Mengenakan Pakaian Putih: Renungan Minggu 1 November 2015
MENGENAKAN PAKAIAN PUTIH
Hari Raya Semua Orang Kudus
(1 November 2015)
Why 7:2-4,9-14; 1Yoh 3:1-3, Mat 5:1-12a
HARI INI Gereja merayakan pesta Semua Orang Kudus. Mereka semua diberi gelar “orang kudus” telah hidup berbahagia, bersatu dengan Tuhan. Mereka kini hidup dalam kemuliaan abadi, setelah berhasil “menang” dalam perjuangan hidup di dunia ini. Banyak orang Kristen yang karena bersatu dengan Yesus, mereka mengalami penderitaan. Namun penganiayaan besar yang mereka alami, yang dilukiskan dalam Wahyu, menandakan akan datangnya saat akhir, orang-orang yang berjubah putih tadi bukan hanya para martir, melainkan semua orang Kristen yang telah berjuang dengan gigih dalam hidup mereka, dan setia sampai akhir atas iman mereka. Pakaian putih melambangkan kebahagiaan surgawi. Pakaian putih bukan merupakan hasil yang mereka peroleh, tetapi syarat untuk masuk ke sana. Pakaian putih juga merupakan simbol atau gambaran kehidupan moral di dunia ini yang harus dijaga dengan sebaik mungkin.
Bacaan kedua hari ini mengingatkan semua orang kristiani akan besar karunia yang telah diterima dari Tuhan, yaitu diangkat menjadi anak-anak Allah. Selanjutnya dijelaskan, kendati belum tahu keadaan kelak, namun yang pasti orang beriman akan mengalami kemuliaan seperti Kristus yang sekarang sudah dimuliakan di surga. Para pengikut-Nya akan bertemu dan melihat Kristus, yang tidak pernah dilihat dan dijumpainya secara jasmaniah. Kapankah ini terjadi? Pada saat Kristus menampakkan kemuliaan-Nya pada akhir zaman. Jalan kesucianlah syarat utama bisa melihat kemuliaan bersama Yesus. Maka, kita mesti menjaga kesucian hidup, tidak boleh bermain dengan dosa agar bisa merasakan kemuliaan itu. Kesucian menuju kemuliaan ini harus diperjuangkan dan tidak datang dengan sendirinya.
Bacaan Injil hari ini bagian dari Injil Matius yang disebut Khotbah di Bukit. Seperti halnya Allah dahulu memberikan petunjuk-petunjuk kepada umat Israel dari Bukit Sinai – yang dikenal dengan “Sepuluh Perintah Allah”, sekarang Yesus juga naik ke atas bukit dan menyampaikan ajaran-Nya kepada para murid. Nasihat-nasihat Yesus itu disebut dengan: “Sabda Bahagia”.
Yang dimaksud dengan miskin di hadapan Allah adalah orang-orang yang termasuk kaum miskin, atau kelas sosial yang rendah, sebab memang mereka tidak punya apa-apa yang dibanggakan. Manusia diberkati Tuhan bukan karena kemiskinannya, tetapi dari cara menghayati keadaannya. Bisa saja seseorang miskin (harta), tetapi bersikap sombong, angkuh, materialistis. Kemiskinan lebih menyangkut sikap dan cara hidup manusia di hadapan Allah. Di masyarakat jamak terjadi, orang yang lemah lembut dan suka damai malah dikatakan sebagai orang penakut atau banci. Orang yang dianiaya karena keyakinan agamanya dianggap sebagai orang yang sial atau konyol hidupnya. Bila kutipan ini kita hubungkan dengan pesta hari ini, kita bisa membayangkan orang-orang kudus tadi sudah hidup dan berjuang untuk melaksanakan kotbah di Bukit, mempertaruhkan hidupnya untuk melaksanakan kehendak Allah dengan pengurbanan dan penderitaan hidup ini.