Percaya Penyelenggaraan Ilahi (Renungan Hari Minggu Biasa XXXIII, 13 November 2016)
Percaya Penyelenggaraan Ilahi
Hari Minggu Biasa XXXIII (13 November 2016)
Mal 4:1-2a; 2Tes 3:7-12
Luk 21:5-19
NABI MALEAKHI berbicara tentang hari Tuhan. Pada dasarnya hari Tuhan bagi pemahaman jemaat beriman waktu itu adalah hari penampakan, Allah membela kaum beriman terhadap lawan mereka, sehingga umat diselamatkan. Namun dalam pewartaan Maleakhi, hari Tuhan bisa menjadi hari penentuan yang menggetarkan. Nabi Maleakhi tidak menyimpang dari tradisi kenabian, hendak menyadarkan orang akan penentuan yang dilaksanakan Allah. Warta nabi sebetulnya untuk menghadapi situasi krisis yang berkecamuk pada zamannya. Kemorosotan moral dan kelesuan hidup di kalangan para imam sangat mematikan semangat. Maka warta tentang hari Tuhan dimaksudkan sebagai pendorong untuk menggairahkan perjuangan iman tersebut.
Ada beberapa pokok pewartaan yang bisa direnungkan, di antaranya masalah pembalasan Allah. Dalam kehidupan sehari-hari, tampak kenyataan bahwa mereka yang berusaha baik-baik kerapkali gagal, sedang yang santai saja mengalami segalanya lancar. Dalam situasi seperti itu lalu timbul pertanyaan, betulkah Allah melihat tindakan kejahatan kita? Apakah Dia tidak bereaksi terhadap sikap dan perbuatan baik kita? Sia-siakah beribadat kepada Allah? Jawaban nabi diarahkan pada masa depan, bahwa rencana Tuhan masih berjalan terus, yang pada waktunya Allah akan mengambil tindakan.
Bacaan kedua menampilkan ajakan Santo Paulus kepada jemaat di Tesalonika. Ajakan itu agar umat tidak menjadi malas karena harapan atau pengertian yang keliru akan kedatangan Yesus Kristus yang mulia. Orang Kristen diajak untuk terus berusaha, mengerjakan yang baik, mencari nafkah dengan jujur dan tekun. Santo Paulus menyindir, “Kalau tidak mau bekerja jangan makan”. Harapan besar akan datangnya Yesus Kristus yang mulia mengakibatkan sebagian orang berhenti bekerja. Apa gunanya bekerja, bersusah payah kalau esok pagi semuanya akan habis. Mungkin juga umat Tesalonika terseret semangat demikian karena desas-desus yang mereka dengar.
Terhadap situasi demikian Santo Paulus mengambil pedoman praktis; yang tidak mau bekerja jangan makan. Ia mengingatkan akan makna kerja tangan dan meneruskan pekerjaan yang baik dengan memberikan contoh dengan bekerja. Mungkin umat Tesalonika terseret oleh semangat Yunani yang sering mengerjakan budak dan tidak mau bekerja dengan tangan sendiri. Lain dengan orang Yahudi yang menghagai pekerjaan tangan. Santo Paulus memberikan contoh bekerja dengan tangan, seperti dialami jemaat Tesalonika yang mengenal Santo Paulus pada awal karyanya di situ.
Injil mengajak kita merenungkan tentang akhir kehidupan. Hal itu tidak usah menjadi momok bagi perjuangan hidup ini. Malahan seharusnya menjadi pemicu kesegaran dalam mempersiapkan diri agar pantas bagi kedatangan Yesus yang mulia. Ajakan praktis ini menunjukkan arah kehidupan orang beriman menghadapi kedatangan Kristus yang mulia, yaitu mempersiapkan diri secara tekun. Yesus tidak merahasiakan bahwa para murid akan menghadapi banyak tantangan, menghadapi nabi-nabi palsu dan petualang dalam hidup rohani, peperangan dan pemberontakan, gempa bumi, kelaparan dan penyakit, penangkapan dan penganiayaan, pertentangan dan pengkhianatan dari anggota keluarga. Yesus menghadapkan jemaat beriman pada situasi nyata sehingga hidup umat beriman menjadi realistis. Namun pandangan realistis ini nampaknya tidak gampang masih ada kecenderungan kuat bahwa Yesus yang mulia segera akan menyelesaikan segala masalah kehidupan secara tuntas sekarang ini juga.
Situasi dan kondisi yang membingungkan itu akan dialami oleh jemaat. Dalam keadaan seperti itu tidak gampang mempersiapkan diri. Ini tercermin dari peringatan “jangan memikirkan terlebih dahulu pembelaanmu. Hingga kamu tidak dapat ditentang atau dibantah lawan-lawanmu”. Para murid diharapkan bisa percaya akan penyelenggaraan Ilahi yang menuntun mereka dalam kebaikan. ***
Liturgi Hari ini: MINGGU BIASA XXXIII/c, 13 November 2016….Klik di sini!!