MENGHIDUPI KERAHIMAN ILAHI (Majalah Gema Edisi September 2016)
Saudara-saudari pembaca Gema yang terkasih!
Paus Fransiskus, melalui Bulla (surat ketetapan) yang berjudul “Misericordiae Vultus” atau “Wajah Kerahiman,” telah menetapkan tahun 2016 sebagai tahun Yubileum Kerahiman Ilahi. “Bermurah hati seperti Bapa” merupakan tema yang dipilih oleh Paus untuk mengundang seluruh umat beriman mengikuti teladan Bapa yang bermurah hati kepada semua orang. Seperti matahari terbit untuk orang yang baik dan yang jahat, demikianlah Paus mengundang kita untuk menghidupi kerahiman ilahi dalam kehidupan sehari-hari: bukan hanya tidak menghakimi atau menghukum tetapi mengampuni tanpa batas serta memberi kasih kepada semua orang.
Untuk mengisi tahun Kerahiman Ilahi ini, Paus telah menetapkan beberapa kegiatan, seperti membuka pintu kerahiman, 24 jam bersama Tuhan, berdoa, berziarah dan mengunjungi gereja-gereja serta perayaan-perayaan sakramen. Di sisi lain, sebelum ditetapkannya Tahun Kerahiman Ilahi, kita sudah mengenal devosi Kerahiman Ilahi. Para devosan Kerahiman Ilahi merupakan contoh yang mengabdikan diri mereka kepada Kerahiman Ilahi.
Devosi Kerahiman Ilahi adalah pengabdian total kepada Allah yang Maharahim, melalui keputusan untuk percaya penuh kepada-Nya, untuk menerima belas kasih-Nya dengan ucapan syukur dan untuk berbelas kasih kepada sesama, sebab Allah penuh belas kasih. Bentuk Devosi Kerahiman Ilahi ini didasarkan pada catatan-catatan St. Faustina Kowalska, seorang biarawati Polandia tidak terpelajar, yang dalam ketaatan kepada pembimbing rohaninya, menuliskan penampakan-penampakan yang dianugerahkan kepadanya mengenai kerahiman Allah.
Edisi GEMA bulan ini, dalam tema “Menghidupi Kerahiman Ilahi”, menyajikan kepada pembaca bagaimana para devosan Kerahiman Ilahi yang sudah mulai menyebar di keuskupan kita menghidupi Kerahiman Ilahi di dalam doa dan kehidupan sehari-hari. Beberapa tokoh dan kegiatan yang ditampilkan semoga dapat menghantar kita kepada kesadaran untuk bermurah hati seperti Bapa.
Selamat membaca!
Sekilas Devosi Kerahiman Ilahi
Devosi Kerahiman Ilahi adalah pengabdian total kepada Allah yang Maharahim; keputusan untuk percaya penuh kepada-Nya, menerima belas kasih-Nya dengan ucapan syukur dan berbelas kasih kepada sesama.
Bentuk devosi ini didasarkan pada catatan-catatan St. Maria Faustina Kowalska (1905-1938), biarawati asal Polandia dari Kongregasi Suster-suster Santa Perawan Maria Berbelas Kasih, yang dalam ketaatan kepada pembimbing rohaninya, menuliskan sebuah buku catatan harian setebal sekitar 600 halaman, Diary: Divine Mercy in My Soul (Terjemahan: Buku Harian: Kerahiman Ilahi dalam Jiwaku).
St. Faustina mencatat penampakan-penampakan yang dianugerahkan kepadanya mengenai kerahiman Allah. Sebelum wafatnya (1938), devosi ini telah mulai disebarluaskan. Pengabdian menekankan pada penghormatan gambar Kerahiman Ilahi yang dilaporkan Faustina sebagai penampakan Tuhan Yesus ketika ia sedang berada di biaranya. Gambar ini (di samping – Red) ditampilkan dan dihormati oleh umat Katolik; secara kudus dan khusus diberkati pada Minggu Kerahiman Ilahi. Devosi ini meliputi doa khusus seperti Koronka Kerahiman Ilahi.
Pesan utama Kerahiman Ilahi adalah Allah mengasihi semuanya, tak peduli betapa berat dosa kita. Tuhan ingin kita tahu bahwa belas kasih-Nya jauh lebih besar daripada segala dosa; Tuhan mengundang kita untuk datang kepada-Nya dengan penuh kepercayaan, menerima belas kasih-Nya dan membiarkannya mengalir melalui kita kepada sesama. Dengan demikian segenap umat manusia akan ikut ambil bagian dalam sukacita-Nya.
“ABC” Kerahiman Ilahi
Ask for His Mercy ~ Mohon Belas Kasih Allah. Tuhan menghendaki kita datang kepada-Nya dalam doa secara terus-menerus, menyesali dosa-dosa dan mohon kepada-Nya untuk mencurahkan belas kasih-Nya atas kita dan atas dunia. Be Merciful ~ Berbelas Kasih kepada sesama. Tuhan menghendaki kita menerima belas kasih-Nya dan membiarkannya mengalir kepada sesama. Tuhan menghendaki kita memperluas kasih dan pengampunan kepada sesama seperti yang Ia lakukan kepada kita. Completely Trust ~ Percaya Penuh kepada-Nya. Tuhan ingin kita tahu bahwa aneka rahmat belas kasih-Nya tergantung pada besarnya kepercayaan kita. Semakin kita percaya kepada-Nya, semakin berlimpah rahmat yang kita terima.
Gereja mengajarkan, Allah penuh belas kasih dan pengampunan, sehingga kita pun harus menunjukkan belas kasih dan pengampunan kepada sesama. Pesan ini diserukan lebih kuat dan tegas; serta mendalam bahwa kasih Allah tak terbatas dan tersedia bagi setiap orang – teristimewa mereka yang berdosa. Catatan-catatan St. Faustina merupakan sumber pesan dan devosi kepada Kerahiman Ilahi. Selama masa perang (1939-1945), devosi ini berkembang pesat, teristimewa karena umat di Polandia dan Lithuania yang menderita berpaling kepada Juruselamat yang berbelas kasih sebagai sumber penghiburan dan pengharapan. Pada tahun 1958-1959, nubuat St. Faustina mengenai adanya hambatan dalam karya Kerahiman Ilahi mulai digenapi.
Akibat banyaknya kekeliruan dalam terjemahan Buku Catatan Harian St. Faustina yang disampaikan ke Takhta Suci, sementara situasi politik di Polandia selama dan sesudah masa perang menyulitkan Gereja melakukan verifikasi atas keotentikan catatan-catatan St. Faustina. Tanggal 6 Maret 1959, Vatikan mengeluarkan keputusan melarang disebarluaskannya devosi ini dalam bentuk seperti yang diajarkan dalam tulisan-tulisan St. Faustina. Namun, larangan tersebut kemudian sepenuhnya dicabut; setelah adanya campur tangan Uskup Agung Krakow, Kardinal Karol Wojtyla (1978). Melalui daya upaya beliau, suatu proses informatif sehubungan dengan kehidupan dan keutamaan Sr. Faustina dimulai (1965). Hasilnya yang gemilang menghantar pada dibukanya proses beatifikasi Sr. Faustina. Dalam surat “Notifikasi” tertanggal 15 April 1978, Kongregasi Kudus untuk Ajaran Iman, setelah meninjau kembali berbagai dokumen asli yang tak tersedia pada tahun 1959, merevisi keputusan sebelumnya dan memaklumkan larangan yang dibuat pada tahun 1959 “tidak berlaku lagi”. Enam bulan berselang, Kardinal Karol Wojtyla dipilih menjadi Paus Yohanes Paulus II.
Devosi Kerahiman Ilahi seperti dinyatakan Tuhan melalui St. Faustina – dianugerahkan kepada kita sebagai “sarana belas kasih” Allah yang dicurahkan atas dunia. Devosi ini tidak cukup dengan menggantungkan lukisan kerahiman di rumah, mendaraskan Koronka setiap hari setiap pukul tiga siang, dan menerima Komuni Kudus pada hari Minggu pertama sesudah Paskah. Kita juga harus menunjukkan belas kasih kepada sesama. Mengamalkan belas kasih bukan pilihan, melainkan suatu keharusan! “Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.” (Mat 5:16)
Tiga Tingkatan Belas Kasih Dalam Devosi Kerahiman Ilahi: perbuatan belas kasih, ucapan belas kasih – bila tidak dapat mewujudkannya, dan doa. Kita dipanggil untuk mengamalkan tiga tingkatan belas kasih ini, tetapi tidak semua kita dipanggil dengan cara yang sama. Kita perlu bertanya kepada Tuhan, yang memahami pribadi dan situasi kita masing-masing yang unik, untuk menolong kita mengenali cara yang kita pakai untuk menyatakan belas kasih-Nya.
Karya belas kasih kepada sesama dapat bersifat jasmani maupun rohani. Karya-karya belas kasih jasmani misalnya: memberi makan kepada yang lapar, memberi minum kepada yang haus, memberi tumpangan kepada tunawisma, mengenakan pakaian kepada yang telanjang, mengunjungi orang miskin, mengunjungi orang tahanan, menguburkan orang mati. Karya-karya belas kasih rohani, misalnya: mengajar, memberi nasehat, menghibur, membesarkan hati, mengampuni, menanggung dengan sabar hati, mendoakan mereka yang hidup dan mati. Devosi Kerahiman Ilahi dapat dipraktekkan dengan: (1) menghormati lukisan Kerahiman Ilahi, (2) mendaraskan Koronka Kerahiman Ilahi, (3) merayakan Minggu Kerahiman Ilahi, (4) mendoakan Jam Kerahiman Ilahi, (5) menyebarluaskan Devosi Kerahiman Ilahi. (ist)
Merasakan Nikmatnya Kasih dan Kerahiman Ilahi
Marcus Salamanang
Devosan dan Anggota Komunitas Kerahiman Ilahi Paroki St. Maria A Fatima, Pekanbaru.
Saya mengenal Devosi Kerahiman Ilahi sekitar delapan atau sembilan tahun yang lalu. Seluk beluk devosi ini saya ketahui tatkala mengikuti sosialisasi di Paroki St. Fransiskus Assisi, Padangbaru. Seingat saya, sosialisasi devosi Kerahiman Ilahi ini lebih dulu dilaksanakan di Padangbaru, ketimbang di Paroki Katedral St. Theresia dari Kanak-kanak Yesus, Padang. Saya tertarik dengan devosi ini dan ingin tahu lebih mendalam dengan membolak-balik, membaca buku (harian) tulisan Santa Faustina.
Saya semakin tertarik dan menekuni devosi ini. Saya pun memiliki kebiasaan baru hingga saat sekarang yang tidak pernah saya lakukan sebelumnya. Setiap pukul 15.00 WIB, saya ‘membenamkan diri’ untuk berdoa Kerahiman Ilahi. Waktu tersebut dipandang sebagai saat penuh kerahiman, karena di saat itulah Tuhan Yesus wafat di kayu Salib. Saya pun merasa yakin dengan pesan-pesan Tuhan Yesus Kristus yang disampaikan kepada St. Faustina, khususnya berkaitan dengan kerahiman Ilahi. Doa Kerahiman menurut saya sungguh sakral, sama seperti Doa Bapa Kami, yang diajarkan Yesus Kristus.
Sewaktu masih berdomisili di Paroki Katedral Padang, saya bergabung dalam Komunitas Kerahiman Ilahi. Berhubung istri sakit-sakitan, saya tidak bisa penuh mengikuti kegiatan komunitas ini. Meskipun demikian, secara pribadi saya terus berdoa Koronka di rumah, sepulang dari kantor. Sepeninggal istri, bulan Oktober 2015, saya pindah domisili ke Pekanbaru, saya bergabung dalam Komunitas Kerahiman Ilahi Paroki St. Maria A Fatima, Pekanbaru. Sebagai devosan Kerahiman Ilahi saya merasakan manfaat dari devosi ini. Saya merasakan perubahan dalam hidup saya, terutama dalam hal rohani. Selain berdoa Kerahiman Ilahi setiap pukul tiga sore, saya juga membiasakan diri berdoa Angelus (Malaikat Tuhan), setiap pukul enam pagi, dua belas siang, dan enam petang. Untuk membantu daya ingat, agar tidak lupa akan waktu-waktu doa tersebut, saya menyetel alarm di telepon genggam saya.
Setiap berdoa pukul tiga sore, saya menghentikan semua aktivitas untuk berdoa Kerahiman Ilahi. Saat saya masih bekerja, teman-teman di kantor tahu dan tidak ‘mengganggu’ saya; bahkan terkadang meskipun tidak ikut berdoa teman sekantor mengingatkan saya untuk berdoa pada jam kerahiman. Anak saya pun demikian. Saya merasakan kebahagiaan tersendiri dan merasa lepas dari sesuatu. Dalam dan melalui doa ini, sebagai manusia yang penuh kedosaan, saya memohon belaskasih Tuhan supaya dibebaskan dari murka Allah. Pada saat khusus, punya niat atau ujud tertentu, saya berdoa Novena Kerahiman Ilahi. Contohnya, saat anak bungsu saya berniat menyambung pendidikan strata dua (S2), saya bernovena memohon kerahiman dan belaskasih Ilahi agar niat tersebut dikabulkan. Puji Tuhan, ujud doa tersebut terkabulkan, sebab bagi saya kalau berdoa dengan sungguh-sungguh akan sangat besar pengaruhnya.
Devosi Kerahiman Ilahi ini juga berpengaruh besar dalam kehidupan rumah tangga kami. Saya merasa dikuatkan manakala mendampingi istri yang sekian tahun sakit. Melalui devosi ini, saya tidak pertama-tama memohon supaya ada pembebasan dan kesembuhan istri saya dari penyakit komplikasi yang dideritanya, namun yang terpenting adalah pembebasannya dari segala dosa. Saya yakin, dengan devosi ini, Allah – sumber kerahiman – akan memberikan pengampunan bagi jiwa istri saya, tatkala meninggal dunia di RS Santa Maria Pekanbaru, 10 Oktober 2015. Sebelumnya, pastor moderator Komunitas Kerahiman Ilahi telah memberikan Sakramen Perminyakan. Saya yakin, istri berbahagia di surga.
Pengalaman saya berdevosi selama ini telah memancing ketertarikan anak saya untuk melakukan hal yang sama. Ia melihat saya menyukai dan menyenangi devosi ini. Semasa hidupnya, istri saya pun kerap diajak berdoa Koronka di rumah, karena kondisi fisiknya tidak sehat. Sebelum tidur malam, saya menyediakan waktu berdoa di depan gambar Kerahiman Ilahi dan meletakkan tangan pada gambar lambung Tuhan Yesus yang mengeluarkan darah dan air.
Besarnya Pengaruh Devosi
Yos Laurensius Sembiring Meliala
Warga Stasi DU-Kilan, Paroki St. Theresia, Air Molek, Riau)/
Olahan hasil wawancara.
Saya tahu tentang Devosi Kerahiman Ilahi lewat media sosial, akun Fans Iman Katolik di facebook. Seiring dengan perayaan Yubelium Luar Biasa Kerahiman Ilahi yang dicanangkan Bapa Suci Paus Fransiskus, kata Kerahiman Ilahi semakin sering saya dengar. Saya pun penasaran, lalu mencari jawabnya dari internet. Saya melakukan devosi pribadi ini sejak awal Februari 2016. Saya hanyalah devosan biasa, kehidupan doa saya pun biasa-biasa saja. Sebagai umat Paroki St. Theresia, Air Molek, Riau, saya merasa belum pernah memperoleh informasi tentang devosi dan aktivitasnya di paroki kami. Apakah karena saya tinggal di Stasi DU-Kilan, stasi kecil kira-kira dua jam perjalanan arah selatan dari pusat paroki Air Molek. Yang saya tahu di stasi kami, umat Katolik hanya mengenal Doa Rosario, belum pernah mendoakan rosario Koronka. Hingga sekarang, belum ada sesama umat Katolik yang mengajak saya berdevosi Kerahiman Ilahi, tetapi inisiatif sendiri saya berdevosi pribadi. Karena terus penasaran, saya berupaya mendapatkan buku yang berisi catatan harian St. Faustina. Setelah saya baca, saya mengagumi santa ini karena kehidupan doanya patut diteladani. Saya menindaklanjuti dengan berdevosi pribadi, menggunakan panduan Kerahiman Ilahi – sebagaimana tertera dalam informasi Google.
Berdoa Koronka, sebagai salah satu devosi Kerahiman Ilahi, saya lakukan menjelang tidur malam. Sebagai devosan baru, saya akui masih kerap “absen”. Meskipun demikian, bagi saya, doa ini sangat indah dan menyejukkan hati, kita diajak merasakan kerahiman Allah. Walaupun tidak sempurna dan tidak lengkap melaksanakan devosi ini, saya merasakan sangat berdampak bagi kehidupan. Saya merasa lebih tenang dan teduh, walaupun sedang galau saya tidak patah semangat, sebaliknya justru bisa merasakan kehadiran Tuhan lewat berbagai pengalaman hidup itu. Saya belajar terus untuk merasakan bahwa Tuhan itu sungguh maha baik!
Devosi ini Menyejukkan
Sylviana Margono
Bendahara Komunitas Kerahiman Ilahi Paroki Katedral St. Theresia
dari Kanak-kanak Yesus, Padang.
Saya bergabung dalam Komunitas Kerahiman Ilahi Paroki Katedral St. Theresia dari Kanak-kanak Yesus, Padang pasca gempa 30 September 2009. Gempa dan dampaknya membuat saya kalut, galau, takut, stres, dan hidup dalam kecemasan. Warung saya kerap tutup, khawatir ‘goyangan’ gempa berulang. Sebelumnya, saya sama sekali tidak mengenal Devosi Kerahiman Ilahi.
Kedatangan P. Augustinus Yew, OFMCap ke Padang untuk menyampaikan hal-ikhwal Devosi Kerahiman Ilahi sungguh menyejukkan hati, menenteramkan batin, memberikan hiburan dan kegembiraan di saat kecemasan hidup saya. Saya pun tertarik dan terus mengikuti devosi ini. Saya terpanggil berdoa lebih khusuk, menerima Sakramen Tobat.
Suatu ketika, dalam satu sesi retret di Brastagi, Sumatera Utara, peserta diajak membayangkan setelah meninggal dunia. Ini menjadi suatu hal yang berkesan bagi saya. Kini, saya lebih bersemangat dan lebih terdorong untuk hidup berkomunitas. Setiap Kamis malam, saya selalu mengikuti kegiatan Komunitas Kerahiman Ilahi. Di komunitas ini saya sebagai bendahara. Walaupun umur saya ‘berkepala’ enam, saya ikut serta dalam mensosialisasikan devosi ini sampai ke Sawahlunto, Padangpanjang, Bukittinggi, Payakumbuh, dan Sungaipenuh.
Menjadi bagian dari Komunitas Kerahiman Ilahi, saya merasakan indahnya hidup bersama. Saya dan teman-teman saling menguatkan. Dalam pertemuan rutin, Kamis malam, juga ada Adorasi. Kami merenungkan besarnya cinta Tuhan kepada manusia, beratnya sengsara Tuhan Yesus. Bila ada orang yang meninggal dunia, kami turut mendoakan arwahnya. Setiap Sabtu, anggota komunitas kami yang bisa, membezuk orang sakit. Setelah melakukan hal-hal demikian, hati dan batin saya merasa lega dan bahagia.
Saya secara pribadi berdevosi di rumah, saat akan tidur malam saya berdoa Koronka. Ada kalanya ‘bolong’ ketiduran karena kecapekan. Saya memajang gambar Kerahiman Ilahi di berbagai sudut dan ruang rumah. Setiap melihat gambar itu, hati saya tenang. Saya juga memberikan gambar Kerahiman kepada anak dan cucu. Pada bulan Mei dan Oktober, saya bersama warga rayon St. Faustina, Pulau Karam III, selain berdoa Rosario, juga berdoa Rosario Koronka. Doa ini tidak bermaksud ‘menghapus’ Doa Rosario, tetapi untuk memperkaya kehidupan iman.
Menghidupkan dan Menghidupi Devosi Kerahiman Ilahi
Kata devosi (berasal devotio – bahasa Latin) berarti kebaktian, pengorbanan, penyerahan, sumpah, kesalehan, cinta bakti. Devosi ditujukan kepada Tuhan (Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus) atau kepada para orang kudus – termasuk Bunda Maria – dalam kesatuan mereka dengan Kristus. Dalam tradisi Kristen, devosi dipahami sebagai bentuk penghayatan dan pengungkapan iman Kristiani di luar liturgi resmi.
Bentuk devosi dapat berupa doa, lagu pujian atau kebiasaan-kebiasaan/kegiatan rohani tertentu. Sekalipun devosi berhubungan dengan medali, relikui, rosario ataupun skapulir, dan sebagainya; namun bukan kepada benda-benda itu umat Katolik berdevosi, melainkan kepada Allah ataupun pribadi orang kudus yang diacu olehnya, dalam kesatuan dengan Kristus. Pemakaian benda-benda dalam praktik devosi, hanyalah untuk mengingatkan orang yang memakainya agar berjuang untuk hidup kudus seperti tokoh atau pribadi yang dipuji itu.
Ada banyak bentuk devosi, misalnya Novena Pentakosta, Hati Yesus yang Mahakudus, adorasi Sakramen Mahakudus – mulai berkembang mulai abad pertengahan abad XI, Devosi St. Peregrinus, Peringatan Santa Maria pada hari Sabtu. Bentuk devosi yang lain berupa jalan salib, novena, ziarah, devosi kepada Bunda Maria. Beberapa bentuk devosi kepada Bunda Maria adalah doa Malaikat Tuhan (Angelus), doa Salam Maria, doa Rosario. Akhir-akhir ini mulai berkembang di tengah Gereja devosi Kerahiman Ilahi.
Devosi Kerahiman Ilahi
Melalui Devosi Kerahiman Ilahi, seseorang diingatkan agar selalu mengandalkan Allah dan kerahiman-Nya, serta berdoa bagi pertobatan dunia, selalu berbuat kasih pada sesama – dengan perbuatan langsung, dengan perkataan ataupun mendoakan. Para devosan mendaraskan doa Koronka dengan menggunakan rosario, dan melakukan doa novena Kerahiman Ilahi untuk mengenangkan sengsara Yesus demi menyelamatkan manusia, dan berdoa khusus pada pukul tiga sore (saat Kristus wafat), demi mengenangkan kasih Tuhan yang sempurna dan ditunjukkan dengan korban salib-Nya. Dengan devosi ini, para devosan didorong semakin mengasihi Kristus.
Koordinator Komunitas Kerahiman Ilahi Paroki St. Maria A Fatima, Pekanbaru, Melani Lennywati Johan, S.Pd.M.Pd. (49) menuturkan, “Dalam melakukan devosi, saya berdoa kepada Tuhan agar diberi arah kemurahan hati sebagaimana Tuhan bermurah hati dan berbelaskasih. Dulu, saya menjalani kehidupan dalam rutinitas dan begitu-begitu saja, kurang berarti dan bermakna. Kini, saya merasakan hidup lebih terarah, lebih peduli (care) dengan lingkungan dalam bentuk pelayanan dan pergaulan teman, di tengah umat. Kini, saya melihatnya dari sisi berbeda dari biasanya, terutama dalam hal memberi dan melayani,” ucapnya. Sejak mengenal devosi ini tahun 2011, Lenny menemukan pengalaman yang membekas saat menemani ibunya pada saat-saat akhir hidupnya. “Hanya berselang tiga hari sakit, mama meninggal. Saat masuk rumah sakit, mama masih bisa berjalan, walau kesulitan makan. Selama di rumah sakit, mama tampak gelisah. Saya selalu berdoa Koronka sebelum tidur. Saya bersyukur, bisa mengiringi kepergian mama dengan doa Koronka. Saya merasakan damai dan tenang, itulah kerahiman Ilahi. Sejak saat itu, saya lebih tekun berdoa Koronka dan secara total menyerahkan diri kepada Tuhan,” kenang Lenny.
Lenny juga mengisahkan pembentukan Komunitas Kerahiman Ilahi di Paroki St. Maria A Fatima, Pekanbaru. Terbentuknya komunitas ini berawal dari percakapan lepas usai kegiatan pemberkatan rumah salah satu warga Lingkungan 10, St. Mateus, Maret 2015. Di lingkungan ini, saya berinisiatif menghadirkan kebiasaan berdoa Koronka. Saat itu, beberapa warga lingkungan yang masih ‘betah’ di lokasi mengobrol santai dengan P. Benediktus Manullang, Pr. Kami mendiskusikan tentang Komunitas Kerahiman Ilahi. Seminggu kemudian, kami bersepakat kumpul setiap Selasa malam, di kapel paroki. Hadir 20-an umat sebagai ‘modal awal’.
Beberapa umat mengaku telah memperoleh informasi tentang devosi ini, terutama doa Koronka. Karena devosi ini bukan hal baru lagi, sehingga lebih mudah mengajak umat untuk bergabung. Saya melihat dan berkesimpulan, di tengah umat telah lama menunggu kehadiran komunitas ini untuk bersama-sama berdevosi Kerahiman Ilahi. Maka, efektif, 29 Maret 2016, kepengurusan komunitas ini pun terbentuk ,” ucap Lenny.
Merasakan Daya Kerahiman Ilahi
Devosi Kerahiman Ilahi ‘merambah’ ke paroki lain. Ketua Komunitas Kerahiman Ilahi Paroki St. Paulus, Pekanbaru, Stefanus Kasmir Kamaruddin (57) mengaku ‘kelahiran’ komunitas yang dipimpinnya tak lepas dari bantuan dari Komunitas Kerahiman Ilahi Paroki St. Maria A Fatima Pekanbaru, awal Juni 2016. Wakil Ketua Kring St. Gabriel ini menuturkan pasca ‘pembekalan’ dari pentolan Devosi Kerahiman Ilahi, P. Augustinus Yew, OFMCap, muncul keinginan menindaklanjutinya lewat suatu gerakan berkesinambungan, sehingga tidak sekedar pembekalan. Niat ini mendapat dukungan pastor paroki, apalagi dengan gereja paroki yang baru diresmikan setahun silam, Agustus 2015, memungkinkan adanya pertambahan kelompok kategorial yang baru.
Stef menuturkan saat “ Moment 24 Jam Bersama Tuhan” silam, dirinya semakin tertarik dengan devosi Kerahiman Ilahi. Mantan Koordinator Persekutuan Doa Karismatik Katolik (PDKK) St. Theresia, Paroki St. Maria A Fatima Pekanbaru ini semakin mantap berdevosi setelah beberapa kali perjumpaan dengan P. Yew. Terakhir, saat Stef pulang kampung ke Medan dan berjumpa dengan sejumlah temannya yang menjadi devosan Kerahiman Ilahi, April 2016. Stef sempat mengikuti Perayaan Ekaristi di gereja Katedral Medan dan tertarik dengan homili yang mengupas tentang devosi Kerahiman Ilahi, indulgensi penuh, doa, sakramen Tobat. Awal Juni 2016, topik yang sama disampaikan di Pekanbaru. Setelah terbentuk 4 Juni 2016, anggota komunitas ini rutin berkumpul tiap Jumat malam di Gedung Fasilitas Paroki.
Secara pribadi, Stef sangat tertarik dengan devosi Kerahiman Ilahi. “Saat berdoa, saya merasa ada kekuatan atas kerahiman Tuhan, begitupun dengan janji Tuhan tentang keselamatan manusia. Melalui devosi ini, saya merasa banyak janji Kristus yang didapatkan. Secara khusus melalui doa Koronka, terutama pada saat atau waktu kerahiman pukul tiga sore. Iman saya bertumbuh setelah mengikuti PDKK St. Theresia, tahun 2006, kini terasa menjadi lebih tajam dan terarah lewat devosi Kerahiman Ilahi. Saya merasa lebih damai dan terpanggil berdoa dan menghayati Tuhan Yesus,” tandasnya.
Sebelum terbentuk di dua paroki Pekanbaru ini, Komunitas Kerahiman Ilahi telah hadir di Paroki Katedral St. Theresia dari Kanak-kanak Yesus, Padang, Juli 2009. Namun, di paroki lainnya, komunitas ini belum hadir sepenuhnya. Hal ini terungkap dari informasi yang berhasil dihimpun GEMA dari beberapa aktivis umat di sejumlah paroki.
Aktivis Paroki St. Petrus dan Paulus, Bagansiapiapi, Sopan Sitepu mengungkapkan, “Tidak ada kelompok doa di Bagansiapiapi, yang hanya kelompok Orang Muda Katolik (OMK) dan Bina Iman Remaja (BIR). Saya memang mendapat informasi adanya Devosi Kerahiman Ilahi, Komunitas Kerahiman Ilahi, dan Doa Koronka di paroki lain. Di Bagansiapiapi belum pernah ada sosialisasi.”
Selain itu, Sopan menduga kurangnya minat berdoa di kalangan umat dan minimnya umat yang aktif serta mau menjadi penggerak. “Situasi sekarang di paroki, hanya warga OMK dan BIR terlihat aktif. Jumlahnya pun semakin berkurang. Bahkan warga dua kelompok kategorial ini disatukan karena sedikitnya anggota dan pembinanya. Setamat sekolah, warga OMK meninggalkan paroki ini ke kota lain untuk bekerja atau melanjutkan pendidikan,” ucapnya.
Baru Diperkenalkan
Dihubungi terpisah, Pastor Paroki St. Fransiskus Xaverius, Dumai dan juga Pastor Paroki St. Petrus dan Paulus Bagansiapiapi, P. Martinus Suparjiya, Pr mengungkap, “Sebagai kelompok doa, belum ada. Di Dumai, doa Koronka dan adorasi mulai didoakan setiap Kamis senja, di gereja. Namun, jumlah anggota yang hadir sangat sedikit, 20-an orang. Yang tetap memang belum ada, masih diusahakan kelompok atau komunitas yang lebih permanen. Memang, doa Koronka baru diperkenalkan di Tahun Kerahiman ini.”
P. Martinus menambahkan, paroki sudah membagikan buku Doa Koronka dan bersama Seksi Liturgi DPP akan mensosialisasikan kepada umat. “Dalam pengumuman mingguan di gereja Paroki Dumai, disampaikan informasi kegiatan Adorasi dan Doa Koronka setiap Kamis petang. Baru sebatas itu yang dapat kami lakukan,” ungkapnya.
Sementara itu, di Paroki St. Yosef, Duri, menurut penuturan mantan Ketua Stasi St. Fransiskus Asisi, Sejahtera, DP Tarihoran, sempat ada kelompok devosi Kerahiman Ilahi di pusat paroki (2012); namun kini menyusut hanya di tingkat Stasi Sejahtera. Penyebabnya, dua penggerak komunitas tersebut pindah domisili ke kota lain. Koordinator kelompok devosi Kerahiman Ilahi di Stasi Sejahtera, Feliks Chandra, menyatakan devosi Kerahiman Ilahi, khususnya doa Koronka berlangsung tiap Jumat malam di goa Maria Stasi Sejahtera, diikuti 10-an umat. “Peserta Doa Rosario setiap Minggu malam lebih banyak lagi! Umat di sini sepertinya tidak begitu antusias dengan devosi. Mungkin, ada di antara umat yang kurang peduli dan merasa tidak bermakna apa pun. Perayaan Ekaristi Tahun Kerahiman Paskah II silam, saya amati juga biasa-biasa saja – baik di paroki maupun di stasi,” ucapnya.
Feliks menuturkan, pihaknya telah mensosialisasikan Devosi Kerahiman Ilahi kepada warga Stasi Sejahtera, antara lain umat di sekitar Jalan Sejahtera, BTN Rokan, Karang Anyer, dan Babussalam, namun hasilnya belum memuaskan, padahal lokasi gereja stasi dekat dengan domisili warga. Dalam kelompok yang ada, lanjut kehadiran kalangan bapak sangat minim; bahkan ada di antara keluarga di stasi ini yang tidak pernah hadir dalam pertemuan doa selama enam belas tahun berdomisili di Duri dan menjadi umat Stasi Sejahtera. “Mereka yang rutin hadir adalah warga yang telah terbiasa berdevosi dan telah dapat merasakan manfaatnya. Bagi kelompok devosi itu berdampak pada pertumbuhan dan peneguhan iman dan hidupnya,” tuturnya mengakhiri.
Lain pula di Paroki St. Maria Auxilium Christianorum, Sikabaluan, Mentawai. “Devosi Kerahiman Ilahi, khususnya doa Koronka, dilakukan warga Orang Muda Katolik (OMK) sejak dua tahun silam, usai kegiatan Diocese Youth Day (DYD) 2014 di Padang, diperkenalkan oleh Komunitas Kerahiman Ilahi Paroki Katedral Padang. Semua peserta DYD mendapat penjelasan tentang devosi ini. Sebanyak 20-an OMK sepakat berdoa Koronka setiap Jumat malam. Awalnya berlangsung bergantian di rumah warga OMK. Utusan OMK pada DYD 2014 menjadi pioner devosi ini di Sikabaluan. Memang, devosi ini masih sebatas di Sikabaluan,” ungkap Patricia Imelda Apriyanti Salamanang.
Hal yang sama juga dilakukan OMK Paroki St. Fransiskus Asisi, Padangbaru yang lebih getol melakukan Devosi Kerahiman Ilahi ketimbang kelompok kategorial lainnya. Tokoh umat setempat dan mantan Pembimbing Masyarakat Katolik Kantor Kementerian Agama Propinsi Sumatera Barat (Pembimas Katolik Kemenag Sumbar), Bonifasius Bakti P. Siregar, SH mengungkapkan berbeda situasinya dengan kelompok teritorial lain dan rayon-rayon.
Warga Rayon St. Dominikus ini mengakui ada kemiripan satu rayon dengan rayon lainnya. “Tidak ada devosi (doa Koronka)! Sosialisasi bukannya tidak ada, tetap saja minim partisipasi. Semangat doa para ‘punggawa’ (pengurus Gereja – Red) di paroki maupun rayon-rayon agaknya kurang bisa diandalkan. Kalau ada pertemuan mengundang para ketua rayon, palingan hadir 10 dari 29 rayon yang ada di paroki. Selama ini, kehadiran para ketua (pengurus) rayon dalam berbagai kegiatan dan pembinaan selalu memprihatinkan. Pengaruhnya memang luar biasa, karena pengurus yang rajin dan mau hadir, sedikit jumlahnya. Hal ini mengkhawatirkan, karena virus kemalasan menular terus,” tukas Siregar.
Belum Berkelompok
Aktivis Paroki St. Petrus Claver, Bukittinggi, Antonius Respatio Sukaryanto, menyatakan di parokinya belum terbentuk Komunitas Kerahiman Ilahi maupun kebiasaan berdoa Koronka. Doa Koronka secara khusus dilaksanakan selama Bulan Maria, sebelum Perayaan Ekaristi. Lain waktu, di bulan yang sama, juga berlangsung Doa Rosario. Namun warga paroki lainnya, Mesriana Nainggolan mengungkapkan warga Rayon VI, St. Anna sudah rutin mendoakan Doa Koronka hingga kini. “Setahun silam (2015), warga rayon St. Anna paling banyak hadir saat sosialisasi doa Koronka,” ucapnya.
Komunitas Kerahiman Ilahi, penopang Devosi Kerahiman Ilahi, juga belum terbentuk di Kuasi Paroki St. Petrus, Tuapeijat, Sipora Utara, Kepulauan Mentawai. “Sebagai kelompok khusus, bernama Komunitas Kerahiman Ilahi belum ada, tetapi doa Koronka bersama berlangsung setiap Jumat malam, 15 menit sebelum Perayaan Ekaristi. Kami masih mencari saat yang cocok dan mengena untuk umat setempat, karena di sini kesulitan memanggil atau mengundang, mengumpulkan umat yang terpencar dan berdomisili jauh.” ujar P. Bernard Lie, Pr.
P. Bernard menambahkan, sekitar empat tahun silam, umat telah mengenal devosi ini lewat brosur serta gambar dan penjelasan oleh pastor. Umat telah mengetahui dan melakukan Doa Koronka secara bersama sebelum Misa Kudus. “Saya yakin, meskipun belum mengelompok di stasi dan kring, umat yang telah tahu devosi ini melakukannya secara pribadi di rumahnya. Saya dan para suster sedang berusaha menghadirkan kegiatan Legio Maria di Kuasi Paroki St. Petrus, Tuapeijat,” imbuhnya.
Hampir sama situasinya di Paroki St. Yohanes Pembaptis, Perawang, Riau. Pastor Paroki, P. Paulus Driyan Suwandi, SCJ. “Sebagai komunitas, di paroki kami tidak ada, tetapi sebagai aktivitas doa, doa Koronka selalu dilakukan oleh ibu-ibu yang tergabung dalam Wanita Katolik (WK), setiap Kamis sore, pukul tiga, bertepatan dengan jam kerahiman, di gereja,” ucap P. Driyan. Sementara itu, guru agama Katolik dan satu umat di Paroki Hati Kudus Yesus, Pangkalan Kerinci, Riau, Orlina Silaban mengungkapkan, sepengetahuannya belum ada komunitas ini dan hal-ikhwal Doa Koronka. Hal sama diungkap Pastor Paroki St. Theresia, Air Molek, Riau, P. Theodorus Sitinjak, OFMCap. “Di paroki kami juga belum ada kelompok Devosi Kerahiman Ilahi yang lebih dikenal dengan doa Koronka-nya. Mungkin saja, ada di antara umat yang berdevosi secara pribadi; misalnya oleh para legioner. Doa Rosario Koronka bersama sebelum Perayaan Ekaristi juga tidak ada, baik di pusat paroki maupun stasi-stasi. Devosi Kerahiman Ilahi memang belum dipromosikan di paroki kami. Kalau ada tim dari Komunitas Kerahiman Ilahi Pekanbaru untuk mensosialisasikan ke Air Molek, saya akan sangat gembira menyambutnya,” ujarnya.
Tokoh umat di Paroki St. Fidelis a Sigmarinda, Payakumbuh, Fredy Hauwanto Budiman menyatakan Doa Kerahiman Ilahi atau lebih dikenal Doa Koronka dilakukan umat pada bulan-bulan tertentu saja. “Terakhir Doa Koronka diadakan di bulan April 2016. Komunitas Kerahiman Ilahi di paroki kami ada, tetapi sekarang ini kondisinya ‘hidup segan mati tak mau’, karena motor penggeraknya tidak ada,” ucapnya. (hrd)