OMK yang Bersaksi (Majalah Gema Edisi April 2017)

Kulit Gema 2017 April Ok!!Saudara-saudari pembaca Gema yang terkasih!
Pertemuan orang-orang muda Katolik melalui sakramen-sakramen maupun dalam kehidupan sehari-hari, seharusnya mengubah kehidupan OMK itu sendiri. Namun dapat terjadi, sebagaimana yang dikisahkan oleh Lukas (Luk 18:18-23), seorang pemuda yang bertemu dengan Yesus namun tidak memiliki keberanian untuk menyerahkan diri kepada-Nya melainkan pergi dengan sedih. Berbeda dengan Zakheus, pertemuan dengan Yesus telah mengubah hidupnya di dalam kesadaran apa yang lebih utama bagi diri sebagai manusia, citra Allah.

Paulus menulis kepada Jemaat di Korintus: “Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang” (2Kor 5:17). Dan kepada Jemaat di Kolose, Paulus mengingatkan: “Jangan lagi kamu saling mendustai, karena kamu telah menanggalkan manusia lama serta kelakuannya, dan telah mengenakan manusia baru yang terus-menerus diperbaharui untuk memperoleh penge­tahuan yang benar menurut citra Sang Pencipta”. Hal yang dinyatakan oleh Paulus ini menjadi pembenaran perubahan hidup yang dialami oleh Zakheus yang berbeda dengan seorang pemuda kaya yang ingin memperoleh hidup kekal tetapi merasa berat meninggalkan kekayaan yang darinya, ia merasa, tergantunglah seluruh kenyamanan atau pun kebahagiaannya. Dia pun dengan sedih pergi meninggalkan Yesus.

Edisi GEMA kali ini mengangkat tema “OMK yang Bersaksi”. Perubahan hidup karena bertemu dengan Yesus seharusnya, di dalam kekhasan mereka yang memiliki keberanian, spontanitas yang tinggi dalam berbagai hal, membuat mereka sebagai pelaku kehendak Allah: menjadi saksi Kristus yang berani. “… berilah kesaksian iman dalam lingkungan yang berbeda, termasuk dimana ada penolakan atau ketidakpedulian. Orang lain tidak mungkin berjumpa dengan Kristus bila tidak menyampaikan kepada yang lain tentang Kristus. Jadi, jangan menahan Kristus untuk kalian sendiri, komunikasikanlah kepada yang lain suka cita imanmu” demikian ajakan Paus Fransiskus kepada orang-orang muda Katolik dalam suatu kesempatan.

Semoga melalui tulisan-tulisan yang disajikan dapat memperkaya OMK sendiri serta berbagai pihak dalam pemahaman, pembinaan (pengarahan), yang lebih mendalam. Akhirnya kami ucapkan Selamat Hari Raya Paskah 2017. Kristus yang bangkit mengutus kita sebagai saksi yang kudus.
Selamat membaca!

OMK Bersaksi dan Membina Diri

fokus,prandika ginting,1
Pran­dika Ginting, (depan)

Melalui olah raga karate, Pran­dika Ginting (24) berusaha mendidik orang muda, de­ngan teladan dan hal-hal sederhana. Anak-anak muda asuhan lintas suku dan agama. Bahkan di salah satu tempat latihan (dojo) semuanya Muslim.

Melalui olahraga karate, pemuda kelahiran Medan 19 Oktober 1994 ini ingin menyiapkan orang-orang muda berkepribadian, man­diri, dan tangguh dengan giat berla­tih, selalu tepat waktu, dan disiplin. “Saya ingin mereka, konsis­ten antara perkataan dan perbuatan. Itulah sifat ksatria,” katanya.

Bagi Prandika, olahraga karate ini juga menjadi sarana bersaksi sebagai pengikut Kristus, menjadi garam dan terang bagi masyarakat. Sejak kelas VIII SMP hingga kini, Prandika menjadi pe­latih karate. Mulai tahun 2013, ia melatih karate di SMP Swasta Assisi, Kota Batak, Kabupaten Kampar, Riau. Untuk anak asuhnya yang OMK, ia mendorong mereka aktif meng­gereja. Dari peng­amatannya, hasilnya positif ada orang muda yang semakin aktif, ada yang awalnya tidak tahu dengan OMK menjadi tahu meskipun belum aktif. Ada yang semula pasif, lantas tertarik ikut kegiatan OMK. Namun ada OMK yang berniat aktif, terken­dala oleh keluarga sehingga niatnya belum terlaksana.

Di tengah anak asuhnya yang maje­muk, lintas agama, etnis dan budaya, Prandika berusaha menanamkan nilai-nilai universal yang bisa menjadi perekat anak-anak muda; misalnya mengingatkan teman yang Muslim bilamana sudah tiba waktunya sholat. Dengan begitu, anak-anak muda diajak rajin beribadah dan menghargai perbedaan keyakinan. “Kalau yang Katolik mengingatkan temannya yang Muslim, sementara ia sendiri tidak pernah ke gereja tentu malu,” katanya.

Agar proses pendidikan dan pem­binaan berhasil guna, Prandika meman­dang penting ber­komunikasi dengan orangtua murid­nya. Hal itu hanya bisa dilakukan pada waktu tertentu, misalnya saat muridnya mengikuti ujian kenaikan sabuk, meng­ikuti kejuaraan, latihan ga­bungan tingkat kabupatan atau pro­pinsi atau ada yang bermasalah. Di tengah-tengah mereka, Prandika mengaku tidak per­nah menyembunyikan identi­tasnya se­bagai orang Katolik.

Sejak usia tiga tahun, Prandika menge­­nal olah raga karate. Segudang peng­a­laman dan prestasi telah ditoreh­kannya. Ayahnya (Da­maus Ginting) – penyandang karate DAN IV. “Di karate, kami dididik memelihara lima hal, yakni: kepribadian, patuh pada kejujuran, mem­pertinggi prestasi, menjaga sopan-santun, dan sanggup menguasai diri. Hal-hal seder­hana tersebut sangatlah positif bagi pengem­bangan diri. Melalui pencapaian prestasi, seseorang dapat membanggakan orangtua, keluarga, dan mengangkat status sosial,” imbuhnya.

Ia menekuni karate perguruan Lemkari sejak 5 Februari 2006, dilatih oleh ayahnya sendiri. Ketika itu, ayahnya membuka latihan bagi 20 anak karyawan PTPN V Kebun Sei Galuh. Tahun 2012, Prandika mengikuti ujian sabuk hitam (DAN I) di Padang. Tahun 2016, ia mengikuti ujian DAN II di Payakumbuh.

Selain terlibat dalam dunia olahraga beladiri ini, alumni SMA Negeri 2 Tapung, Kampar, Riau (2012) ini juga aktif di stasinya. Tahun 2012-2015, ia menjadi Ketua OMK dalam Dewan Stasi St. Agus­tinus Sriwijaya, Paroki St. Paulus, Pekan­baru. Saat kuliah di Pekanbaru, aktif di ormas Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Pekanbaru “Sanctus Albertus Magnus”. Baginya, matang di dunia karate, juga membuatnya mantap kehidupan rohaninya. Mahasiswa jurusan manajemen STIE Pelita Indonesia, Pekanbaru ini menambah keka­yaan rohaninya dengan mengikuti Peraya­an Ekaristi mingguan, aktif di organisasi, mempelajari ajaran agama Katolik melalui media sosial dan berkomu­nikasi dengan biarawan-biarawati; terlebih dengan se­orang suster FCJM yang dianggap sebagai pembimbing rohaninya.

Menjadi Komunitas yang Peduli

sopan sitepu,1
Sopan Sitepu

Sopan Sitepu
Wakil ketua Seksi Kepemudaan
Paroki St. Petrus dan Paulus, Bagan­siapi­api, Riau

Sebagian besar warga OMK Paroki St. Petrus dan Paulus, Bagan­siapi­api, Riau pelajar SMA. Itupun jumlahnya sangat sedikit. Setelah tamat SMA, umumnya mereka bekerja atau kuliah di kota lain. Kalau pun ada di anta­ra mereka yang berdomisili atau bekerja di Bagansiapiapi, hanya sedikit dan tidak aktif lagi dalam aktivitas OMK. Mung­kin mereka sibuk kerja atau merasa ‘tidak nyambung’ lagi dengan yuniornya yang rata-rata seusia SMA.

Dengan jumlah warga yang tidak seberapa, kami berusaha eksis ke dalam dan ke luar Gereja. Dalam masa Prapas­kah misalnya, kami menye­lenggarakan lomba bermazmur antar OMK dan Bina Iman Remaja (BIR), rekoleksi. Kami be­kerjasama dengan pembina BIR, karena para remaja ini penerus kami. Sebagai bagian dari warga masya­rakat, dengan jumlah sedikit pun kami berusaha peduli lingkungan. Kami selalu aktif sebagai peserta dalam ritual budaya bakar tongkang – agenda wisata setiap bulan Juni di Ba­gan­siapiapi. Pada kesem­patan itu kami bisa me­nambah wawasan dan pengetahuan tentang budaya Tionghoa sekaligus me­nunjuk­kan jati diri sebagai komunitas umat Katolik.

Ritual bakar tongkang ini diikuti ribuan masyarakat dari Bagan­siapiapi dan luar kota. Massa tumpah ruah di sepanjang jalan­an kota, setelah itu sam­pah bertebaran dan ber­serakan di mana-mana. OMK Paro­ki Bagan­siapiapi berinisiatif dan bergerak mengum­pulkan sampah-sampah tersebut. Dengan cara inilah bukti sebagai komuni­tas yang peduli. Mula-mula, kami bergerak sendiri. Tahun 2016 lalu, kami meng­gan­deng OMK Paroki St. Fransiskus Xaverius, Dumai. Dari eva­luasi dua tahun terakhir, panitia menya­takan puas dengan keterlibatan kami. Efeknya, teman-teman warga Tiong­hoa sema­kin kenal dan menja­lin relasi dan ber­komu­nikasi dengan ­kami sehingga semakin mengenal dan akrab.

Perlu Menambah Pengetahuan Iman

bernadeth katedral,3
Bernadeth Nancy Laiyendra

Bernadeth Nancy Laiyendra
Wakil Ketua Orang Muda Katolik (OMK) Paroki Kate­dral St. There­sia dari Kanak-kanak Yesus, Padang

Sejak 22 Mei 2016, saya menjadi Wakil Ketua Orang Muda Katolik (OMK) Paroki Kate­dral St. There­sia dari Kanak-kanak Yesus, Padang. Saat itu, saya masih kuliah, lulus awal Februari 2017 lalu.

­

Saya ingin membagikan penga­lam­an kehidupan di lingkungan kampus, ter­utama yang berkaitan dengan masalah agama. Saat baru masuk kuliah, maha­siswa baru mesti menjalani ‘pelatihan’ (training) – yang menurut kaca mata saya sangat bernuansa Islami. Setelah mema­suki masa perkuliahan, setiap masuk kelas sebelum belajar mahasiswa disuruh ber-asmaul husnah. Bagi saya ini “dunia baru” tetapi saya ‘menik­matinya’ saja. Kadang, saya ikut-ikut­an juga membaca asmaul husnah dan masih ingat “isi”nya. Dari dua kegiatan itu, karena situasi, saya berusaha untuk menyesuaikan diri, sembari meng­ambil nilai-nilai universal di dalamnya. Saya yakin, hal positif dan bernilai uni­versal juga berguna untuk kehidupan. Syu­kurlah, walaupun demikian, iman saya tidak terganggu. Kampus tempat saya kuliah, maha­sis­wanya mayoritas non-Katolik. Mes­kipun demikian, saya tidak merasa di­diskriminasi karena agama dan etnis. Bahkan saya sangat akrab dengan mereka. Saya tidak pernah menyem­bunyikan identitas diri sebagai umat Katolik. Bila di antara mereka bertanya tentang iman atau agama Katolik, saya tidak merasa kesulitan menjelaskannya. Namun harus saya akui pengetahuan iman Katolik saya terbatas sehingga hanya menanggapi dan menjawab semampunya. Apabila di antara kami ada pembicaraan soal agama, saya berusaha me­netralisir dengan menyatakan, “Ada ke­samaan di antara agama-agama. Per­beda­annya pada tata cara beribadah dan orang-orang suci yang ada di dalam tiap agama. Kita sama-sama memuji dan menyembah Tuhan”. Puji Tu­han, teman-teman saya tidak mem­per­masalahkan ka­limat terse­but.

Dari pengalaman di dunia kampus tersebut, saya dan teman-teman pengurus OMK Paroki Kate­dral menyusun program kerja yang dapat menambah pengetahuan dan pemahaman iman dan agama Kato­lik. Kami meren­canakan meng­gelar seminar mini, misalnya mem­ba­has tata laksana liturgi, pokok-pokok ajaran iman, ajaran dan dokumen Gereja. Saya merasa, materi seperti ini penting bagi OMK karena rata-rata penge­tahuan iman dan agamanya terbatas seperti saya. Semoga rencana ini disambut teman-teman OMK. Terkait dengan Tahun 2017 – Tahun Mar­tyria/Kesaksian di Keuskupan Padang, hingga bulan Februari lalu, belum ada pembicaraan secara khusus tentang hal itu.

OMK: Bersaksi di Tahun Martyria

Bagaimana realitas keberadaan Orang Muda Katolik (OMK) di dalam Gereja?
Lain lubuk lain ikannya, lain tempat berbeda pula OMK-nya!
Banyak pihak prihatin dan perhatian terhadap OMK. Bagaimana OMK menanggapinya?

Diakui atau tidak, keberadaan dan peran Orang Muda Katolik (OMK) sangat pen­ting dalam Gereja. Namun, ada realitas, di tempat ter­tentu OMK kurang (tidak) mendapat per­hatian. Di tempat lain, OMK-nya me­lem­pem (pasif) meskipun sudah diper­hatikan. Kalau pun ada yang aktif, jum­lah­nya sedikit dan orangnya itu-itu saja.

Kondisi seperti di atas diakui salah satu OMK Paroki St. Maria Auxi­lium Christianorum, Sikabaluan, Men­ta­wai, Patricia Imelda Apriyanti Sala­manang. “Sebenarnya, jumlah OMK yang berumur 13-35 tahun dan belum menikah banyak, tetapi yang aktif hanya 25-an orang. Saya juga kurang tahu mengapa demi­kian, padahal pengurus tidak pernah mem­batasi?” ucap Imelda.

Dari penelusurannya, Imelda menda­pati, mereka yang mau bergabung karena ada teman sebaya, punya hobi atau mi­nat yang sama. Imelda berharap Seksi Kepe­mu­­daan lebih mengambil peran untuk ‘menolong’ pengurus OMK. “Pengurus OMK selalu mengajak Seksi Kepemu­daan untuk berkoordinasi bila mengada­kan ke­giatan, seperti: rekoleksi, rekreasi, latihan koor, dan kun­jungan stasi bersama pastor. Kare­na OMK tidak selalu nyaman dengan kegiatan di dalam ruangan, sekali waktu kami meng­adakan bakti sosial,” tam­bahnya.

fokus.,yosia sikaraja,1
Yosia Sikaraja

Hal senada diungkapkan Seksi Kepe­mudaan Dewan Pastoral Paroki (DPP) Sikabaluan, Yosia Sikaraja. Pihaknya menyelaraskan aktivitas seksi­nya dengan program DPP, program Rapat Wilayah (Rawil) Mentawai, dan Keuskup­an Pa­dang. Yosia mengakui, belum banyak akti­vitas OMK di tempat­nya berkaitan dengan kegiatan sosial-kemasyarakatan. “OMK melaku­kan kunjungan ke rumah-rumah anggota, umat lanjut usia (lansia), ikut be­der­ma saat terjadi bencana banjir seba­gai wujud partisipasi OMK. Setiap kegiat­an OMK merupakan hasil ran­cang­an bersama antara Seksi Kepemudaan dengan peng­urus OMK. Seksi Kepemu­daan men­dampingi pengurus dan warga OMK, pastor sebagai motivator sekaligus me­nyo­kong dana. Kegiatan OMK umum­nya adalah pelaksanaan rencana program kegiatan Seksi Kepemudaan,” ujarnya.

Yosia menyadari, tugas dan fungsi Seksi Kepemudaan DPP tidak hanya “mengurusi” OMK di pusat paroki, tetapi juga yang di pelosok dan stasi. Seksi Kepe­mu­daan dan pengurus OMK Paroki ber­upaya mencocokkan jadwal kunjungan pastor ke stasi. “Ongkosnya bisa hemat! Biasanya tiga hingga empat orang ikut serta untuk pembinaan OMK ke stasi terse­but. OMK yang kami kunjungi pun me­nyam­but penuh antusias,” tutur Yosia. Menu­rut Yosia, di Kepulauan Menta­wai para mantan OMK banyak yang “men­ja­di orang”, ber­peran di ma­sya­rakat. Yosia mengajak OMK belajar dari mereka, bera­ni berkiprah ke luar, tidak hanya berani dan sibuk di lingkungan in­tern Gereja saja. “Con­tohlah para senior yang telah berhasil itu,” ajaknya.

Butuh Pendampingan

fokus,merpin saogo,2
Merpin Saogo,S.Pd.

Situasi yang sama juga terjadi di Paro­ki St. Maria Assumpta, Sikakap, Menta­wai. Ketua OMK Paroki Sikakap (2016-2018) Merpin Saogo,S.Pd. (28) menya­takan OMK di parokinya sangat memer­lukan pendampingan, karena mere­ka mayoritas pelajar kelas IX SMP hingga kelas XII SMA. Guru SD St. Vincentius, Sikakap ini mengungkapkan kebutuhan pendam­pingan dan program yang men­jang­kau semua OMK, serta dukungan pastor paroki dan DPP. Merpin merasa kesan negatif dan miring di kalangan OMK yang harus dihilangkan. Sebagai pengurus baru, ia optimis karena masih ada OMK yang punya niat baik dan bisa diajak bekerja sama. Ada program DPP yang memung­kinkan OMK terlibat, misal­nya kunjungan ke stasi, pembinaan Bina Iman Anak (BIA) dan Serikat Kera­sulan Anak Misioner Indo­nesia (Sekami) di kampung-kampung “Ma­ka kami me­mulai dari kegiatan kecil-kecil­an; misal­nya Peringatan 17 Agus­tus­an, Hari Sumpah Pemu­da, ikut serta ajakan Karang Taruna Sikakap dalam aksi pena­nam­an pohon di tepi pantai Sika­kap. Untuk terakhir ini, merupakan langkah baru OMK berkiprah di luar Gereja meski­pun bukan inisiatif OMK,” kata Merpin.

Sebagai pengurus baru, Merpin akan memprioritaskan penguatan di dalam wa­dah OMK. Dalam pemikirannya lebih pen­ting menguatkan di dalam tubuh OMK se­hing­ga memiliki integritas diri, ketika keluar mereka tidak gamang, rendah diri bahkan terhanyut. Kesem­pat­an kunjung­an ke stasi, memungkinkan pengurus OMK dan Seksi Kepemudaan bertemu OMK stasi setempat. Secara terpisah, Seksi Kepemu­daan Paroki St. Maria Assumpta, Sikakap, Men­tawai, James Carter Sababalat mengaku belum menyusun rancangan programnya, karena baru dilantik 12 Februari silam. Seta­hunya, aktivitas OMK di paroki ber­lang­sung rutin, seperti: latihan koor, per­temuan OMK separoki, terlibat dalam aksi sosial bila terjadi musibah, ikut dalam karya pastoral. “Langkah awal saya, bersama Ketua OMK akan mendata anggota yang masih di wilayah paroki dan stasi. Dari data tersebut, kami akan meru­mus­kan pro­gram seperti kaderi­sasi atau pela­tihan kepe­­mimpinan dan organisasi, pengenalan pri­badi dan mendorong OMK lebih aktif dalam ke­gerejaan dan kemasya­rakatan,” ung­kap­nya.

James tidak memungkiri adanya ken­dala untuk mengaktifkan OMK. Sela­ma ini, aktivitas OMK ada, tetapi bagaikan ‘kapal selam’, semangatnya hilang-timbul. Bila ada acara, tampaklah OMK-nya. Sebagai Seksi Kepemudaan, saya ingin OMK siap untuk menyambut panggilan Tuhan dan terlibat dalam karya pastoral. Saya terus menye­mangati OMK agar terlibat menggereja, bersama pastor kunjungan ke stasi, ada kegiatan akhir minggu (week-end), olah raga OMK. Bila diterima, saya meng­usulkan program bela diri OMK agar mempunyai jiwa kepe­mim­­pinan dan kepribadian yang kuat. Menurut James, Tahun Kesak­sian (Mar­tyria) merupakan ke­sempatan bagi OMK menjadi saksi Kristus lewat kerja nyata, laku hidup baik, menceritakan Yesus Kristus kepa­da orang lain, ikut serta dalam kehidupan budaya dan sosial melalui berbagai ke­giat­an bersama umat ber­agama lain. “OMK harus siap menjadi ragi, ga­ram, dan terang di te­ngah masyara­kat,” ka­tanya.

OMK Kurang Pede

fokus,sinta buana,2
Drg. Scholastica Sinta Buana

Lain lagi pengalaman Seksi Kepe­mudaan Paroki St. Maria A Fatima, Pekan­baru yang akan menyelesaikan masa baktinya, Drg. Scholastica Sinta Buana. Berbagai upaya telah dilakukan Seksi Kepemudaan untuk menggenjot OMK. Terkait dengan pencanangan Tahun 2017 di Keuskupan Padang sebagai Tahun Kesaksian (Martyria), Sinta mengaku pihaknya juga belum merancang program. “Kegiatan kami di tahun 2016 agar warga OMK berani tampil, tidak minder, sekali­gus memberi semangat yang cocok untuk kehidupan sehari-hari. Kami mendatang­kan moti­va­tor cukup terkenal sebagai nara­sumber yang memberikan masukan kepada OMK. Dengan kegiatan itu diharapkan, OMK termotivasi untuk lebih berani bersaksi,” ucapnya. Setelah meng­ikuti kegiatan Hari OMK Keusku­pan Padang (Diocese Youth Day-DYD) 2016 di Muara Siberut, awal Juli 2016, dalam evaluasi para utusan paroki, muncul kesadaran perlunya upaya motivasi agar warga OMK berani bicara. “Ada OMK yang sarjana, tetapi kurang berani bicara, alasanya tidak biasa. Saya merasa banyak OMK kurang pede (percaya diri) saat tampil dan berbicara di depan umum. Kami sepakat memotivasi OMK akan lebih percaya diri. Dalam evaluasi pasca DYD, saya merombak to­tal renca­na karena upaya penumbuhan ke­perca­yaan OMK lebih cocok,” tukas­nya. Di ujung masa baktinya, seksi kepemudaan merancang pentas seni bergabung dengan seksi olah raga DPP. Terkait tentang tahun martyria, Sinta agak ragu, karena pada tahun 2017 paro­kinya sedang merayakan momen Seratus Tahun Penampakan Maria di Fatima, hingga Oktober 2017 sehingga ada banyak kegiatan diselenggarakan. Sinta mengaku di seksi kepemudaan DPP, belum semua rekannya maksimal dan dirinya pun terkadang tidak fokus. Meski­pun demikian, ia bersyukur kare­na ada pastor rekan mempunyai perha­tian yang besar pada OMK.

Pakkat-20140906-00822
Casaroli Stefanus Sinaga, SH

Sementara itu, Koordinator Seksi Kepemudaan DPP St. Fransiskus Xaverius, Dumai, Casaroli Stefanus Sinaga, SH (36) sejak Oktober 2016 melihat OMK kurang berinteraksi dan berkomunikasi dalam aktivitas kege­rejaan. Beranjak dari ‘penglihatan’ terse­but, pihaknya merancang program untuk mengatasi masalah tersebut. “Ada pro­gram kunjungan ke rumah OMK, ibadat dan renungan dipandu katekis atau pastor pembina, dan kunjung­an ke OMK stasi. Seksi Kepemudaan akan merangkul OMK hing­ga pelosok stasi. Dari peng­amat­annya, Casaroli mendapati anggap­an negatif kalangan orangtua terhadap aktivitas OMK. Orangtua warga OMK usia sekolah menengah atas/keju­ruan (SMA/SMK), mengang­gap sebagai aktivitas mengha­biskan waktu saja karena hanya kumpul-kumpul seperti nong­krong. Pihaknya ingin mengubah kesan negatif tersebut dan meyakinkan para orangtua agar percaya dengan aktivitas OMK yang sebenarnya. “Kami mendo­rong warga OMK mem­bangun kesan positif di mata orangtua. Hal itu membu­tuhkan waktu, proses, per­juang­an berat, karena selama ini OMK cukup lama ‘tidur’. Saya merasa tantangan ke depan lebih berat, tetapi kami optimis karena aneka pe­­­ng­­alaman sebelum­nya,” ung­kap­nya pe­nuh semangat.

Langkah pertama yang akan dilaku­kan Seksi Kepemudaan adalah sosiali­sasi akti­vitas OMK kepada para orang­tua. Pihak­nya berharap, orangtua me­mer­cayakan anaknya aktif dalam kegiatan paroki. “Ka­mi juga mendorong para OMK menja­ga kepercayaan orangtua. Pembe­nahan internal ini penting sebelum OMK berki­prah ke luar. Kami ingin OMK mem­pu­nyai ‘nilai plus’, tetapi tidak instan. Di tahun kesaksian ini, kami berharap OMK ber­sak­si lewat tindakan berdasarkan cinta kasih, sebab iman tanpa perbuatan adalah mati,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan