Pendalaman Kitab Suci Dewasa: MEWARTAKAN KABAR GEMBIRA DALAM KEMAJEMUKAN
PERTEMUAN I:
Dialog Dengan Yang Miskin Dan Tersingkir Matius 14:13-21)
TUJUAN:
1. Umat menyadari realitas kehidupan bersama dan membangun kepedulian dengan mereka yang miskin dan tersingkir.
2. Umat mendapatkan inspirasi dari Sabda Tuhan tentang Yesus yang memberi makan lima ribu orang untuk mewujudkan semangat berbagi dalam hidup.
3. Umat semakin mencintai sabda Tuhan dan menemukan inspirasi hidup melalui aneka kisah keselamatan yang ditawarkan Allah kepada manusia.
GAGASAN POKOK
Gereja Katolik hadir dan tinggal bersama-sama dengan realitas konkret hidup keseharian manusia. Gereja Asia sendiri telah menandaskan bahwa Gereja hadir dalam tiga realitas yang harus dijumpai dalam kehidupan yaitu realitas kemajemukan bersama dengan agama-agama lain, realitas budaya yang beragam dan realitas hidup bersama dengan masyarakat miskin. Fokus kita pada pertemuan pertama ini hendak merefleksikan sabda Tuhan yang berbicara mengenai orang-orang miskin dan tersingkir.
Kehadiran Yesus ke dunia membawa suatu perutusan dari Allah Bapa untuk menjadi tanda rahmat keselamatan bagi banyak orang. Tanda keselamatan itu diwujudkan dalam sabda pengajaran serta tindakan-tindakan-Nya yang merengkuh orang untuk mengalami keselamatan dari Allah. Lukas mencatat: “Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebas¬kan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang”(Luk. 4:18-19). Tampak bahwa pilihan perutusan Yesus adalah mereka yang miskin. Tentunya kemiskinan dalam perikop-peri¬kop kitab suci mempunyai banyak sekali makna dan hal itu bisa menjadi bahan refleksi lanjut bagi kita semua.
Bagaimana Kitab Suci berbicara tentang realitas kemiskinan pada zamanYesus? Teks tentang Yesus memberi makan lima ribu orang (Mat. 14:13-21) akan menjadi bahan permenungan kita. Berhadapan dengan orang-orang miskin, Yesus selalu tergerak hatinya oleh belas kasihan dan Ia bertindak untuk menolong mereka. Salah satu sikap iman yang hendak diwariskan oleh Yesus melalui perikop tersebut adalah semangat berbagi kepada mereka terutama yang miskin dan tersingkir. Maka dari itu, pada pertemuan pertama ini kita ingin mendalami realitas kehidupan sekitar kita dimana terdapat pula kenyataan bahwa ada sesama yang miskin dan tersingkir dan bagaimana terang sabda Tuhan menuntun kita untuk bertindak membangun kepedulian pada mereka yang miskin dan menderita.
PEMBUKA
Nyanyian Pembuka: “Yang Kauperbuat bagi Saudara-Ku” (PS 702)
Tanda Salib dan Salam
P. Dalam Nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus.
U. Amin.
P. Semoga rahmat Tuhan kita Yesus Kristus, cinta kasih dan damai sejahtera dari Allah Bapa, serta persekutuan Roh Kudus selalu beserta kita.
U. Sekarang dan selama-lamanya.
Pengantar
Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus, selamat berjumpa dalam Bulan Kitab Suci Nasional 2018 ini. Kita bersyukur bahwa Tuhan memberi kesempatan kepada kita untuk masuk dalam Bulan Kitab Suci Nasional, di mana kita ingin mencurahkan perhatian kita pada Kitab Suci, Sabda Allah yang tertulis, yang menjadi salah satu warisan rohani untuk semakin mengenal Tuhan yang kita imani. Tema Bulan Kitab Suci Nasional saat ini yakni “Mewartakan Kabar Gembira dalam Kemajemukan”, mengajak kita menyadari bahwa realitas kehidupan kita yang majemuk. Pada pertemuan pertama ini kita akan merenungkan secara khusus realitas kehidupan bersama dengan sesama yang miskin dan tersingkir. Mari sekarang kita siapkan hati memohon kehadiran Tuhan dengan berdoa.
Doa Pembuka
Marilah kita berdoa: Ya Allah Bapa Mahakasih, kami bersyukur atas sabda-sabda-Mu yang Engkau wariskan kepada kami. Melalui Sabda-Mu yang tertulis dalam Kitab Suci, kami menyadari kehadiran-Mu yang menuntun langkah laku kehidupan kami. Teguhkanlah semangat kami agar semakin mengenal kehendak- Mu dalam nilai-nilai Injili, yang juga harus kami wartakan kepada sesama dan dunia dewasa ini. Perjumpaan-Mu dengan orang-orang miskin dan sederhana menggerak-kan kami pula untuk terlibat dan menyapa saudara-saudari kami yang berkekurangan baik dalam kata dan perbuatan yang nyata. Bantulah kami agar selalu rela berbagi kasih kepada sesama kami yang miskin dan tersingkir tanpa harus membedakan keberagaman di antara kami, karena kami sama-sama makhluk ciptaan-Mu. Demi Yesus Kristus Putra-Mu, Tuhan dan Pengantara kami kini dan sepanjang segala masa.
Amin.
ILUSTRASI
“Menjadi Sesama Bagi yang Menderita”
Program Bedah Rumah di Paroki Santa Maria Bunda Kristus Wedi, Klaten mulai dirintis pada Bulan November 2014. Bedah rumah menjadi upaya yang baik lagi konkret untuk menghadirkan wajah sosial Gereja di tengah umat dan masyarakat. Pastor Kepala Paroki Santa Maria Bunda Kristus Wedi, Rama Adrianus Maradiyo, Pr, menyampaikan, program bedah rumah berawal dari sebuah keprihatinan pada bulan September 2014, saat Rama Maradiyo mengadakan kunjungan, ada salah satu umat yang tidak mau dikunjungi karena malu. Mereka malu, karena kondisi rumahnya yang tidak layak huni. Padahal kunjungan ke lingkungan ini bukan untuk menilai rumah umat, tetapi sungguh merupakan sapaan untuk mengenal umat yang akan dilayani di Paroki Wedi. Berawal dari keprihatinan itulah maka Romo Paroki nekat untuk mengunjungi rumah keluarga tersebut secara pribadi. Dan ternyata, kondisi rumah itu sangat memprihatinkan. Seorang ibu yang hidup sendirian, yang usianya sudah 75 tahun. Ibu ini seorang janda, saat hujan atap rumah tersebut bocor.
Setelah bermenung, Romo memutuskan untuk mengusahakan rumah yang sehat dan layak huni bagi ibu tersebut, sehingga ibu tersebut dapat mengalami kegembiraan di usia tuanya. Romo bersama dengan Dewan Paroki, khususnya Bidang Sarana dan Prasarana, Bidang Pelayanan Kemasyarakatan, tim relawan dan pengurus lingkungan berembug untuk melaksanakan bedah rumah. Saat bedah rumah, tim mengajak paguyuban umat yang ada dan umat lingkungan setem-pat. Bedah rumah diawali dengan gotong-royong. Dalam gotong royong ini, lingkungan menyediakan tenaga untuk kerja bakti, dan ibu-ibu menyiapkan konsumsi. Ternyata umat sangat peduli dan murah hati mendukung bedah rumah ini.
Dalam perkembangan waktu, bedah rumah dirasakan menjadi gerakan bersama untuk menghadirkan wajah sosial Gereja di paroki tersebut. Umat lingkungan dan masyarakat non Katolik sangat mendukung bedah rumah ini. Masyarakat dengan penuh kesadaran mau terlibat bergotong royong secara sukarela. Dalam gotong royong bedah rumah ini nampak kehidupan masyarakat yang saling menghargai, menghormati dan mendukung. Sungguh, kehadiran Gereja dapat dirasakan umat dan masyarakat pada umumnya. Sejak November 2014 sampai Desember 2017, Paroki tersebut telah melakukan bedah rumah sebanyak 45 rumah baik rumah umat Katolik maupun non Katolik. (Disarikan dari Majalah Salam Damai, Edisi 99 Vol 10 Januari 2018)
Pertanyaan Pendalaman Ilustrasi
1. Siapakah sesama yang miskin dan tersingkir sebagaimana dimaksud dalam kisah di atas?
2. Siapakah orang yang miskin dan tersingkir yang perlu ditolong?
3. Dalam kisah di atas, kepedulian dan keterlibatan macam apa yang diusahakan bagi sesama yang miskin dan tersingkir tersebut? Siapa saja yang terlibat di dalam usaha tersebut?
4. Petikan kisah di atas bermakna apa bagi kehidupan keseharian kita yang tinggal bersama dengan sesama yang miskin dan tersingkir?
Pemandu dapat menyampaikan poin berikut sebagai arah penyimpulan pembicaraan:
1. Di sekitar kita ada banyak orang yang miskin dan tersingkir. Kita dipanggil dan diutus untuk memban¬tu mereka.
2. Gotong-royong sebagai nilai bangsa sangat diperlu-kan dalam membantu orang yang miskin dan tersingkir di sekitar kita.
PENDALAMAN KITAB SUCI
Membaca Sabda Tuhan
Yesus Memberi Makan Lima Ribu Orang (Mat. 14:13-21)
Setelah Yesus mendengar berita itu menyingkirlah Ia dari situ, dan hendak mengasingkan diri dengan perahu ke tempat yang sunyi. Tetapi, orang banyak mendengar¬nya dan mengikuti Dia dengan mengambil jalan darat dari kota-kota mereka. 14Ketika Yesus mendarat, Ia melihat orang banyak yang besar jumlahnya, maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan kepada mereka dan Ia menyembuhkan mereka yang sakit.
Menjelang malam, murid-murid-Nya datang kepada-Nya dan berkata: “Tempat ini sunyi dan hari sudah mulai malam. Suruhlah orang banyak itu pergi supaya mereka dapat membeli makanan di desa-desa.” Tetapi, Yesus berkata kepada mereka: “Tidak perlu mereka pergi, kamu harus memberi mereka makan.” Jawab mereka: “Yang ada pada kami di sini hanya lima roti dan dua ikan.” Yesus berkata: “Bawalah ke mari kepada- Ku.” Lalu disuruh-Nya orang banyak itu duduk di rumput. Dan setelah diambil-Nya lima roti dan dua ikan itu, Yesus menengadah ke langit dan mengucap berkat, lalu memecah-mecahkan roti itu dan memberikannya kepada murid-murid-Nya, lalu murid-murid-Nya membagi-bagikannya kepada orang banyak. Dan mereka semuanya makan sampai kenyang. Kemudian orang mengumpulkan potongan-potongan roti yang sisa, dua belas bakul penuh. Yang ikut makan kira-kira lima ribu laki-laki, tidak termasuk perempuan dan anak-anak.
Pertanyaan Pendalaman
1. Apa reaksi yang muncul dari dalam pribadi Yesus ketika melihat banyak pengikut-Nya belum makan?
2. Apa yang dilakukan oleh Yesus? Apa yang dilakukan oleh para murid?
3. Hikmat apa yang dapat kita petik dari kisah Yesus memberi makan lima ribu orang?
Memetik Nilai-nilai Injili
Mengacu pada kisah Yesus memberi makan lima ribu orang, kita dapat memetik nilai-nilai terkait dengan sikap Yesus berjumpa dengan begitu banyak orang yang membutuhkan pertolongan:
1. Yesus berbelas kasih terutama kepada mereka yang miskin dan berkekurangan. Ketika Yesus bertemu dengan orang banyak itu, tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan dan menyembuhkan mereka yang sakit (ay. 14). Yesus tidak tinggal diam berhadapan dengan situasi para pengikut-Nya yang menderita. Ia berinisiatif untuk menyelamatkan mereka.
2. Yesus mengajak para murid turut bertanggung¬jawab mengatasi masalah sesama. Dengan keras Yesus menegur mereka untuk tidak cuci tangan dan melimpahkan tanggungjawab kepada orang lain. Awalnya para murid ingin melarikan diri dari situasi ini, tetapi pernyataan Yesus langsung menohok mereka: “Tidak perlu mereka pergi, kamu harus memberi mereka makan” (ay. 16). Ajakan ini juga digemakan bagi para pengikut-Nya sehingga ada yang tergerak untuk memberikan lima roti dan dua ikan miliknya (ay. 17).
3. Tuhan mengajak kita untuk menempatkan semangat berbagi sebagai suatu cara hidup yang harus terus menerus diusahakan sebagai murid-murid Kristus. Semangat berbagi mengandaikan adanya pengorbanan demi sesama. Para murid menerima pecahan-pecahan roti dari Yesus kemu¬dian mereka memberikannya kepada orang banyak (ay. 19). Cara hidup saling berbagi memungkinkan tidak ada seorang pun yang berkekurangan di antara mereka (Kis.4:34) bahkan menjangkau mereka yang tersingkir pula.
Membangun Niat dan Rencana
Peserta diajak untuk membuat niat dan rencana konkret dalam memanfaatkan sarana teknologi informasi dan komunikasi modern dan membangun komitmen atasnya. Contoh niat dan rencana:
1. Memberikan bantuan pendidikan/beasiswa bagi siswa yang tidak mampu.
2. Mengunjungi lansia, terutama yang tidak diper-ha¬ti¬kan oleh anggota keluarganya.
3. Mengadakan bakti sosial bagi umat yang miskin.
4. Memberikan pelayanan kesehatan gratis.
5. Memberikan informasi lowongan pekerjaan.
Doa Permohonan
Peserta lalu diajak untuk menyampaikan doa-doa sebagai tanggapan atas Sabda Tuhan yang telah direnungkan bersama dan penegasan atas niat dan komitmen yang sudah diungkapkan. Doa-doa ini diakhiri dengan doa Bapa Kami.
Usulan tema/pokok doa:
1. Kerelaan berbagi.
2. Semangat pelayanan bagi kaum miskin dan tersingkir.
3. Peka pada kebutuhan sesama.
4. Kerendahan hati untuk menerima bantuan dari orang lain.
PENUTUP
Doa Penutup
Marilah kita berdoa: Allah Bapa yang Mahabaik, puji syukur kami haturkan ke hadirat-Mu. Kami telah merenungkan kisah Yesus yang memberi makan lima ribu orang. Melalui sabda-Mu kami sebagai murid-murid-Mu diundang dan ditantang untuk mewujudkan pelayanan murah hati dengan sikap belas kasih yang selalu siap berkorban dan berbagi. Syukur bagi kemuliaan-Mu, ya Bapa, atas kelimpahan berkat dan rejeki yang kami terima setiap hari. Penuhilah kami dengan kemurahan hati-Mu sendiri agar kami juga murah hati terhadap sesama terutama kepada mereka yang miskin dan berkekurangan. Semuanya ini kami mohon kepada-Mu demi Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamat kami, yang hidup dan berkuasa kini dan sepanjang masa.
U Amin.
Berkat
Lagu Penutup: “Lima Roti dan Dua Ikan”
PERTEMUAN II
Mewartakan Kabar Gembira Di Tengah Kemajemukan Budaya (Matius 1:18-25)
TUJUAN
1. Umat mengenal upaya-upaya pewartaan Kabar Gembira di tengah kemajemukan budaya.
2. Umat menghayati prinsip “inkarnasi” sebagai prinsip pewartaan Kabar Gembira di tengah kemajemukan budaya.
3. Umat membuat gerakan “inkarnatif” sebagai gerakan pewartaan Kabar Gembira di tengah kemajemukan budaya.
GAGASAN POKOK
Masyarakat kita adalah masyarakat majemuk dalam budaya. Perbedaan budaya, menimbulkan perbedaan dalam pola pikir, pola pandang, cita rasa, sikap dan perilakunya. Juga pastilah berpengaruh pada kebersamaan hidup bermasyarakat.
Kenyataan adanya kemajemukan budaya dalam masyarakat, menjadi konteks konkret Gereja dalam me¬warta¬kan Kabar Gembira. Kekayaan budaya Indone¬sia sungguh mengagumkan. Di banyak tempat, sudah ada upaya memanfaatkannya untuk penyebaran dan perkembangan iman umat. Kontekstualisasi, inkulturasi di berbagai tempat, melewati tahap-tahap yang berbeda. Di beberapa tempat, masalah inkulturasi ini berada pada ranah liturgi: bagaimana kekayaan budaya, seperti lagu-lagu, tata busana serta tarian yang merupakan ekspresi batin budaya tertentu, bisa menyumbang bagi ibadat Gereja. Di tempat lain, mulai dicari dan dipikirkan juga titik temu antara gagasan dan pengharapan yang terungkap dalam aneka ungkapan dan simbol yang terdapat dalam budaya setempat dengan pengharapan yang ditawarkan oleh kekristenan.
Upaya pewartaan Kabar Gembira mesti memperhatikan konteks budaya masyarakatnya. Dalam kebersamaan hidup Gereja di tengah masyarakat akan muncul sikap meniru, menyesuaikan diri, mengambil alih, mengang¬kat, mengubah, bahkan menyempurnakan unsur-unsur budaya yang ada.
Apa yang dibuat oleh Br. Mateus Tirtosumarto, SJ (1954) merintis kesenian “Slaka” (sholawatan Katolik) di Gereja Mater Dei Bonoharjo, Kulon Progo, Yogyakarta merupakan salah satu contohnya. Di tempat lain upaya mewartakan Kabar Gembira di tengah kemaje¬mu-kan budaya, pastilah beraneka modelnya. Model-model ini dapat terkait pada unsur-unsur budayanya, seperti sistem religi, sistem sosial kemasyarakatan (kelahiran, perkawinan dan kematian), sistem pengetahuan, bahasa, kesenian(seni lukis, seni pahat, seni tari, seni drama dan lain-lainnya), mata pencaharian (pertanian, perikanan, peternakan, perkebunan dan lainnya), dan sistem teknologi peralatan.
Seturut dinamika misteri inkarnasi, Firman yang menjadi manusia, Gereja mesti memperhatikan unsur-unsur budaya sebagai konteks pewartaan Kabar Gembira. Dengan demikian, kontekstualisasi merupakan proses kontinyu agar nilai-nilai kristianitas terungkap dalam segi-segi kehidupan masyarakat. Dengan demikian, nilai-nilai kristianitas berdampak (mengang¬kat dan mengubah, menyempurnakan dan memuliakan) dalam kehidupan masyarakat di segala seginya, secara nyata dan paripurna. Setiap upaya pewartaan Kabar Gembira seharusnya mendekatkan relasi Firman dengan konteks kehidupan manusia, di sini dan sekarang.
Dalam konteks ini menjadi nyatalah penegasan Paus St. Yohanes Paulus II dalam anjuran apostoliknya, Catechesi Tradendae (16 Oktober 1979): “… kekuatan Injil di mana pun juga menimbulkan perubahan dan kelahiran baru. Bila kekuatan itu merasuki kebudayaan, tidak mengherankan bahwa banyak unsur kebudayaan itu dijernihkan atau diluruskan olehnya.” (CT 53)
Tema pertemuan II dalam rangka BKSN mungkin bisa mendalami kembali pengalaman inkulturasi yang sudah ada, bisa juga menemukan sesuatu yang baru. Misalnya membaca dan mendalami Kitab Suci dari perspektif budaya tertentu. Atau apakah ada konsep-konsep budaya tertentu bisa membantu kita untuk memahami satu konsep teologis/alkitabiah tertentu?
PEMBUKA
Nyanyian Pembuka: “Betapa Agung Karya Tuhan” (PS 706)
Tanda Salib dan Salam
P. Dalam Nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus.
U. Amin.
P. Semoga rahmat Tuhan kita Yesus Kristus, cinta kasih dan damai sejahtera dari Allah Bapa, serta persekutuan Roh Kudus selalu beserta kita.
U. Sekarang dan selama-lamanya.
Pengantar
Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus, pada pertemuan terdahulu kita sudah mendalami bagaimana Gereja berhadapan dengan kenyataan kemiskinan dalam kehidupan bersama. Dalam pPertemuan kali ini kita akan mendalami upaya-upaya Gereja dalam mewartakan Kabar Gembira di tengah kemajemukan budaya. Ada banyak umat yang sudah mencoba mengintegrasikan pengalaman iman kristianinya dalam kehidupan bermasyarakat. Upaya yang dikenal dengan istilah “konteksualisasi” atau “inkulturasi”. Lewat unsur-unsur budaya (sistem religi, sistem sosial, sistem pengetahuan, sistem bahasa, kesenian, mata pencaharian dan peralatan) pengalaman keselamatan diungkap dan diwujudnyatakan. Peristiwa inkarnasi, peristiwa Allah masuk dalam budaya manusia, menjadi prinsip upaya kontekstualisasi pewartaan Kabar Gembira. Dengan demikian, pengalaman hidup berbudaya menjadi pengalaman iman, pengalaman pergaulan dengan Allah dalam situasi sosial budaya yang nyata. Kita berharap dalam pertemuan II ini kita mengenali kembali upaya-upaya pewartaan Kabar Gembira yang sudah dilakukan di tengah kemajemukan budaya. Kita juga akan menemukan kemungkinan-kemungkinan untuk membuat gerakan “inkarnatif” dalam pewartaan Kabar Gembira di tengah kemajemukan budaya. Untuk itu mari kita buka hati dan pikiran kita agar pendampingan Tuhan dalam pertemuan II ini dari awal hingga akhir, memampukan kita mengalami kehidupan ini sebagai sejarah keselamatan.
Doa Pembuka
Marilah kita berdoa: Allah Bapa kami yang penuh kasih. Layak dan pantas jika saat ini kami bersyukur kepada-Mu. Kami bersyukur atas karunia hidup di bumi Nusantara Indonesia. Kami juga bersyukur karena Kau-karuniai Indonesia dengan aneka suku, agama, ras, dan budaya. Semua karunia-Mu ini memperkaya kehidupan kami sebagai warga negara. Kenyataan kebhinekaan nusantara ini mengajak kami sebagai Gereja, untuk menemukan bentuk pewartaan Kabar Gembira sesuai dengan konteks tempat dan waktu kehidupan kami. Kiranya Roh Kudus yang menggerakkan para pendahulu kami dalam mewu- judnyatakan nilai-nilai Injili di tengah konteks kemajemukan budaya Nusantara, memampukan kami untuk juga mengikuti gerakan-Nya. Sehingga pertemuan BKSN ini meneguhkan, mengilhami, atau meng- koreksi gerak langkah pewartaan Kabar Gembira di tengah kemajemu- kan budaya zaman ini. Dengan perantaraan Kristus Tuhan kami.
Amin.
ILUSTRASI
Seni “Slaka” (Sholawatan Katolik)
Awal mula penyebaran agama Katolik di tanah Jawa bermula dari Sendangsono yaitu tempat ziarah bagi umat Katolik yang terletak di desa Promasan, Kelurahan Banjarroya, kecamatan Kalibawang, Kulon Progo, Yogyakarta. Masyarakat Semagung Promasan semenjak dahulu memiliki kesenian sholawatan Maulud Nabi yang sering dipertunjukan oleh kaum Muslim untuk puji-pujian (berdoa) dan sebagai hiburan saat acara kemasyarakatan seperti kelahiran dan pendirian rumah. Melihat fenomena itu Br. Mateus Tirtosumarto, SJ (1954) merintis penulisan sholawatan yang dikenal dengan nama “Slaka” (sholawatan Katolik). Untuk membedakan dari sholawatan Maulud, syair lagu slaka yang dinyanyikan diambil dari Alkitab Perjanjian Lama. Seiring berjalannya waktu sekitar tahun 1965 sholawatan Katolik mengalami perubahan, syair lagu yang digunakan diambil dari Alkitab Perjanjian Baru. Alhasil semakin sering warga melihat slaka dan mendengar kotbah yang disampaikan bruder membuat masyarakat semakin tertarik masuk menjadi orang Katolik.
Gereja “Mater Dei” Bonoharjo merupakan salah satu Gereja yang mengangkat kesenian sholawatan sebagai bagian dari aktivitas kerohanian Gereja. Gereja “Mater Dei” Bonoharjo terdapat kelompok kesenian sholawatan bernama “Santi Pujan Sabda Jati” (Santi = niat; Pujan = memuji; Sabda = titah / perintah; Jati = Utama) Kelompok tersebut dua bulan sekali mendapat tugas bermain musik sholawatan dalam perayaan Misa. Sholawatan ini hanya dipakai saat Misa dengan bahasa Jawa saja. Lagunya pun disesuaikan agar nuansa Jawa tetap tampak. Umat yang sudah berusia lanjut sangat antusias dengan kesenian ini. Mereka merasa lebih mantap berdoa dengan iringan sholawatan. Sholawatan Santi Pujan ini juga sering diundang sebagai penghibur pada acara-acara kemasyarakatan seperti syukuran dan tirakatan.
Pertanyaan Pendalaman Ilustrasi
1. Apakah Gereja Anda memiliki kegiatan – seperti yang Br. Mateus Tirtosumarto, SJ lakukan sekalipun beda bentuknya – pewartaan Kabar Gembira di tengah kemajemukan budaya?
2. Apa hikmat yang dapat dipetik dari kisah di atas, untuk pewartaan Kabar Gembira di tengah kemajemukan budaya?
Pemandu dapat menyampaikan poin-poin berikut sebagai arah penyimpulan pembicaraan:
1. Sudah ada aneka upaya mewartakan Kabar Gembira di tengah kemajemukan budaya dengan memper¬hati-kan konteks budaya masyarakat.
2. Aneka upaya pewartaan Kabar Gembira di tengah kemajemukan budaya terkait dengan unsur-unsur budaya seperti sistem religi, sistem sosial kemasyarakatan (kelahiran, perkawinan, dan kema- tian), sistem pengetahuan, bahasa, kesenian (seni lukis, seni pahat, seni tari, seni drama dan lain-lainnya), mata pencaharian (pertanian, perikanan, peternakan, perkebunan dan lainnya), dan sistem teknologi peralatan.
PENDALAMAN KITAB SUCI
Membaca Sabda Tuhan: Kelahiran Yesus Kristus (Mat. 1:18-25)
Kelahiran Yesus Kristus adalah seperti berikut: Pada waktu Maria, ibu-Nya, bertunangan dengan Yusuf, ternyata ia mengandung dari Roh Kudus, sebelum mereka hidup sebagai suami istri. Karena Yusuf suaminya, seorang yang tulus hati dan tidak mau mencemarkan nama istrinya di depan umum, ia bermaksud menceraikannya dengan diam- diam. Tetapi, ketika ia mempertimbangkan maksud itu, malaikat Tuhan tampak kepadanya dalam mimpi dan berkata, “Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai istrimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus. Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa-dosa mereka.” Hal itu terjadi supaya digenapi yang difirmankan Tuhan melalui nabi: “Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan menamakan Dia Imanuel.” (Yang berarti: Allah menyertai kita.) Sesudah bangun dari tidurnya, Yusuf berbuat seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan itu kepadanya. Ia mengambil Maria sebagai istrinya, tetapi tidak bersetubuh dengannya sampai Maria melahirkan anaknya laki-laki dan Yusuf menamakan Dia Yesus.
Pertanyaan Pendalaman
1. Prinsip apakah yang dapat dipetik dari Mat. 1:18-25 untuk pewartaan Kabar Gembira?
2. Apa yang dapat dibuat untuk mewujudnyatakan prinsip itu?
Memetik Nilai Injili
1. Allah menyelamatkan manusia, melalui cara manusia. Dengan inkarnasi, Allah masuk ke dalam kebudayaan manusia. Dalam Yesus, Allah menjadi manusia Yahudi, dengan sistem religi Yahudi, sistem sosial Yahudi, sistem pengetahuan Yahudi, sistem bahasa Yahudi, kesenian Yahudi, mata pencaharian dan peralatan yang kesemuanya khas Yahudi. Peristiwa inkarnasi menjadi prinsip pewartaan nilai-nilai injili di tengah kemajemukan budaya.
2. Inkarnasi menunjukkan bahwa Allah menilai tinggi budaya manusia.
Gagasan ini menjadi penting bagi kita dalam merenungkan tempat budaya-budaya lokal di mana Gereja berada. Inkarnasi ini menjadi dasar bagi inkulturasi yang memainkan peranan penting dalam tugas evangelisasi Gereja kini dan di sini.
Membangun Niat dan Rencana
Peserta diajak untuk membuat niat dan rencana konkret untuk ambil bagian dalam mewartakan Kabar Gembira di tengah kemajemukan budaya. Contoh niat dan rencana:
1. Menghidupkan kembali budaya lokal yang sudah mulai dilupakan.
2. Melibatkan diri secara aktif dalam kegiatan budaya, misal kesenian.
Doa Permohonan
(Peserta diajak menyampaikan doa spontan sebagai tanggapan atas hasil pembahasan bersama dan diakhiri dengan doa Bapa Kami.)
Usulan tema/pokok doa:
1. Syukur dan penghargaan terhadap multi¬kulturali¬as budaya dan kebhinnekaan.
2. Terciptanya kerukunan melalui budaya.
PENUTUP
Doa Penutup
Marilah kita berdoa: Ya Allah Yang Mahakasih. Sejak kekal Engkau mengasihi kami. Lewat beraneka cara Engkau berbicara kepada kami. Namun, pada zaman akhir ini, Engkau bicara lewat Yesus Kristus Tuhan kami. Karena kasih-Mu semata, Engkau masuk ke dalam kehidupan manusia, menjadi manusia dalam segalanya, kecuali dalam hal dosa. Peristiwa inkarnasi, peristiwa Allah menjadi manusia, merupakan dasar bagi kami untuk melanjutkan inkarnasi-Mu dalam setiap unsur kebudayaan kami. Semoga gerakan inkarnatif yang mau kami lakukan sungguh menjadi tanda dan sarana inkarnasi-Mu dalam kebudayaan zaman ini, sehingga kami semakin mengalami Imanuel, Allah beserta kami, Allah penyelamat kami.
Amin.
Berkat
Lagu Penutup: “Semua Kembang Bernyanyi” (PS 703)
PERTEMUAN III
Dialog Dengan Agama Lain
(Kisah 17:16-34)
TUJUAN
1. Umat menyadari pentingnya menjalin relasi dengan agama-agama lain melalui dialog-dialog agar terjadi interaksi yang saling mengembangkan.
2. Umat dapat mensharingkan pengalaman konkret mengembangkan dialog dalam kehidupan sehari-hari sebagai kekhasan Gereja di Asia.
3. Umat menemukan inspirasi dari pengalaman Santo Paulus yang mengembangkan pewartaan di antara orang-orang non-Yahudi dengan dialog.
GAGASAN POKOK
Pada masa sekarang ini, Gereja Katolik di Indonesia dihadapkan pada sensitivitas kehidupan beragama yang tidak jarang menimbulkan gesekan yang berujung tindakan anarkhis dari kelompok agama lain. Berbagai dalih dijadikan alasan untuk menghambat gerakan Gereja. Karya-karya khas Gereja seperti rumah sakit, sekolah, kegiatan-kegiatan karitatif tidak jarang dicurigai sebagai upaya Kristenisasi. Selain itu, stigmatisasi kafir masih sering dengan sengaja dihembuskan guna menebar kebencian. Bahkan, intimidasi bagi mereka yang berkehendak untuk menjadi Katolik tak jarang terjadi. Yang lebih menyedihkan adalah adanya pembubaran paksa kegiatan peribadatan yang menunjukkan arogansi tak terkendali sekelompok orang dengan dalih mengganggu ketertiban umum. Dalam situasi seperti ini kita sebagai orang Katolik dihadapkan pada dilema yang tidak mudah.
Pilihan pola relasi antar-umat beragama yang telah cukup lama dikumandangkan adalah “toleransi”. Tampaknya sudah saatnya istilah “toleransi” ini harus dikritisi. Dalam toleransi yang penting adalah tidak saling mengganggu, namun di dalamnya juga tidak ada keterbukaan dan saling pengertian. Masing- masing berjalan menurut kebenarannya sendiri-sendiri. Prinsipnya adalah saling mendiamkan, “kamu tidak mengganggu saya, saya tidak mengganggu kamu.” Dalam situasi seperti ini salah paham sangat mudah terjadi dan tidak mudah diuraikan. Masing-masing menggunakan kebenarannya sendiri.
Akibatnya, terjadi saling curiga yang tak terjembatani. Perbedaan menjadi alasan pemisah dan menjauhkan satu sama lain.
Kiranya sudah waktunya untuk mengubah paradigma berpikir dan pola berelasi dalam kehidupan beragama. Dialog adalah salah satu cara yang mesti dikembangkan sebagai upaya saling memahami dan menghargai aneka perbedaan yang muncul sebagai buah dari penghayatan agama yang berlainan.
Sejak awal berdirinya Republik Indonesia, para pendiri bangsa dengan sangat sadar memilih semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” untuk menampung aneka realitas kehidupan di Indonesia yang memang terdiri dari aneka suku, ras, berbagai macam agama dan keyakinan serta golongan. Dialog adalah cara untuk mewujudkan sikap saling memahami, menghormati dan menerima berbagai perbedaan sebagai kekayaan untuk membangun kehidupan.
Santo Paulus telah memberi inspirasi bagaimana pewartaan Injil dilakukan di tengah aneka perbedaan. Di Atena, ia mewartakan kepada orang-orang yang tidak mengalami kebudayaan dan agama Yahudi. Masyarakat di Atena menganut politeis dengan begitu banyak dewa-dewi, khas Yunani. Pada saat Paulus tiba di Atena, kota itu dipenuhi patung-patung dewa-dewi sembahan mereka. Pewartaan Paulus diawali dengan mengunjungi sinagoga Yahudi dan bersoal jawab dengan orang-orang Yahudi dan ‘mereka yang takut akan Allah, kemudian mengunjungi pasar (agora) dan berdiskusi dengan setiap orang yang dijumpainya di sana (Kis. 17:17). Paulus menyampaikan inti pewartaannya dalam bahasa yang khas dan memanfaatkan kearifan lokal. Dengan demikian pewartaannya dipahami dan diterima.
PEMBUKA
Lagu Pembuka: “Kamulah Terang Dunia” (PS 694)
Tanda Salib dan Salam
P. Dalam nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus.
U. Amin.
P. Semoga Rahmat Tuhan kita Yesus Kristus, cinta kasih Allah dan persekutuan Roh Kudus selalu beserta kita.
U. Sekarang dan selama-lamanya.
Pengantar
Saudara-saudari, pada pertemuan pekan lalu kita sudah membahas tema Dialog dengan Kemiskinan dan Dialog dengan Budaya yang mengandung kekayaan makna dalam kehidupan bersama. Sekarang kita akan membahas salah satu pilar penting Gereja Katolik di Asia, lebih-lebih dalam konteks masyarakat Indonesia yang majemuk dari sisi agama.
Tema ini perlu kita tempatkan dalam konteks kita sebagai warga Gereja Katolik yang mengemban amanat Tuhan untuk mewartakan Injil kepada segala makhluk sampai ke ujung bumi. Namun, realitas yang kita hadapi menunjukkan adanya upaya-upaya pihak lain yang membatasi karya perutusan Gereja. Bahkan, kita dihadapkan pada tantangan konkret di mana tidak jarang karya-karya yang kita lakukan dicurigai, dihambat, dilarang bahkan berujung anarkhis. Namun, hal ini tidak berarti tugas kita untuk mewartakan Injil dengan sendirinya berhenti. Kita perlu mencari cara-cara kreatif agar Kabar Gembira Kristus dirasakan oleh semakin banyak orang. Hal ini harus dilakukan dengan tetap mempertimbangkan cara-cara yang jitu dan berdaya guna sehingga tidak menimbulkan kesulitan/¬konflik dalam tataran yang paling konkret. Mari kita awali pendalaman Kitab Suci ini dengan menimba inspirasi dari Santo Paulus bagaimana mewartakan Injil di antara kelompok beragama lain. Semoga buahnya bisa mengembangkan pewartaan kita.
Doa Pembuka
Marilah kita berdoa: Allah Bapa yang Mahabaik, kami bersyukur karena kami mengalami kekayaan iman dengan hadirnya keragaman agama dan keyakinan di sekitar kami. Namun, masih sangat sering terjadi gesekan antar-penganut agama dan keyakinan itu. Tidak jarang terjadi tindakan anarkhis yang menciderai persatuan kami. Bantulah kami menemukan cara-cara yang Kaupandang layak untuk kami perjuangkan dalam kehidupan bersama kami. Semoga perbedaan agama dan keyakinan justru memperkaya kami dan menantang kami untuk menghayati iman kami lebih baik seturut kehendak-Mu. Singkirkanlah aneka perpecahan dari kehidupan kami. Peliharalah kami dalam rahmat-Mu dan buatlah kami mampu melaksanakan kehendak-Mu, mewartakan Injil kepada segala makhluk. Mampukanlah kami untuk membangun dialog yang akan mengarahkan kami untuk berani menjadi saksi di tengah kehidupan berbangsa dan bermasyarakat di bumi Indonesia ini. Demi Kristus, Pengantara kami.
Amin.
ILUSTRASI
“Surat kepada Sahabat”
Untuk sahabatku terkasih, salam sejahtera bagi kalian. Sudah sekian waktu kita melaksanakan tugas pelayanan Injil. Sukacita mewarnai pengalaman iman kita, anugerah Kristus dan buah pewartaan sudah kita alami. Semoga Kasih Karunia Kristus senantiasa mencukupkan damai sejahtera yang melimpah bagi kita.
Melalui surat terbuka ini saya rindu untuk menyapa para sahabat di manapun berada. Karya pewartaan Injil yang kita lakukan sebagai anugerah perutusan telah menimbulkan reaksi yang bermacam-macam bahkan akhir-akhir ini begitu menantang keberanian dan kreativitas kita. Di samping keberhasilan-keberhasilan yang menimbulkan sukacita Injili, tantangan bahkan kendala-kendala konkret, tidak jarang menyertai. Penolakan maupun fitnah tidak jarang dialamatkan kepada kita. Semoga para sahabat tidak kehilangan arah dan menjadi lemah.
Kita perlu berguru pada Rasul Paulus yang percaya penuh pada penyelenggaraan ilahi dalam mewartakan Injil dan percaya kepada Kristus yang diwartakannya. Kita ingin menimba semangat dasar yang telah dianugerahkan kepada sang rasul supaya pewartaan kita tetap menemukan pijakan dan berkembang sebagaimana perintah Tuhan Yesus Kristus untuk mewartakan Injil kepada segala mahluk. Ia telah berjanji akan menyertai kita sampai akhir zaman. (Mat. 28:20)
Kesulitan demi kesulitan yang menyertai bukan halangan untuk melanjutkan mewartakan Injil Kristus, malahan menjadi tantangan yang harus kita taklukkan. Kreativitas yang kita miliki, keterampilan berelasi untuk membangun kesepahaman dan kerjasama, dan kehendak baik untuk saling menghargai aneka perbedaan serta rahmat Allah yang menyertai adalah bekal untuk mewartakan Injil yang berdampak membangun kehidupan. Dengan demikian, pewartaan kita akan relevan dan signifikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sekaligus tidak kehilangan daya kritisnya, menghadapi gejolak zaman.
Menghadapi tantangan yang semakin beragam dan berat seperti sekarang ini, kita tidak boleh menyerah. Mewartakan Injil adalah jatidiri para murid Kristus yang tidak dapat digantikan oleh apa pun. Oleh karena itu, mewartakan Injil sebagai pelaksanaan amanat perutusan Kristus tetap harus kita lakukan.
Dalam konteks pluralitas agama-agama, pewartaan Injil justru menjadi tantangan serius karena Injil Yesus Kristus harus diperkenalkan supaya dimengerti, dipahami dan terhindar dari aneka interpretasi yang kontraproduktif. Nilai-nilai injili harus terus dikuman¬dang¬kan supaya dikenal orang, sehingga semakin dimengerti bahwa nilai-nilai injili mengandung nilai-nilai perdamaian dan cinta kasih universal. Tugas ini sungguh mulia yang harus kita lanjutkan dengan penuh sukacita. Semoga kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus menyertai kita.
Salam dari sahabatmu yang tertangkap oleh pelayanan Injil Kristus.
Pertanyaan Pendalaman Ilustrasi
1. Keprihatinan apa yang tersirat dalam “Surat kepada Sahabat” di atas?
2. Apa yang perlu diperhatikan supaya pewartaan Injil dapat dilanjutkan dan tidak menimbulkan gejolak di tengah masyarakat?
Pemandu dapat menyampaikan poin-poin berikut sebagai arah penyimpulan pembicaraan:
1. Pewartaan Injil mendapat reaksi dan hambatan dari kelompok agama lain, bahkan sudah sampai dicurigai sebagai kristenisasi. Hal ini bisa menimbulkan persoalan serius dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia.
2. Kreatif membangun dialog dengan agama-agama lain supaya Injil dipahami, dimengerti dan nilai-nilai injili semakin menginspirasi banyak orang karena mengandung perdamaian dan cinta kasih universal.
PENDALAMAN KITAB SUCI
Membaca Sabda Tuhan
Paulus di Atena (Kis. 17:16-34)
Sementara Paulus menantikan mereka di Atena, sangat sedih hatinya karena ia melihat bahwa kota itu penuh dengan patung-patung berhala.
Karena itu di rumah ibadat ia bertukar pikiran dengan orang-orang Yahudi dan orang-orang yang takut akan Allah, dan di pasar setiap hari dengan orang-orang yang dijumpainya di situ. Juga beberapa ahli pikir dari golongan Epikuros dan Stoa berdebat dengan dia dan ada yang berkata, “Apa yang hendak dikatakan si pembual ini?” Tetapi, yang lain berkata, “Rupa-rupanya ia pemberita ajaran dewa-dewa asing.” Sebab ia memberitakan Injil tentang Yesus dan kebangkitan-Nya. Lalu mereka membawanya menghadap sidang Areopagus dan mengatakan, “Bolehkah kami tahu ajaran baru mana yang kauajarkan ini? Sebab engkau memperdengarkan kepada kami hal-hal yang asing. Karena itu kami ingin tahu apa artinya semua itu.” Adapun semua orang Atena dan orang asing yang tinggal di situ tidak mempunyai waktu untuk sesuatu selain untuk mengatakan atau mendengar segala sesuatu yang baru. Paulus berdiri di hadapan sidang Areopagus dan berkata, “Hai orang-orang Atena, aku lihat bahwa dalam segala hal kamu sangat beribadah kepada dewa-dewa. Sebab ketika aku berjalan-jalan di kotamu dan melihat-lihat barang-barang pujaanmu, aku menjumpai juga sebuah mezbah dengan tulisan: Kepada Allah yang tidak dikenal. Apa yang kamu sembah tanpa mengenalnya, itulah yang kuberitakan kepada kamu. Allah yang telah menjadikan bumi dan segala isinya, Ia, yang adalah Tuhan atas langit dan bumi, tidak tinggal dalam kuil-kuil buatan tangan manusia, dan juga tidak dilayani oleh tangan manusia, seolah-olah Ia kekurangan apa-apa, karena Dialah yang memberikan hidup dan napas dan segala sesuatu kepada semua orang. Dari satu orang saja Ia telah menjadikan semua bangsa dan umat manusia untuk mendiami seluruh muka bumi dan Ia telah menentukan musim-musim bagi mereka dan batas-batas kediaman mereka, supaya mereka mencari Allah dan mudah-mudahan mencari-cari dan menemukan Dia, walaupun Ia tidak jauh dari kita masing- masing. Sebab di dalam Dia kita hidup, kita bergerak, kita ada, seperti yang telah juga dikatakan oleh pujangga-pujanggamu: Sebab kita ini keturunan-Nya juga. Karena kita berasal dari keturunan Allah, kita tidak boleh berpikir bahwa keadaan ilahi serupa dengan emas atau perak atau batu, ciptaan kesenian dan keahlian manusia. Tanpa memandang lagi zaman kebodohan, sekarang Allah memerintahkan semua orang di mana saja untuk bertobat. Karena Ia telah menetapkan suatu hari ketika Ia dengan adil akan menghakimi dunia oleh seorang yang telah ditentukan- Nya, sesudah Ia memberikan kepada semua orang suatu jaminan tentang hal itu dengan membangkitkan Dia dari antara orang mati.” Ketika mereka mendengar tentang kebangkitan orang mati, maka ada yang mengejek, dan yang lain berkata, “Lain kali saja kami mendengar engkau berbicara tentang hal itu.” Lalu Paulus meninggalkan mereka. Tetapi, beberapa orang menggabungkan diri dengan dia dan menjadi percaya, di antaranya juga Dionisius, anggota majelis Areopagus, dan seorang perempuan bernama Damaris, dan juga orang-orang lain bersama-sama dengan mereka.
Pertanyaan Pendalaman Teks Kitab Suci
1. Bagaimana Santo Paulus memberi inspirasi kepada kita mewartakan Injil di tengah penganut agama-agama lain?
2. Unsur-unsur apa yang membuat karya pewartaan Santo Paulus tersebut berhasil?
3. Dialog seperti apa yang harus dilakukan untuk memelihara kerukunan antar umat beragama supaya kehidupan bermasyarakat semakin baik?
Memetik Nilai-nilai Injili
1. Perbedaan agama dan keyakinan merupakan realitas unik di Asia, termasuk di Indonesia.
2. Kemajemukan agama di satu sisi menjadi kekayaan penghayatan iman, namun di sisi lain mengandung potensi konflik luar biasa.
3. Realitas majemuk tersebut menjadi tantangan konkret membangun kehidupan atas dasar perbedaan yang saling memperkaya dalam penghayatan.
4. Penghormatan terhadap agama dan keyakinan lain secara tulus merupakan keutamaan orang beriman, lebih-lebih dalam konteks masyarakat Indonesia yang terdiri dari beraneka agama dan keyakinan.
5. Masing-masing penganut agama perlu membuka dialog dan kerjasama yang semakin baik sebagai perwujudan iman yang hidup, saling memahami dan menghargai secara tulus satu sama lain.
6. Membangun dialog-dialog dengan siapa saja supaya saling mengenali iman masing-masing secara benar dan mampu bekerjasama untuk membangun kehidupan bersama yang lebih baik.
Membangun Niat dan Rencana
Peserta diajak membuat niat dan rencana konkret dalam membangun relasi antar-umat beragama di sekitar mereka. Contoh niat dan rencana:
1. Membangun relasi dan jejaring dengan umat beragama lain.
2. Menghargai perbedaan penghayatan umat beragama lain.
3. Bergotong-royong membangun rumah ibadah.
4. Memberi ucapan selamat pada hari raya agama lain.
Doa Permohonan
Peserta diajak untuk menyampaikan doa-doa sebagai tanggapan atas sabda Tuhan yang telah direnungkan bersama. Doa-doa ini diakhiri dengan doa Bapa Kami.
Usulan tema/pokok doa:
1. Syukur atas kerukunan dalam keberagaman agama.
2. Syukur atas tumbuhnya kerjasama lintas agama.
3. Keikhlasan dan ketulusan dalam kebersamaan.
PENUTUP
Doa Penutup
Marilah berdoa: Bapa Maha Pengasih, Engkau sungguh mengasihi setiap manusia. Dengan akal budi dan kelembutan hati, tiap-tiap orang Kautuntun untuk mengalami kehadiran-Mu. Semoga perbedaan agama dan keyakinan tidak menjadi penyebab perpisahan di antara umat manusia, tetapi persatukanlah dalam perbedaan yang saling memperkaya penghayatan iman kami. Jauhkanlah dari hati kami perasaan iri dengki yang menjadi sumber perpecahan. Peliharalah kami dalam rahmat-Mu. Semoga kami giat mengupayakan per¬satuan dan kerukunan dalam kehidupan bersama. Mampukanlah kami menghargai secara tulus aneka perbedaan keyakinan. Semoga seturut teladan santo Paulus, kami menjadi semakin kreatif mewartakan Injil di tengah masyarakat. Bantulah kami menemukan cara-cara yang baik dan berguna untuk mengembangkan karya-karya kami dalam kehidupan nyata. Demi Kristus, pengantara kami.
Amin.
Berkat
Lagu Penutup: “Kau Dipanggil Tuhan” (PS 683)
PERTEMUAN IV
Dialog Dengan Gereja Lain (Yohanes 17:20-26)
TUJUAN
1. Menyadari dan mengenali problem yang berkaitan dengan kesatuan umat Kristiani di Indonesia.
2. Mendapat terang Sabda untuk membangun kesatuan umat Kristiani di Indonesia.
3. Mendapat penguatan untuk senantiasa mengusahakan kesatuan umat Kristiani di Indonesia.
GAGASAN POKOK
Kalau orang sempat mengunjungi Gereja Makam Suci (Church of the Holy Sepulcher) di Yerusalem akan terasakan sesuatu yang amat ironis. Sejak tahun 1862, Gereja Makam Suci “dibagi” untuk enam denominasi Kristen: Gereja Ortodoks Yunani, Gereja Armenia, Gereja Katolik Roma, Gereja Koptik, Gereja Etiopia, dan Gereja Ortodoks Siria. Konsili Vatikan II dengan tegas menggambarkan situasi di sana sebagai perpecahan yang “terang-terangan berlawanan dengan kehendak Kristus, dan menjadi batu sandungan bagi dunia, serta merugikan perutusan suci, yakni mewartakan Injil kepada semua makhluk” (UR 1).
Dekrit tentang ekumenisme dibuka dengan kalimat “Mendukung pemulihan kesatuan antara segenap umat Kristiani merupakan salah satu maksud utama Konsili Ekumenis Vatikan II” (UR 1). Dengan demikian menjadi jelas arah perjalanan Gereja selanjutnya khususnya dalam relasi dengan Gereja- gereja lain. Dirasakan bahwa sampai saat ini, arahan Konsili Vatikan II ini berjalan dengan baik: sikap polemik di masa lalu perlahan-lahan mulai ditinggalkan, keinginan umat beriman untuk mengetahui Gereja atau denominasi lain mulai tumbuh, dan beberapa inisiatif bersama. Tentu saja masih banyak persoalan yang mesti diselesaikan, dari hal-hal yang bersifat praktis sampai dengan yang dogmatis. Tetapi, kiranya kita tidak perlu menantikan semuanya selesai terlebih dahulu baru kita memulai sesuatu. Dengan memulai sesuatu, mungkin kita justru menjejakkan langkah awal untuk sesuatu yang lebih baik.
Harus diakui bahwa berhadapan dengan pluralisme denominasi kristen seperti ini, tugas pewartaan Injil menjadi sangat unik dan peka, dan sekaligus memprihatinkan. Semuanya merasa mendapatkan perutusan dari Amanat Agung (Mat. 28:18-20) untuk menjadikan semua bangsa murid Yesus. Yang diwartakan adalah Yesus Kristus yang sama yang dikisahkan dalam Injil yang sama. Kalau boleh kita gunakan kata “pasar”; maka “pasar” ke mana Kabar Sukacita itu ditawarkan, sebenarnya ya itu itu saja. Tidak mengherankan dan memang tidak bisa terhindarkan bahwa pewartaan tentang Yesus Kristus ini seringkali akhirnya juga disampaikan kepada mereka yang sudah beriman kepada Yesus Kristus. Istilah yang seringkali muncul adalah “memancing di kolam orang”. Dalam situasi demikian, maka tidak jarang perbedaan, yang seringkali diartikan sebagai kelebihan yang satu dibandingkan dengan denominasi yang lain, semakin ditonjolkan dan ditampakkan, bahkan kadang- kadang dimanfaatkan sebagai sarana persuasif dan provokatif.
Dalam kesempatan ini, rasanya tidak mungkin kita berdiskusi panjang lebar lagi tentang relasi Gereja Katolik dengan Gereja-gereja lain. Pada level umat beriman yang tidak banyak berurusan dengan hal-hal yang berbau teologis-dogmatis, mungkin pembicaraan dalam pertemuan akan lebih efektif jika diarahkan pada hal-hal konkret yang bisa dikerjakan bersama dengan saudara-saudara dari Gereja lain supaya bisa terbangun bonum commune atau kebaikan bersama. Perbedaan-perbedaan yang ada baiklah dikesampingkan terlebih dulu untuk memberi tempat pada persamaan yang menghasilkan buah untuk melindungi kepentingan bersama.
PEMBUKA
Lagu Pembuka: “Ut Omnes Unum Sint”
Ut omnes unum sint, jadilah mereka satu seperti Aku dan Bapa adalah satu.
Biar didorong-dorong, digoyang-goyang, diguncang-guncang tetap bersatu membangun dunia baru.
Tanda Salib dan Salam
P. Dalam Nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus.
U. Amin.
P. Semoga rahmat Tuhan kita Yesus Kristus, cinta kasih dan damai sejahtera dari Allah Bapa, serta persekutuan Roh Kudus selalu beserta kita.
U Sekarang dan selama-lamanya.
Pengantar
Saudara-saudari, pada pertemuan pekan lalu kita sudah membahas tema Dialog dengan Kemiskinan, Dialog dengan Budaya, dan Dialog dengan Agama Lain. Dalam pertemuan IV ini kita akan membahas tentang Dialog dengan Gereja Lain. Dalam konteks Gereja Indonesia, Gereja Katolik tumbuh berkembang bersama dengan Gereja Lain. Tidak dipungkiri, situasi ini tidak jarang menimbulkan tegangan yang dapat memicu perpecahan. Karena itulah Kabar Sukacita juga mesti diwartakan dalam pluralitas Gereja-gereja. Hal ini selaras dengan cita-cita Konsili Vatikan II yang dinyatakan dalam dekrit tentang ekumenisme (Unitatis Redintegratio – 1964), yaitu “mendukung pemulihan kesatuan antara segenap umat Kristiani” (UR 1). Di dalam pertemuan ini kita diajak untuk menemukan hal-hal konkret yang bisa dikerjakan bersama dengan saudara-saudara dari Gereja lain supaya bisa terbangun bonum commune atau kebaikan bersama. Kita akan bersama-sama menimba inspirasi dari Doa Yesus (Yoh.17:20-26).
Doa Pembuka
Marilah kita berdoa: Ya Allah, Bapa Yang Mahakudus, Putra-Mu Yesus Kristus sebelum wafat di salib telah berdoa bagi kami agar Gereja-Mu berkembang hingga ke ujung bumi dan Ia berjanji akan menyertai Gereja sampai akhir nanti. Kami mohon pertolongan-Mu agar kami mampu memelihara Gereja-Mu yang majemuk dalam semangat persatuan dan persaudaraan. Demi Yesus Kristus, Tuhan dan Pengantara kami, yang hidup dan bertakhta bersama Dikau dalam persekutuan dengan Roh Kudus, kini dan sepanjang segala masa.
Amin.
ILUSTRASI
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA – Ibadah Pekan Doa Sedunia yang digelar di Gereja St. Franciscus Xaverius Yogyakarta pada Rabu malam (24/1/2018) membawa beberapa pesan persatuan untuk umat kristiani. Acara yang digelar tiap tahun ini telah memasuki tahun ke-4 pada 2018, dengan cita- cita yang sama setiap tahunnya, ibadah membawa beberapa isu penting yang terjadi setahun terakhir.
Tidak hanya tentang persatuan umat Kristiani, isu kelaparan yang terjadi di Asmat, Papua juga menjadi hal yang disoroti dalam ibadah kali ini. “Ada tiga isu yang kita bawa dalam Ibadah malam ini, yaitu isu intoleransi, kelaparan dan konflik yang terjadi di muka bumi,” ujar Sekretaris Panitia, Paulus Kristanto. Bahkan, para panitia juga mengaku akan menggelar aksi guna memberikan beberapa bantuan di Asmat, Papua agar dapat membantu saudara yang dilanda kelaparan.
Dengan membawa pesan damai, acara indah malam ini ingin menunjuk- kan bahwa umat kristiani ingin bersatu untuk saling meringankan beban yang dialami orang lain.
Pertanyaan Pendalaman Ilustrasi
1. Apakah yang menarik dari berita tersebut?
2. Apakah tujuan dari terciptanya kesatuan umat Kristiani?
Pemandu dapat menyampaikan poin-poin berikut sebagai arah penyimpulan pembicaraan:
1. Banyak upaya yang telah dilakukan untuk mewujudkan kesatuan Gereja-gereja, termasuk melalui Pekan Doa Sedunia Bagi Kesatuan Umat Kristiani.
2. Pembicaraan tentang Gereja Katolik dengan Gereja-gereja lain dalam konteks Indonesia kiranya bukanlah seputar hal-hal teologis-dogmatis, melainkan lebih diarahkan pada hal-hal konkret yang bisa dikerjakan bersama supaya bisa terbangun bonum commune atau kebaikan bersama.
3. Kita perlu selalu memberi tempat pada persamaan demi melindungi kepentingan bersama.
PENDALAMAN KITAB SUCI
Membaca Sabda Tuhan
Doa Yesus untuk Murid-Murid-Nya (Yoh. 17:20-23)
Bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa, tetapi juga untuk orang-orang, yang percaya kepada-Ku melalui pemberitaan mereka; supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku. Aku telah memberikan kepada mereka kemuliaan yang Engkau berikan kepada- Ku, supaya mereka menjadi satu, sama seperti Kita adalah satu: Aku di dalam mereka dan Engkau di dalam Aku supaya mereka menjadi satu dengan sempurna, agar dunia tahu bahwa Engkau yang telah mengutus Aku dan bahwa Engkau mengasihi mereka, sama seperti Engkau mengasihi Aku. Bapa, Aku ingin supaya mereka, yang Bapa berikan kepada-Ku, ada bersama-Ku di tempat Aku berada, supaya mereka melihat keagungan-Ku; yaitu keagungan yang Bapa berikan kepada-Ku, karena Bapa mengasihi Aku sebelum dunia dijadikan. Bapa yang adil! Dunia tidak mengenal Bapa, tetapi Aku mengenal Bapa; dan orang-orang ini tahu bahwa Bapa mengutus Aku. Aku sudah menyatakan nama Bapa kepada mereka; dan Aku akan terus berbuat begitu, supaya kasih Bapa kepada-Ku tetap di dalam hati mereka dan Aku bersatu dengan mereka.”
Pertanyaan Pendalaman Teks Kitab Suci
1. Apakah yang menarik dari rumusan doa Yesus itu?
2. Apakah yang melatarbelakangi Yesus berdoa demikian?
3. Apakah yang diharapkan Yesus dari kita saat ini dalam kaitannya dengan doa Yesus bagi kesatuan murid-murid-Nya?
Memetik Nilai-nilai Injili
1. Kesatuan para murid Kristus mesti didasarkan pada kesatuan Bapa dan Putra, Bapa “di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau” (ay. 21). Kesatuan ini merupakan kesatuan dalam kasih.
2. Hubungan antara Bapa dengan Yesus dan para murid dirumuskan: Bapa di dalam Yesus (ay. 21.23), Yesus di dalam Bapa (ay. 21), Yesus di dalam para murid (ay. 23.26), serta para murid berada di dalam Yesus dan di dalam Dia dan Bapa (ay. 21).
3. Yesus menghendaki agar semua orang yang percaya kepada-Nya senantiasa bersatu dengan Allah dan sesama. Hal ini berarti membangun relasi yang dekat dengan Allah, hidup rukun dengan sesama, dan bekerjasama menciptakan serta mengembangkan kebaikan bersama (bonum commune).
Membangun Niat dan Rencana
Peserta diajak untuk membuat niat dan rencana konkret dalam mewujudkan kesatuan sebagai murid-murid Yesus. Contoh niat dan rencana:
1. Bekerjasama menyelenggarakan Perayaan Natal dan Paskah Ekumene.
2. Mengadakan Ibadat Pekan Doa Sedunia.
3. Mengadakan aksi sosial bersama: kunjungan ke Lapas/RS Jiwa, pelayanan kesehatan.
Doa Permohonan
Peserta lalu diajak untuk menyampaikan doa-doa sebagai tanggapan atas Sabda Tuhan yang telah direnungkan bersama dan penegasan atas niat dan komitmen yang sudah diungkapkan. Doa-doa ini diakhiri dengan doa Bapa Kami. Usulan tema/pokok doa:
1. Syukur atas kerukunan umat Kristiani.
2. Keterlibatan dalam kegiatan ekumene.
PENUTUP
Doa Penutup
Marilah kita berdoa: Ya Allah Tritunggal Mahakudus, kami bersyukur atas penyelenggaraan dan penyertaan-Mu di dalam setiap usaha kami mewartakan Kabar Sukacita-Mu. Kami mohon, pimpinlah kami senantiasa agar mampu mengusahakan dan menjaga kerukunan bersama dengan saudara-saudari kami dari Gereja lain. Bantulah kami agar dapat menjadi anak-anak-Mu yang berkenan di hadirat- Mu dan senantiasa bekerjasama membangun kehidupan bersama yang lebih baik. Demi Yesus Kristus, Tuhan dan Juru Selamat kami.
Amin.
Berkat
Lagu Penutup: “Alangkah Bahagianya” (PS 619)
Bulan Kitab Suci Nasional
Konsili Vatikan II menyerukan agar jalan menuju Kitab Suci dibuka lebar-lebar bagi kaum beriman (Dei Verbum 22). Pembukaan jalan menuju Kitab Suci ini dilakukan dengan menerjemahkan Kitab Suci ke dalam banyak bahasa lokal. Konsili juga menganjurkan agar terjemahan ini diselenggarakan bersama para saudara terpisah (Gereja- gereja Protestan). Penerjemahan ini membuka jalan masuk ke dalam Kitab Suci, memungkinkan setiap orang membaca Sabda Allah dalam bahasa masing-masing, bahasa yang dipahaminya. Memang dalam Dei Verbum 25 ”Konsili suci mendesak dengan sangat dan istimewa semua orang beriman, terutama para religius, supaya dengan seringkali membaca kitab-kitab ilahi memperoleh pengertian yang mulia akan Yesus Kristus (Flp. 3:8).” Bagi para anggota Gereja Sabda Allah menjadi kekuatan iman, santapan jiwa, dan sumber hidup rohani. Karena, dalam Kitab Suci Bapa yang ada di surga dengan penuh cinta kasih menjumpai para putra-Nya dan berwawan¬cara dengan mereka.
Mengingat hal itu, Lembaga Biblika Indonesia, yang merupakan Lembaga dari KWI untuk kerasulan Kitab Suci, mengadakan sejumlah usaha untuk memperkenalkan Kitab Suci kepada umat dan sekaligus mengajak umat untuk mulai membaca Kitab Suci. Hal ini dilakukan antara lain dengan mengemukakan gagasan sekaligus mengambil prakarsa untuk mengadakan Hari Minggu Kitab Suci secara nasionaL sejak tahun 1975. LBI mengusulkan dan mendorong agar keuskupan- keuskupan dan paroki-paroki seluruh Indonesia mengadakan ibadat khusus dan kegiatan-kegiatan sekitar Kitab SucI. Gerakan itu sekarang menjadi Bulan Kitab Suci Nasional yang dilaksanakan dengan tujuan:
1. Untuk mendekatkan dan memperkenalkan umat dengan sabda Allah. Kitab Suci juga diperuntukkan bagi umat biasa, tidak hanya untuk kelompok tertentu dalam Gereja. Mereka dipersilahkan melihatnya dari dekat, mengenalnya lebih akrab sebagai sumber dari kehidupan iman mereka.
2. Untuk mendorong agar umat memiliki dan menggunakannya.
Melihat dan mengagumi saja belum cukup. Umat perlu didorong untuk memilikinya paling sedikit setiap keluarga mempunyai satu kitab suci di rumahnya. Dengan demikian, umat dapat membacanya sendiri untuk memperdalam iman akan Kristus.