Menghilangkan Sekat (Renungan Selasa, 22 November 2016 Peringatan Wajib St. Sesilia Oleh Fr. Benediktus Bagus Hanggoro K.)
-Menghilangkan Sekat-
Selasa, 22 November 2016 (Peringatan Wajib Sta. Sesilia, Perawan dan Martir)
Bacaan : Why. 14:14-20; Luk. 21: 5-11
Bacaan Injil hari ini mengisahkan tentang kekaguman beberapa orang pada bangunan Bait Allah yang “dihiasi dengan batu yang indah-indah dan dengan berbagai-bagai barang persembahan” (Luk. 21: 5). Pada saat itu, orang-orang Yahudi menganggap Bait Suci Yerusalem adalah satu-satunya simbol Allah yang hadir di tengah bangsa Israel. Orang-orang Yahudi menganggap kehadiran Allah hanya ada di dalam Bait Suci Yerusalem sehingga mereka hanya berdoa di sana saja. Selain daripada itu, Allah tidak hadir dimana-mana. Yesus mengecam anggapan tersebut. Orang Yahudi menjadi sombong karena mereka menganggap bahwa Allah hanya hadir di Bait Suci, yang hanyalah sebuah bangunan fisik biasa dan sewaktu-waktu bisa hancur (Catatan: Pada tahun 70 M, Bait Suci Yerusalem dihancurkan oleh pasukan Romawi saat mereka menduduki Yerusalem). Orang Yahudi menganggap Allah tidak hadir di luar Bait Suci, termasuk dalam diri setiap orang. Yesus ingin mengubah pandangan tersebut. Allah tidak hanya hadir di dalam Bait Suci, tetapi Dia juga hadir di dalam setiap pribadi manusia dan tanda-tanda alam lain.
Saudara-saudari terkasih, teguran Yesus hari ini kiranya juga dapat dikenakan pada kita. Teguran Yesus ini merupakan sebuah kelanjutan dari teguran Yesus untuk berbelaskasih kepada sesama manusia (Luk. 10: 27). Di dalam setiap manusia, Allah hadir dan menunjukkan belaskasih-Nya yang tak terbatas dalam Yesus Kristus bagi sesama manusia yang rapuh karena dosa. Manusia, yang menjadi gambaran rupa Allah, juga menjadi gambaran kasih Allah yang tampak. Tetapi tidak jarang kita temukan kenyataan bahwa manusia belum mampu menyadari kehadiran Allah dalam diri setiap pribadi manusia. Manusia membuat sekat-sekat perbedaan atas dasar-dasar yang sesungguhnya tidak masuk akal tetapi dipaksa untuk menjadi sesuatu yang masuk akal. Sekat tersebut adalah kecenderungan liar manusia yang menyalahgunakan kebebasan yang telah dianugerahkan untuk menjauhkan manusia lain dari belas kasih Allah.
Saudara-saudari terkasih, marilah kita menghilangkan sekat-sekat perbedaan dalam relasi dengan sesama kita. Kita perlu membuka diri untuk melihat kenyataan bahwa Allah hadir dalam setiap pribadi manusia dan di dalamnya Allah menyatakan kasih-Nya yang luar biasa bagi kita. Dengan demikian, kita akan menjadi insan cinta kasih yang menyalurkan rahmat belas kasih Allah bagi sesama di sekitar kita.
Tuhan, semoga cinta kasih-Mu membuka mata hatiku untuk mampu memandang sesamaku sebagai kehadiran-Mu yang nyata dalam hidupku. Amin. (Fr. Benediktus Bagus Hanggoro K.)