MENGASIHI BERARTI MELAYANI (Renungan KAMIS PUTIH, 13 April 2017)
MENGASIHI BERARTI MELAYANI
Hari Kamis Putih (13 April 2017)
Kel 12:1-8,11-14; 1Kor 11:23-26;
Yoh 13:1-15
HARI RAYA Kamis Putih mengingatkan kita pada peristiwa penting di hari-hari terakhir hidup Yesus Kristus, yakni pada Perjamuan Malam Terakhir yang penuh kenangan itu. Pada perjamuan itu, Yesus membasuh kaki para rasul, mempersilahkan Yudas untuk melaksanakan rencana jahatnya, dan menyerahkan Diri-Nya kepada para rasul dalam bentuk roti dan anggur.
Untuk memahami makna yang terdalam dari peristiwa itulah kita mendengarkan tiga bacaan yang saling berkaitan ini. Bacaan pertama mengingatkan kita pada perjamuan malam di rumah-rumah orang-orang Yahudi yang kala itu sedang menjadi budak di Mesir, menjelang pembebasan oleh Yahwe di bawah pimpinan Musa. Bacaan Injil mengisahkan cara Yesus berpamitan di hadapan para rasul, dalam sebuah perjamuan malam istimewa. Akhirnya, bacaan dari Surat Paulus Kepada Umat di Korintus menyadarkan kita tentang pentingnya perjamuan Ekaristi sebagai kenangan sakramental akan perjamuan penuh makna itu.
Sejak pembebasan dari Mesir, orang-orang Yahudi memperingati peristiwa penuh makna itu dengan perayaan Paskah Yahudi. Seperti dulu mereka mempersiapkan keberangkatan dari negeri Mesir dalam bentuk perjamuan malam, begitu pula setiap tahun, pada Perayaan Paskah, mereka mengadakan perjamuan makan Paskah. Dengan berbuat demikian, mereka setiap kali mengucapkan syukur yang tak terhingga atas perbuatan Allah yang hebat itu, mereka mengenangkan peristiwa yang telah dilakukan oleh Yesus bagi hamba-Nya. Mereka tahu tanpa bantuan Yahwe tidak mungkinlah ada pembebasan. Bukankah mereka itu hanya budak-budak yang penuh kehinaan? Apa daya mereka itu menghadapi prajutit-prajurit Firaun yang begitu lengkap bersenjata dan begitu terlatih untuk menjaga keamanan negeri Mesir?
Sebagai orang Yahudi, Yesus dan para rasul juga sedang merasakan suasana menjelang Hari Raya Paskah Yahudi. Karena itu di sekitar hari-hari itu mereka pun sudah berada di sekitar Yerusalem. Walaupun demikian, perasaan Yesus pribadi toh lain daripada yang lain. Ia merasa tegang dan gelisah. Ia merasa, bahkan tahu, bahwa akhir hidup-Nya sudah dekat. Suatu akhir hidup yang sungguh mengerikan. Mengapa begitu? Sebab Ia tahu benar, apa konsekuensi yang harus ditanggung-Nya, bila para pemimpin Yahudi tahu bahwa Ia mengakui diri sebagai Mesias. Pengakuan-Nya yang jujur itu pastilah akan dinilai sebagai menghojat Allah, sebab mereka tidak percaya akan pengakuan itu. Padahal menurut peraturan agama yang berlaku saat itu, siapa yang menghojat Allah haruslah dihukum mati di kayu salib.
Ketegangan itu lebih terasa dengan kehadiran Yudas di tengah-tengah para rasul lainnya. Yesus merasakan kehadiran rasul pengkhianat itu sebagai sesuatu yang aneh, penuh kelicikan. Karena itulah Yesus berterus-terang, walaupun tetap melalui sindiran yang amat halus dan tersamar, mempersilahkan Yudas untuk melaksanakan maksudnya. Terhadap para rasul yang lain Yesus bersikap penuh simpati dan kasih sayang. Sikap itu ditunjukkan melalui suatu tindakan simbolis yang mengejutkan semua rasul-Nya, yakni dengan membasuh kaki mereka. Bagaimana mungkin hal sehina ini Ia lakukan? Bukankah pembasuhan kaki hanya dilakukan seorang budak terhadap tuannya? Sekarang perbuatan itu dilakukan oleh seorang guru kepada para murid-Nya?
Hal itu dilakukan sebagai teladan cinta-kasih yang dalam. Teladan itu makin tampak dengan sabda-Nya, bahwa dalam rupa roti dan anggur Ia menyerahkan tubuh dan darah-Nya sendiri. Ia juga menjanjikan, setiap kali perjamuan seperti itu mereka laksanakan lagi, setiap kali itu pula mereka akan mengenang cintakasih-Nya yang tak terhingga itu. Bagaimana kita sekarang? Sejauh mana kita tekun dan terlibat dalam perayaan Ekaristi? Bukankah dengan ambil bagian dalam perayaan Ekatristi itu kita mengenang lagi cinta kasih-Nya? Bukankah dengan mengenang cinta kasih-Nya kita bersatu lagi dengan-Nya, dengan tubuh dan darah-Nya?
EKARISTI HARI INI: KAMIS PUTIH, 13 April 2017 (Mengenangkan Perjamuan Tuhan)…. Klik disini!!