Pelayanan Yang Berkelanjutan (Gema Desember 2015)

Desember 2015Saudara-saudari pembaca Gema yang terkasih!

Tahun Diakonia untuk keuskupan kita hampir berakhir. Demikian pula “Doa Tahun Pelayanan” yang didaraskan pada setiap Ekaristi, khususnya Ekaristi Minggu, akan berganti. Namun di dalam doa yang indah itu dan melaluinya terungkap hakekat panggilan kita sebagai Gereja untuk me­layani sesama dengan penuh kasih.

Dalam rapat redaksi “Gema”, berdasarkan evaluasi Tahun Diakonia dari berbagi narasumber, terungkap fakta dan kesadaran di lapangan bahwa pe­layanan kasih itu tidak bersifat “momental”, yang muncul ketika dibu­tuh­kan atau pada waktu dan situasi tertentu saja. Dibutuhkan atau tidak Gereja tetap harus melayani sebagai bentuk jati dirinya sehingga memungkinkan kita untuk berharap bahwa kebaharuan semangat pelayanan yang muncul me­la­lui Tahun Diakonia ini membuahkan kesadaran dan bentuk pelayanan yang berkelanjutan ke arah yang semakin baik. Pelayanan yang semakin baik me­nuntun kita untuk semakin mampu memahami dan meresapkan kata-kata Kristus, “Kami ini adalah hamba-hamba yang tidak berguna” (Luk 17,10).

Edisi Gema bulan ini mencoba menggali kebaharuan semangat dan komitmen dalam pelayanan dengan menyuguhkan hasil wawancara dari beberapa narasumber.  Pendidikan, ekonomi, kesehatan merupakan tiga bi­dang besar yang menjadi perhatian kita sebagaimana tertuang dalam hasil Muspas tahun 2011. Gema juga berusaha menyuguhkan kekhasan yang mewarnai Tahun Diakonia selama  setahun ini yang muncul dalam kelom­pok kategorial, stasi, paroki, lembaga/komisi.

Akhirnya, kami mengucapkan Selamat Hari Natal 25 Desember 2015 dan Selamat memasuki Tahun Baru 2016: Tahun Koinonia (persekutuan) untuk keuskupan kita dan Tahun Kerahiman Ilahi untuk Gereja universal. Semoga hidup Allah yang kita terima dan rayakan semakin memampukan kita untuk melayani sesama dengan penuh kasih. 

 

Tahun Pelayanan: Melayani Lebih Sungguh

Keuskupan Padang mencanangkan Tahun 2015 sebagai  Tahun Diakonia atau Tahun Pelayanan. Pencanangan ini sebagai tindak lanjut dari Musyawarah Pastoral (Muspas) Keuskupan Padang Tahun 2011. Tahun 2016, dicanangkan sebagai Tahun Koinonia atau Tahun Persekutuan.

Setelah berjalan setahun, seberapa besar gerakan ini berurat berakar di tengah umat. Sejauh mana, komunitas Gereja Keuskupan Padang memberikan perhatian (lebih) pada pencangangan ini. Ataukah,  semuanya berjalan begitu saja dan akan hilang seiring dengan berjalannya waktu?

Dari penelusuran yang dilakukan GEMA,  sejumlah narasumber awam di paroki-paroki menuturkan aneka tanggapan. Demikian pula di kalangan para imam. Dalam satu momen pertemuan para imam, di akhir tahun, pastilah Tahun Diakonia dievaluasi penyelenggaraannya dan dipercakapkan. Evaluasi bisa bernuansa sisi keberhasilan maupun ketidakberhasilan atas apa yang telah dirancangkan dengan realisasinya. Dalam Muspas 2011, ada tiga bidang pelayanan yang mendapat sorotan, yakni bidang ekonomi, pendidikan, dan kesehatan.

Fokus,Ermita Dahliana Mita,1
Veronica Ermita Dahliana Situngkir, S.Pd.

Sekretaris II Dewan Pastoral Paroki St. Maria A Fatima, Pekanbaru, Veronica Ermita Dahliana Situngkir, S.Pd. (40) memberikan serangkaian contoh-contoh kegiatan yang diselenggarakan di parokinya. Saat Paskah silam, DPP menyelenggarakan kegiatan di bidang kesehatan berupa pemeriksaan darah gratis. Di bidang pendidikan, setiap bulan, berlangsung bantuan beasiswa kepada anak keluarga tidak mampu, mulai SD hingga kuliah. Di bidang ekonomi, Seksi Pengembangan Ekonomi Umat DPP menyalurkan bantuan kepada umat berekonomi lemah, berupa bantuan permodalan untuk beternak atau  bercocok tanam. DPP juga menggalang bantuan dana untuk para korban letusan gunung Sinabung, Sumatera Utara dan membantu umat yang mengalami kebakaran rumah. Pelayanan bantuan ada bersifat karitatif dan bersifat produktif. Mita melihat bersemangatnya anggota DPP melayani umat. Tentu hal ini akan dipertahankan di tahun mendatang (2016). Upaya yang dilakukan hendaknya tidak sekedar ‘hangat-hangat tahi ayam’ dan angin-anginan.  DPP juga berupaya melibatkan partisipasi umat dalam karya pelayanan. Kalau ada kegiatan, kami menyampaikan lewat pengumuman di gereja. Kalau minat umat, boleh saya katakan tujuh puluh persen mendukung, karena setiap ada kegiatan, sangat ramai. Saat memberi sumbangan bagi kalangan janda dan anak miskin, terdapat surplus atau kelebihan di paroki kami. Walau tahun berganti tahun, pelayanan di tiga bidang ini tentu akan terus berkelanjutan,” tukasnya lagi.

Pelayanan Berbasis Data

Pastor Martinus
Pastor Martinus Suparjiya, Pr

Sementara itu, Pastor Paroki St. Fransiskus Xaverius, Dumai, Riau, Pastor Martinus Suparjiya, Pr menuturkan berbagai upaya dilakukan di tahun Diakonia. “Di setiap hari Minggu, saat Perayaan Ekaristi, umat diajak mendoakan doa Tahun Pelayanan. Tahun 2015, kami melaksanakan sensus, agar kelak paroki bisa memberikan pelayanan berdasarkan data akurat. Sebenarnya, kami sudah melakukan pelayanan, namun apakah sudah sesuai dengan semangat pelayanan Yesus Kristus? Inilah yang terus kami renungkan dan reflesikan! Kami mengajak umat menyadari dan melaksanakan pelayanan secara murni yang bermula dari dalam keluarga. Tentu saja, buah pelayanan tidak hanya dirasakan oleh keluarga, tetapi juga orang lain,” ucapnya.Di pusat paroki,  P. Martinus mengajak umat aktif dalam renovasi kompleks gereja dan pastoran. “Saya berharap renovasi selesai di  akhir tahun 2015, sehingga di tahun mendatang (2016) bisa mengerjakan hal lainnya, tidak lagi memikirkan bangunan fisik.

      P. Martinus menambahkan, selama  Tahun Pelayanan ini di stasi  pelayanan  sakramen berlangsung seperti biasa. Begitupun pembinaan pengurus, Pembina Bina Iman Anak, pengurus stasi, sosialisasi Aksi Puasa Pembangunan (APP), dan evaluasi Perayaan Sabda hari Minggu. “Harus kami akui, pelayanan dari tingkat paroki lebih terasa, ketimbang dari tingkat umat yang belum muncul ke permukaan,” ungkapnya.

Meskipun penekanan di bidang intern umat, bukan berarti Gereja tutup mata dengan lingkungan sekitar. “Kami mengajak umat berperan sebagai anggota masyarakat, sebagai wujud pewartaan. Umat diajak terlibat di mana pun berada, termasuk kegiatan ekumene. Kami memerhatikan masyarakat seputar lingkungan gereja dan pastoran, saat Idul Fitri. Ada 40 kepala keluarga non-Katolik di sekitar Pastoran yang mendapat perhatian dan pelayanan juga,” ujarnya.

P. Martinus mengungkapkan dalam bidang pendidikan, pihaknya belum mengolah secara persis, selain terbentur masalah pendanaan juga dirasa pentingnya kesadaran atas pelayanan di bidang ini. Umat mestinya menyadari pentingnya pendidikan. Umat tidak mungkin hanya berharap dari dana paroki, yang serba pas-pasan dan sangat terbatas. Mesti ada kesadaran bersama di antara umat untuk memerhatikan sesama umat lain yang mengalami permasalahan dalam pendanaan pendidikan. Begitupun dengan pelayanan eksternal Gereja.  Umat hendaknya menyadari diri bagian dari masyarakat.

fokus,theodorus sitinjak,1
P. Theodorus Sitinjak, OFMCap

Lain paroki, lain pula pelaksanaan pelayanan di Tahun Diakonia. Di Paroki St. Theresia, Air Molek, Riau, tema pelayanan menjadi salah satu bahan sermon di setiap wilayah separoki. Cara ini untuk meningkatkan kualitas para tokoh umat dalam melayani. Kami juga mengadakan rekoleksi bertema semangat pelayanan. Dalam bidang pendidikan dan kesehatan, paroki melalui Seksi Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE) bekerjasama dengan Yayasan Caritas  Korea membantu biaya beberapa mahasiswa dari Wilayah Suku Talang Mamak. Bulan November 2015 lalu, tim dokter dari Korea melaksanakan pengobatan gratis dan pemeriksaan kesehatan di daerah Siambul. Program lainnya adalah membantu umat berekonomi lemah, yang sakit dan terkena musibah.  Di akhir tahun, Desember, beberapa keluarga kurang mampu dari setiap stasi separoki Air Molek mendapat bingkisan Natal. Masih ada lagi program-program lebih banyak ditangani PSE paroki, ujar Pastor Paroki Air Molek, P. Theodorus Sitinjak, OFMCap.

P. Theo mengakui pada awalnya lembaran Doa Tahun Pelayanan banyak didoakan,  tetapi selanjutnya terkadang lupa.  Menurut pengamatannya, beberapa stasi tetap setia mendoakannya setiap Minggu. Berkaitan dengan keterlibatan umat dalam tahun pelayanan ini, saya melihat secara umum, kebannyakan umat belum terlibat langsung.

Sehubungan dengan tahun 2016 sebagai Tahun Koinonia (Persekutuan), imbuhnya akan melanjutkan kegiatan tahun 2015. “Ada program yang berkesinambungan. Sebelum melangkah lanjut, kami akan mengadakan evaluasi di tingkat paroki pada rapat presidium bulan Desember. Saya yakin, dari berbagai upaya, program, kegiatan ada yang telah berbuah, dalam jangka pendek,  ada pula yang belum bisa terukur.

Pelayanan di tahun Diakonia  terkadang menemui kesulitan atau rintangan. Untuk pembinaan para pengurus Gereja, kami kesulitan yaitu kurangnya kehadiran para pengurus. Dalam pelayanan sosial untuk membantu umat yang miskin, kami terhambat minimnya dana. Di bidang kesehatan, khususnya masyarakat Talang Mamak masih menyukai pengobatan tradisional, sehingga kami memandang penting untuk terus melakukan upaya-upaya penyadaran,” katanya lagi.

Sementara itu, dalam kacamata  warga Paroki St. Petrus Claver, Bukittinggi, Lukas Tukiman (55), aktivitas kegerejaan di paroki, sepanjang tahun pelayanan, berlangsung seperti biasanya, sama seperti tahun-tahun sebelumnya. “Aktivitas di tingkat paroki dan rayon berlangsung dengan baik, meskipun tetap ada sejumlah kendala. Pastor, pengurus Gereja, dan umat terlibat sesuai dengan perannya masing-masing,” ucapnya.

fokus,lukas tukiman,1
Lukas Tukiman

Guru SD Fransiskus, Bukittinggi ini menuturkan, fokus perhatian pada bidang pendidikan terarah pada Bina Iman Anak (BIA), pelajaran agama untuk anak-anak setiap Minggu. Ada  juga bantuan dana sekolah bagi 30-an anak dari keluarga kurang mampu dalam program Gerakan Orang Tua Asuh (GOTA). Di bidang ekonomi, ada pelayanan lewat credit union (CU) untuk umat dan masyarakat umum, guna membantu taraf ekonomi masyarakat lemah dan pedagang berskala kecil. Kehadiran CU ini sungguh terasa manfaatnya. Pelayanan di bidang kesehatan, sambung Lukas, lewat klinik yang ditangani para suster, tidak hanya melayani umat, tetapi juga masyarakat umum.

Di bidang pendidikan, Lukas menilai ada kemajuan ketimbang tahun sebelumnya, termasuk sifat keterbukaannya bagi masyarakat luas. Ia juga melihat kemajuan lewat kehadiran pastor baru di Paroki St. Petrus Claver Bukittinggi. “Bila sebelumnya condong terarah ke dalam, intern Gereja, maka sekarang mulai terbuka ke luar. Hal ini langkah maju dalam rangka karya pelayanannya. Keterbukaan untuk umum ‘merembet’ dalam tiga bidang fokus pelayanan di Tahun Diakonia.

Perhatikan Sesama

Sementara itu, pelayanan di tahun diakonia diisi dengan aksi nyata di Rayon St. Felisitas, Wilayah Paulinus, Paroki St. Maria Bunda Yesus, Padang. Salah seorang warganya,  Florentina br. Ginting (44) mengungkapkan dari tiga bidang fokus, rayonnya memberi perhatian di bidang pendidikan dan ekonomi – walau secara tidak langsung.  “Di rayon saya, banyak keluarga kurang mampu, sehingga menyekolahkannya anaknya ke sekolah negeri. Sekolah Katolik dianggapnya mahal. Warga rayon lainnya mencermati hal ini sehingga momen Tahun Diakonia digunakan untuk lebih memerhatikan sesama warga rayon. Pada tahun ajaran baru silam (2015-2016), warga rayon kami menggalang dana untuk membantu seorang anak tamatan SD masuk ke SMP dan seorang lagi masuk TK di lingkungan Yayasan Prayoga Padang,” tukasnya.

Fokus,Florentina br Ginting,1
Florentina br. Ginting

“Petugas rayon yang ditunjuk mengunjungi satu per satu warga rayon untuk mengumpulkan sumbangan serela dan seikhlasnya. Tak ada patokan sumbangan. Sebelumnya, pengurus rayon mendata anak warga yang pantas mendapatkan bantuan dana pendidikan tersebut. Dua anak mendapat bantuan keringanan uang masuk sekolah baru dan dana sekolah bulanan. Dengan demikian, mereka mendapat pendidikan dengan nilai-nilai kekatolikan. Di sekolah negeri tidak ada pelajaran agama Katolik dan diwajibkan berjilbab bagi murid perempuan. Itu adalah contoh aksi kecil solidaritas sesama warga rayon. Kami senang dapat membantu dua anak warga rayon agar dapat mengenyam pendidikan di sekolah berciri Katolik,” ujarnya lagi.

Di bidang kesehatan, seingat Floren, memang belum ada aksi nyata. Ada anjuran agar warga rayon mengikuti program kesehatan yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). “Warga dianjurkan ikut serta karena sangat membantu. Kalau belum punya kartu, warga dihimbau mengurusnya. Kalau ada warga yang belum tahu, akan dibantu oleh warga rayon lainnya yang telah menjadi anggota. Berkaitan dengan lembaran doa Tahun Pelayanan, kami selalu mendoakan pada bagian komuni saat Perayaan Ekaristi di kapel Jondul,” katanya.

Lain lagi di Paroki St. Paulus, Pekanbaru. Salah seorang warganya, Daud Darmono, mengungkap ada serangkaian kegiatan dilakukan di tahun pelayanan ini maupun tahun-tahun sebelumnya, namun empat tahun belakangan ini fokus perhatian paroki condong mengarah pada penyelesaian pembangunan gedung gereja. Warga Stasi St. Filipus, Arengka Ujung ini terlibat sebagai Seksi Perencanaan dan Dana. “Upaya penggalangan dana lebih terasa dominan. Sepertinya tiga bidang fokus (ekonomi, pendidikan, kesehatan) belum terasa dijalankan. Dalam hal doa Tahun Diakonia, dimanfaatkan, tidak hanya di paroki juga di stasi-stasi, lembaran doa dengan ilustrasi orang Samaria yang baik hati dan ditulis P. Alex I. Suwandi, Pr  digunakan.

fokus,daud darmono,2
Daud Darmono

Di bidang sosial kemasyarakatan,  Seksi Kitab Suci stasi dan mantan anggota dewan harian DPP St. Paulus, Pekanbaru (periode 2012-2015) ini menyebutkan ada  kegiatan donor darah, pengumpulan bantuan pengungsi korban letusan gunung Sinabung (Sumatera Utara). Kami mengakui, akhir-akhir ini semua energi masih terarah pada penyelesaian pembangunan gereja, baik di stasi dan kring. Akhirnya gedung gereja paroki St. Paulus, Pekanbaru, diberkati dan diresmikan tanggal 23 Agustus 2015. Setahu Daud, usai pemberkatan dan peresmian gedung gereja paroki St. Paulus, kegiatan yang diselenggarakan hingga akhir tahun 2015 lebih banyak terarah di bidang liturgi, berupa pelatihan bagi para petugas liturgi tingkat wilayah.  Upaya penyadaran untuk melayani di tingkat umat bukanlah hal mudah.

Berkaitan dengan informasi dan sosialisasi tahun diakonia sebelumnya, salah seorang warga Rayon Vincentius, Kampung Sebelah, Paroki Katedral St Teresia dari Kanak-kanak Yesus, Padang, Yohanes Mulyadi Makmur mengaku pernah mendengar serba sedikit tentang pencanangan tahun 2015 sebagai Tahun Diakonia atau Tahun Pelayanan. Diakuinya, ia kurang aktif terlibat dalam kegiatan kegerejaan, karena terhambat oleh kesibukan pekerjaan dan mencari nafkah.  Kemarin, saat bulan Rosario, Oktober, Mulyadi jarang mengikutinya dan lebih jarang lagi mengikuti kegiatan pendalaman iman. Ia mengakui, tidak banyak mengetahui hal-ikhwal tahun diakonia/pelayanan. “Karena situasilah, saya yang sedemikian sibuk dalam pekerjaan, kurang mengetahui seluk-beluk tentang kegiatan atau aktivitas di sepanjang tahun 2015.

Di Paroki St. Fransiskus Asisi Padang  menurut aktivis dan salah satu pemuka umat, John Amos Sembiring (53) perencanaan kegiatan DPP (tahun 2015) mengakomodir Tahun Pelayanan,  dengan mengakomodir kebutuhan umat. Pada Tahun  Pelayanan, lanjutnya ada kegiatan spesifik yang dirancang DPP, namun minim respon atau tanggapan umat. Ia mencontohkan kegiatan sosialisasi Badan Pelayanan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan pendalaman iman bertema pelayanan, minim kehadiran umat dibandingkan dengan banyaknya umat paroki.  Tindak lanjut sosialisasi BPJS, panitia membantu pendaftaran menjadi peserta BPJS pun  minim pendaftar.  “Kadang, saya berpikir,  jangan-jangan Tahun Diakonia ini hanya ‘urusan’ pengurus Gereja (para pastor, pengurus DPP, pengurus wilayah/stasi/lingkungan/kring).  Sepertinya Tahun Diakonia belum menjadi ‘milik umat’ atau seluruh Gereja,” ungkap Amos.

Kalaupun ada tanggapan dan peningkatan partisipasi, sambung Amos, palingan sekitar sepuluh persen. “Apakah sosialisasi dan mobilisasi umat belum maksimal?! Saya  melihat ‘keterbatasan’ pengurus rayon. Adalah fakta, menjadi pengurus rayon bukanlah pilihan, mereka sibuk mencari nafkah untuk ekonomi rumah tangganya. Selain itu, saya juga punya ukuran sendiri atas partisipasi umat, yakni kalau suatu kepanitiaan masih diisi oleh orang yang itu-itu juga, berarti belum berkembang partisipasi umat,” ungkapnya mengakhiri.

Mesti Ada Terobosan Baru

fokus,jimmy yaputra,3
Drs. Jimmy Yaputra Sekretaris Umum Badan Pengurus Pusat (BPP) PSKP Santu Yusuf

Berkaitan dengan pelaksanaan  Tahun Diakonia, upaya yang dilakukan Perkumpulan Sosial Katolik dan Pemakaman (PSKP)  Santu Yusuf  Keuskupan Padang dapat menjadi reminder, pengingat, bagi Keuskupan Padang atas hasil Musyawarah Pastoral (Muspas) Keuskupan Padang Tahun 2011. Sebelum Tahun Diakonia, ada Tahun Sosialisasi (2012), Tahun Katekese (2013), Tahun Liturgi (2014).

Pelayanan  yang dilakukan PSKP Santu Yusuf merupakan salah satu contoh keterlibatan umat yang saling melayani. Umat tidak hanya dalam posisi (minta) dilayani, tetapi juga melayani. PSKP Santu Yusuf ingin menjadi model dalam hal pelaksanaan pelayanan, sebagaimana diajarkan Gereja. Pengurus PSKP Santu Yusuf membuat ‘produk’ yang melayani umat dan menawarkan program yang berbela rasa, sama seperti kisah orang Samaria yang berbelas kasih.

Ada kesan tersendiri saya berkaitan dengan Tahun Diakonia ini, Ternyata, belum semua paroki menjalankan Doa Tahun Pelayanan tersebut dalam Perayaan Ekaristi di gereja.  Ada paroki yang “lupa-lupa”.  Artinya, warga keuskupan ini (klerus dan awam) masih belum sepenuhnya berpartisipasi dalam program pastoral keuskupan. Padahal, isi doanya sangat bagus sekali dan isinya pun mudah dipahami.  Dan itu pun pasti mudah pula diamalkan.

Di bidang pendidikan, PSKP Santu Yusuf Keuskupan Padang  melakukan hal konkrit, yakni menguatkan produk Anak-Anak Terang (AAT).  Satu hal lagi, terobosan konkrit dilakukan, berusaha semakin setia melayani umat, dalam bentuk  BerKhat  Santu Yusuf  (BKSY). Hal ini pernah pengurus bicarakan dengan Bapa Uskup.  BKSY mengambil suatu model program kesehatan dan kematian yang dikembangkan di Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) oleh PAguyuban LINGkaran SAHabat Suharyo  (PALINGSAH).

Dasar spiritual gerakan ini: “Aku bersyukur atas hidupku sekarang, untuk itu, aku beriur.”  Karena aku beriur itu, rupanya Tuhan juga mau menunjukkan kasih-Nya, sehingga saat aku sakit atau meninggal, aku juga boleh menerima bantuan atau santunan. Singkat kata, secara umum, gerakan mirip dengan gaya asuransi. Namun, tentu saja, kita tidak boleh mendasarkan BKSY itu seperti perusahaan asuransi. Memang ada syarat formal dari Yayasan Palingsah yakni mesti adanya persetujuan Uskup. Dari awal, sebenarnya uskup sudah mengetahui, tetapi syarat secara formal dalam surat resmi belum ada. Terobosan ini masih dalam proses, tetapi saya sudah mensosialisasikannya. Tanggapan umat sangat baik!

 

 Umat Jangan Lepas Tangan

Pastor Alex Suwandi
Pastor Alex I Suwandi, Pr.

Pastor Alex I Suwandi, Pr.

Ketua Komisi Pendidikan Keuskupan Padang

dan Ketua Pengurus Yayasan Prayoga Padang 

Bidang pendidikan salah satu fokus perhatian di sepanjang Tahun Diakonia ini. Upaya yang dilakukan, yaitu: (1) pertemuan pengurus Dewan Pastoral Paroki, Seksi Sosial, Seksi Pendidikan, dan tokoh umat se-Keuskupan Padang di Padang, 6-8 Februari 2015, bersama Komisi PSE Keuskupan Padang. (2) membuat doa Tahun Pelayanan yang didoakan di setiap misa (harian dan Minggu).

Implementasi di bidang ini: program konkrit tergantung paroki,  rapat wilayah (Rawil), dan komunitas religius masing-masing. Setahu saya, paroki-paroki di Rawil Sumbar mengumpulkan kolekte khusus untuk membantu siswa miskin di parokinya. Di Yayasan Prayoga Padang, ada bantuan keringanan biaya pendidikan bagi siswa yang kurang mampu, siswa Katolik diterima di sekolah Katolik, para guru dan karyawan Yayasan Prayoga Padang mendapatkan penataran/seminar/lo­kakarya. Ada juga retret untuk guru Katolik, studi banding pengurus yayasan dan kepala sekolah di bidang excellent service. Selama bulan Ramadhan, Pastoral Sekolah di SD hingga SMA bertema Tahun Pelayanan. Saat ini  ada 26 anak Mentawai yang mendapat beasiswa dari Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik (APTIK). Peluang besar, 116 orang, tetapi yang memenuhi syarat hanya 26 orang. Saya yakin,  buah dari upaya-upaya tersebut pasti ada, baik jangka pendek maupun jangka panjang.

Rintangan yang dihadapi bidang pendidikan, misalnya ada umat yang berpikir dan berharap, dirinya mendapat bantuan biaya pendidikan dalam Tahun Pelayanan ini. Orang ini berpikir hanya untuk dirinya  sendiri, seakan-akan yayasan pendidikan, pastor paroki atau keuskupan harus melayani dia, berbuat untuknya, tanpa dirinya sendiri terlibat juga dalam pendidikan untuk anaknya. Padahal, ada banyak orang lain yang perlu dibantu, yang kurang mampu dari dirinya. Di samping itu, harus ada penyadaran bagi para orangtua bahwa merekalah pendidik utama. Pendidikan anak tak boleh diserahkan hanya kepada yayasan pendidikan atau guru di sekolah. Orangtua harus terlibat dalam proses pembinaan dan biaya pendidikan anak-anaknya. Umat harus terlibat dalam pendidikan anak-anak di parokinya, baik yang  di sekolah Katolik maupun non-Katolik. Umat tak boleh lepas tangan dengan berpikir hal itu urusan yayasan pendidikan saja. Jika perlu, ada Seksi Pendidikan di DPP. Kita yakin, niat baik dalam Tahun Pelayanan ini pasti diberkati Tuhan.

 

Penyadaran Pentingnya Melayani

Pastor Anton Konseng
P. Anton Konseng, Pr.

P. Anton Konseng, Pr.

Ketua Yayasan Salus Infirmorum dan Yayasan John Paul II,

berdomisili di Pekanbaru, Riau

Menurut saya, Gereja Katolik Keuskupan Padang, Pasca Muspas 2011 mencanangkan Tahun 2015 sebagai Tahun Diakonia (Pelayanan) adalah  untuk menyadarkan umat Katolik di keuskupan ini akan pentingnya pelayanan satu sama lain dalam kehidupan. Pelayanan itu luas, baik di lingkup internal Gereja maupun eksternal Gereja (masyarakat luas). 

Pencanangan ini untuk menyadarkan bahwa kehadiran umat Katolik – sebagai Gereja harus mempunyai nilai fungsional; sebagai apa pun kita (hirarki dan awam) dan di mana pun berada. Dalam aneka bentuk pelayanan itu, harus ada kesadaran, bukan mengalir saja tanpa spirit!  Dunia manajemen saja membicarakannya, apalagi kita sebagai Gereja.

Pencanangan  ini memberi motivasi dari aspek spiritual bagi kami.  Yayasan Salus Infirmorum yang menangani pelayanan kesehatan di Rawil Riau memang tidak melakukan hal-hal yang luar biasa, di luar kebiasaan yang ada. Rumah sakit, poliklinik-poliklinik, dan tenaga pastoral bidang kesehatan tetap setia melakukan pelayanan. Kami senantiasa berusaha melayani pasien dan keluarganya dengan sebaik-baiknya.  Warga Pekanbaru dan Riau pasti mengetahui rumah sakit kelolaan kami cukup terkenal dan puas dalam pelayanan kesehatan.  Sehingga, kalau ditanya, apa yang telah kami lakukan di sepanjang Tahun Diakonia (Pelayanan) tahun 2015 ini, kami akan menjawab melakukan pelayanan sebagaimana biasanya. Kami juga tidak membahasnya  secara spesifik tentang pelayanan di Tahun Diakonia ini.  Sebagai lembaga pelayanan, tentu  kami ingin dan berkomitmen untuk terus meningkatkan mutu pelayanan, tidak hanya biasa-biasa saja.

Apakah ada percakapan di antara para imam, khususnya di bidang kesehatan untuk mengisi Tahun Diakonia? Saya pun akan menjawab, tidak ada. Meskipun demikian, kami tetap melayani tanpa melupakan spiritnya. Bagi kami, boleh dikatakan tanpa ada Tahun Diakonia  pun, kami selalu berusaha memberikan pelayanan sebaik-baiknya dan meningkatkan mutu pelayanan itu. Ini berarti, bukan karena ada Tahun Diakonia  kalau kami memerhatikan kualitas pelayanan.  Singkat kata, kami tidak mengaitkan suatu pelayanan spesifik di bidang kesehatan (hanya) karena Tahun Diakonia. (hrd)

 

Kegiatan Komisi PSE – Caritas Mengalir Saja

Pastor Alex Sudarmanto
P. Alexius Sudarmanto, Pr.

 P. Alexius Sudarmanto, Pr.

Ketua Komisi PSE – Caritas

Keuskupan Padang 

Banyak hal yang dilakukan Komisi Pengembangan Sosial-Ekonomi (PSE) – Caritas Keuskupan Padang di sepanjang Tahun Pelayanan (Diakonia) ini.

Ada tiga bidang pelayanan, yang disorot, yakni: ekonomi, kesehatan, dan pendidikan. Kegiatan Komisi PSE-Caritas lebih banyak bersifat animasi awal, misalnya pada Seksi Sosial Paroki (SSP) paroki, penyelenggaraan aneka kursus, pembinaan umat dan kelompok tani (keltan) di Sikakap (Mentawai), Talang Mamak (Air Molek). Di Paroki Saibi, Siberut Tengah, Kepulauan Mentawai kami menganimasi berdirinya koperasi usaha. Di Padang, pembinaan credit union (CU)  yang ada.

Sebenarnya, di parokilah kegiatan berlangsung, bukan di tempat kami (komisi). Memang, kami juga menyelenggarakan kursus masak, jahit, kelompok tukang (kayu, besi), pertanian hidroponik, dan berbagai latihan keterampilan. 

Dari hasil evaluasi bersama SSP, ada beberapa paroki yang aktif, dinamis, hidup; namun ada juga yang sebaliknya adem ayem. Apalagi masih banyak di antara paroki  yang berorientasi altar, bukan ‘ke pasar’. Seharusnya, solidaritas dan kesetiakawanan dihidupi oleh umat juga menjadi ‘buah’ perayaan iman, baik katekese dan liturgi; selanjutnya ‘buah’ dalam pelayanan kasih. SSP adalah partner dan mitra, serta perpanjangan tangan  kami di paroki. Tetapi, terkadang, SSP dimengerti hanya pada lingkup terbatas, misalnya sosial pemakaman. Padahal ruang lingkup kerja dan pelayanan SSP  sangatlah luas, menyangkut perekonomian dan pemberdayaan umat/masyarakat.

Di atas semua kegiatan pelayanan apa pun bentuknya, saya tegaskan, pelayanan sosial-ekonomi di dalam Gereja bukan hanya soal uang; terlebih pada semangat solidaritas, kesetiakawanan sosial yang berujung pada perwujudan cinta kasih. Ekonomi berbasiskan cinta kasih, tidak kemaruk atau serakah dan sekedar mengumpulkan uang.

Kami memang lebih banyak melakukan langkah animasi dan mendorong dengan berbagai bahan animasi, selanjutnya bergantung pada pastor paroki untuk menindak­lanjutinya bersama umat. Aksi Puasa Pembangunan (APP), Hari Pangan Sedunia (HPS) misalnya, seharusnya dirayakan di paroki-paroki, sama halnya dengan Bulan Kitab Suci Nasional (BKSN). HPS misalnya, menyangkut soal pangan, kehidupan, keadilan sosial. Tahun-tahun sebelumnya, HPS hanya berlangsung di beberapa paroki. Paroki St. Teresia Air Molek (Riau), St. Maria Diangkat ke Surga, Siberut (Mentawai), dan Paroki St. Maria Assumpta, Sikakap (Mentawai) cukup merespon/menanggapi, karena merasa membutuhkannya. Ada animasi dan ada tindak lanjutnya. Mungkin, lainnya, menganggapnya hanya sebagai seremonial.

Tahun Diakonia/Pelayanan (2015) akan berganti ke Tahun Koinonia/Persekutuan  di tahun 2016. Dalam realitas yang sudah berjalan, saya melihat hal tersebut mengalir biasa dari tahun ke tahun, tidak ada sesuatu yang besar dengan momen tertentu.  Doa Tahun Pelayanan pun tampaknya semangat umat untuk mendoakannya pada awal-awalnya saja, di bagian akhir Perayaan Ekaristi. memang ada paroki yang “setia” mendoakannya. Saya berpendapat,  idealnya ada gerakan bersama, baik di tingkat paroki dan keuskupan sehingga gregetnya begitu terasa. Ada usulan kepada Bapa Uskup agar membuat Surat Gembala untuk menggerakkan paroki-paroki se-Keuskupan Padang. Ada anggapan, kondisi yang sama berulang seperti tahun-tahun sebelumnya. (hrd)

Tinggalkan Balasan