyun ke gunung tempat berdiri rumah Tuhan. Berkumpulnya mereka pada gunung Tuhan akan membawa kedamaian besar. Mereka menempa pedang-pedang menjadi mata bajak dan tombak-tombak menjadi pisau pemangkas, alat perang menjadi alat pembangunan. Oleh karena itu bangsa yang satu tidak lagi mengangkat pedang bagi bangsa yang lain; dan mereka tidak lagi mengadakan latihan perang. Sebaliknya semua berjalan dalam terang Tuhan.
Kita yakin bahwa kedamaian Tuhan itu dibawa oleh Kristus, “Damai di bumi di antara manusia yang berkenan kepada Allah” (Luk 2:14). Tetapi kita tahu juga bahwa sampai hari ini masih banyak teror dan perang, tidak hanya dengan pedang dan tombak, tetapi dengan meriam, roket dan bom bunuh diri. Apakah damai Kristus lain daripada yang dibicarakan oleh nabi Yesaya? Hendaklah kita membaca Injil dengan seksama. Injil tidak berkata: berbahagialah orang yang menikmati kedamaian di dunia ini. Yang dinyatakan bahagia adalah “orang yang membawa damai” (Mat 5:9). Yakni orang yang membuat damai Kristus menjadi kenyataan di dalam dunia. Orang yang ikut berjuang untuk kedamaian, mampu mengubah dunia, mempertemukan mereka yang jauh dan menghubungkan yang tidak lagi saling mengenal.
Segala bangsa akan berduyun-duyun ke gunung Tuhan. Semua orang bertemu dalam Kristus. Kita boleh berharap bahwa Tuhan akan menyelesaikan karya-Nya. Sebab Gereja disebut benih dan permulaan Kerajaan Allah di dunia. Di dalam Gereja Allah berkarya, mengumpulkan orang di dalam Kristus. Gereja adalah “komunikasi iman”. Oleh iman orang dipersatukan dengan Kristus, dan sekaligus dihubungkan satu dengan yang lain. Kesatuan itu pertama-tama adalah hubungan antara orang perorangan. Tetapi kemudian kelompok orang-orang itu berkomunikasi dengan kelompok-kelompok yang lain. Dengan demikian terbentuklah Gereja paroki, Gereja keuskupan, dan akhirnya Gereja Universal dengan Paus sebagai pemersatunya. Proses pemersatuan ini tidak berhenti di situ saja, melainkan ingin mengikut-sertakan semua orang lain, sebagai satu gerakan pemersatuan yang dipelopori oleh umat Allah, menuju Tuhan.
Liturgi Hari ini: MINGGU ADVEN I, 27 November 2016…. Klik di sini!!