Menghidupi Persekutuan Memberitakan Sukacita Cinta (Pertemuan Imam Keuskupan Padang 24-27 Mei 2016)
Pertemuan Imam Keuskupan Padang 24-27 Mei 2016
Pertemuan para imam se-Keuskupan Padang, berlangsung tanggal 24-27 Mei 2017, bertempat di Puri Dharma Paroki Katedral St. Theresia Kanak-Kanak Yesus – Padang. Bapa Uskup Mgr. Martinus Dogma Situmorang, OFM.Cap. mengawali pertemuan yang diikuti oleh 49 imam yang berkarya di Keuskupan Padang, dengan ajakan
refleksi bersama untuk merenungkan jati diri dan panggilan imamat. Hidup dan panggilan sebagai imam adalah berdoa dan mewartakan Injil. Reflesi singkat ini sekaligus menghantar kepada tema study bersama para imam, yaitu: Pastoral Keluarga: Menghidupi Persekutuan Memberitakan Sukacita Cinta”.
P. Stanislaus Toto Ps., Pr memaparkan bahan pastoral belas kasih dalam bingkai “Motu Proprio Mitis iudex Dominus iesus”. Sebagai dosen KHK di STFT St. Yohanes, P. Stanislaus Toto Ps., Pr menekankan bahwa belas kasih Allah tampak dalam diri Uskup yang setara dengan para rasul di setiap keuskupan sebagai hakim yang bijaksana yang berkaitan dengan kasus-kasus perkawinan tertentu demi keselamatan jiwa-jiwa(salus animarum).
Tema tentang pastoral keluarga kemudian diperdalam oleh P. Anton Konseng,Pr. , Ketua Komisi Keluarga Keuskupan Padang dengan memaparkan hasil Sidang Agung Gereja Katolik (SAGKI) 2015 tentang keluarga dan ekshortasi Paus Fransiskus “Amoris Laetitia”. Secara lugas dan jelas P. Anton Konseng, Pr. Menekankan bahwa keluarga adalah
ladang sukacita Injil paling subur, tempat Allah menabur, menyemai, dan mengembangkan benih-benih sukacita Injil. Di dalam keluarga, suami-sitri dan anak-anak saling mengasihi, membutuhkan, dan melengkapi. Kesabaran, pengertian, dan kebersamaan saat makan, doa, dan pergi ke gereja adalah wujud nyata kasih sayang tersebut. Kasih yang dibagikan tidak pernah habis, tetapi justru meningkatkan sukacita dalam keluarga. Oleh karena itu, ketika para anggota keluarga terpaksa terpisah dari pasangan atau dari anak-anak karena alasan pekerjaan atau sekolah, mereka berusaha mencari cara bagaimana kasih satu sama lain tetap dapat terjalin dan keutuhan keluarga dapat duwujudkan.
Diakhir pemaparannya, P. Anton Konseng Pr. Mengajak para imam untuk meneropong wajah/potret keluarga-keluarga di paroki atau di tempat-tempat yang dilayani. Berdasarkan wajah/potret keluarga-keluarga tersebut hendaknya para imam menyadari pelayanan apa atau pastoral keluarga yang bagaimana selama ini sudah dilakukan dan yang akan dikembangkan di kemudian hari serta memupuk sikap-sikap yang tepat yang seharusnya dimiliki oleh seorang imam dalam penggembalaan keluarga.
Pertemuan para imam diakhiri dengan perayaan Ekaristi, pembaharuan janji imamat serta permberkatan minyak suci. Dalam homilinya Bapa Uskup mengatakan bahwa para Imam sebagai yang diutus, diberi kuasa memulihkan manusia dari dosa dan harus menyampaikan kehidupan baru bagi Gereja. Imam merupakan bagian yang hakiki dan tidak terpisahkan dengan Gereja. kesadaran dan kemauan untuk terus mendalami dan menghayati kehidupan imamat kita adalah dengan mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari.
“Paus Fransiskus kepada imam, melalui para Uskup mengatakan kalau para imam sering menggunakan kata-kata pahit dan mempersalahkan dunia modern sekarang ini, kalian benar karena dunia sekarang ini membuat banyak orang terkatung-katung. Dengan latar belakang ini, Imam kita harus bisa lantang dan berani bersuara, bahwa hidup mereka berbeda, bisa menjadi contoh dengan meninggalkan ambisi akan karir dan kekuasaan, dan harus membantu orang lain di jalan keselamatan.” Ungkap Bapa Uskup.
Bapa Uskup juga menyampaikan harapannya agar para imam berusaha bersungguh-sungguh menghargai hidup imamatnya, dan melakukannya dengan kesabaran, tangan dan hati selalu terbuka bagi sesama. Dengan kemurahan hati yang berlimpah memberi diri, karena kita dipanggil dan diutus untuk itu. Dan bagi umat yang hadir, Bapa Uskup mengajak untuk selalu mendoakan imam-imam kita dimanapun mereka berada. Sayangnya umat yang hadir tidak terlalu banyak.***