Minyak dalam Kehidupan Gereja
MINYAK DALAM KEHIDUPAN GEREJA
Dalam kehidupan sehari-hari, kita mengenal berbagai macam minyak yang memiliki manfaat dan fungsi berbeda-beda. Semua jenis minyak dapat membantu terlaksananya kehidupan yang baik dan menggembirakan.
Kitab Suci juga mencatat perihal minyak. Menurut Kitab Suci, minyak dapat digunakan, antara lain, dalam rangka:
- Pembuatan makanan: dalam kisah Elia dan janda di Sarfat, dikatakan bahwa janda tersebut akan mengolah segenggam tepung dalam tempayan dengan sedikit minyak yang masih tersisa dalam buli-buli (1 Raj 17:12). Ternyata, penggunaan minyak untuk mengolah makanan sudah terjadi sejak jaman perjanjian lama.
- Pengurapan yang memberi kegembiraan dan kekuatan: Engkau yang membuat muka berseri karena minyak, dan makanan yang menyegarkan hati manusia (Mzm 104:15). Minyak dipandang dapat memberi kegembiraan dan kesegaran; meskipun semuanya itu harus disadari berasal dan bersumber pada Tuhan.
- Untuk membuat penerangan: “Haruslah kau perintahkan kepada orang Israel, supaya mereka membawa kepadamu minyak zaitun tumbuk yang murni untuk lampu, supaya orang dapat memasang lampu agar tetap menyala” (Kel 27:20).
- Obat penyembuh: Dalam kisah Orang Samaria Yang Baik Hati, diceritakan bahwa luka-luka orang yang disamun itu disirami dengan minyak (Luk 10:34); demikian juga kedua belas rasul yang diutus Yesus mengoles banyak orang sakit dengan minyak dan menyembuhkan mereka (Mrk 6:13).
- Pelantikan dan pengurapan raja: Minyak juga merupakan simbol yang kaya bagi pengurapan seseorang menjadi raja di Israel (Saul dalam 1 Sam 10:1); serta
- Kepenuhan hidup dan kesuburan: kesuburan dan kepenuhan hidup disimbolkan dengan pohon anggur yang subur dan tunas pohon zaitun (Mzm 128:3).
Dalam kehidupan Gereja dewasa ini, kita juga mengenal beberapa jenis minyak, yaitu minyak yang digunakan dalam perayaan liturgi. Umumnya dibuat dari minyak pohon zaitun. Menurut buku-buku pontifikal Romawi (1970), minyak liturgi dapat pula berasal dari tumbuh-tumbuhan lain. Dalam liturgi dibedakan tiga macam minyak urapan:
a. Oleum Infirmorum (OI)
Dalam liturgi Kristen, minyak pertama-tama dipakai untuk melambangkan daya kuasa Allah yang menyembuhkan. Dalam Yak 5:14, disinggung mengenai pengurapan minyak pada orang sakit. Kalau ada seorang di antara kamu yang sakit, baiklah ia memanggil para penatua jemaat, supaya mereka mendoakan dia serta mengolesnya dengan minyak dalam nama Tuhan. Sekarang, tradisi pengurapan orang sakit dengan minyak, dilaksanakan da-lam Sakramen Pengurapan Orang Sakit. Sakramen ini sesungguhnya bukanlah sakramen untuk orang yang hampir mati, melainkan sakramen untuk orang sakit berat atau sudah lanjut usia. Sakit berat tidak berarti hampir mati, namun sakit berat selalu mengandung bahaya maut, atau setidaknya sudah dibayangi oleh kegelapan maut. Maka sakramen ini merupakan sakramen pengharapan: pengharapan akan kesembuhan atau pengharapan akan kekuatan untuk menghadapi maut. Dalam SC 73 dikatakan bahwa sakramen ini “bukanlah sakramen bagi mereka yang berada di ambang kematian saja. Maka saat yang baik untuk menerimanya pasti sudah tiba, bila orang beriman mulai ada dalam bahaya maut karena menderita sakit atau sudah lanjut usia”.
Dalam Sakramen Pengurapan Orang Sakit, minyak biasanya dioleskan pada dahi dan telapak tangan si penerima. Bila si sakit tidak berada dalam keadaan gawat, maka Sakramen Pengurapan Orang Sakit didahului dengan Sakramen Tobat dan disusul dengan komuni. Komuni terakhir menjelang kematian biasa disebut ‘viaticum’ artinya ‘bekal suci’.
Sakramen ini boleh diberikan lebih dari satu kali. Misalnya, setelah memperoleh Sakramen Pengurapan Orang Sakit, orang itu ternyata menjadi sembuh. Namun tak lama kemudian ia kembali jatuh sakit. Maka orang tersebut boleh menerima kembali Sakramen Pengurapan Orang Sakit. Dalam hal ini yang penting adalah bahwa pada diri orang yang sakit itu memiliki kesadaran dan kerinduan untuk menerima sakramen dan iman kepada Tuhan.
b. Oleum Catechumenorum (OC)
Di samping melambangkan daya kuasa Allah yang menyem-buhkan, minyak juga melam-bangkan daya kuasa Allah yang memberi kekuatan bagi per-juangan hidup, yang ditam-pakkan melalui pengurapan minyak pada katekumen.
Seseorang (dewasa) yang menyatakan diri ingin dibaptis secara Katolik, hendaklah ia melewati suatu masa persiapan dan uji coba yang biasa disebut dengan masa katekumenat. Masa katekumenat ditandai dengan upacara pelantikan menjadi katekumen. Dalam upacara inilah orang tersebut diurapi dengan Minyak Katekumen (Oleum Catechumenorum), agar ia dimampukan oleh Allah untuk memasuki kehidupan baru dalam Kristus, yang akan diterimanya dalam Sakramen Baptis.
c. Sacrum Chrisma (SC)
Selain minyak untuk pengurapan orang sakit dan minyak untuk pengurapan katekumen, terdapat minyak Krisma Suci (Sacrum Chrisma) yang digunakan dalam berbagai perayaan Sakramen dan konsekrasi, seperti: untuk peng-urapan dalam Sakramen Krisma, pengurapan sesudah pembaptisan bayi, pengurapan dalam liturgi Tahbisan seorang Uskup dan Imam. Pengurapan minyak dalam sakramen-sakramen itu, selain melambangkan kekuatan Allah bagi perjuangan hidup, juga melambangkan penyertaan Allah dalam tugas perutusan (Krisma) dan kepemimpinan (Tahbisan). Dengan pengurapan itu diung-kapkan bahwa Allah kini bersama mereka. Selain itu Minyak Krisma juga dipakai untuk konsekrasi gedung gereja, altar, piala dan lonceng gereja. Konsekrasi, berasal dari kata Latin, consecrare, yang berarti ‘menjadikan suci’. Maka bangunan, barang atau benda yang sudah dikonsekrir menjadi suci, menjadi milik Tuhan, dan di-khususkan untuk keperluan ibadat suci.
Minyak-minyak untuk keperluan liturgi tersebut diberkati pada Kamis Putih pagi, di gereja Katedral, dalam perayaan Ekaristi khusus, dipimpin oleh Uskup bersama semua imam-nya. ‘Misa Krisma’ ini meng-ungkapkan persatuan seluruh presbiterium pada hari di mana Kristus menyuruh para Rasul: ‘Lakukanlah ini (yaitu Ekaristi) sebagai peringatan akan Daku’. Maka para imam yang hadir membaharui janji imamat yang pernah mereka ucapkan pada hari tahbisan.
Minyak-minyak yang sudah diberkati itu kemudian dibawa ke paroki-paroki, disimpan di tempat yang terhormat dan aman, untuk sewaktu-waktu dipergunakan dalam upacara liturgi sesuai dengan kebutuhan.