“Arti Sebuah Pengorbanan” (Renungan 10 Juni 2017)

Sabtu, 10 Juni 2017
Bacaan   : Tob 12:1, 5-15, 20; MT Tob 13:2, 6, 7, 8; Mrk 12:38-44

“Arti Sebuah Pengorbanan”

Santo Martinus adalah orang kudus yang lahir pada tahun 335 dan wafat pada tahun 397. Ia adalah Uskup Tours, Perancis. Sebelum menjadi seorang uskup, ia adalah seorang tentara yang ikut berperang membela Perancis. Dalam suatu perjalanan, ia berjumpa dengan seorang pengemis. Waktu itu musim dingin. Pengemis itu kedinginan dan hampir mati. Ketika Martinus lewat, ia memohon kepada perwira tersebut untuk memberikan mantol besar tersebut baginya supaya ia tidak kedinginan. Martinus merasa iba dengan sang pengemis. Maka, ia mengambil pedang dan memotong mantol besarnya menjadi dua bagian. Ia memberikan sebagian mantol tersebut kepada pengemis tersebut, lalu pergi meninggalkannya.

Alkisah dalam suatu penglihatan, Martinus melihat Tuhan Yesus sedang mengenakan mantol yang pernah diberikannya kepada pengemis yang dijumpainya di jalan. Tuhan Yesus berkata dalam penglihatan tersebut, “Lihatlah, Martinus memberikanku sebagian mantolnya kepada-Ku, padahal ia masih seorang katekumen dan belum dibaptis.” Sesudah melihat penampakan tersebut, Martinus mengundurkan diri dari dinas kemiliteran dan memohon diri untuk dibaptis menjadi seorang Katolik. Selama hidupnya, ia dikenal sebagai seorang gembala yang menaruh kepedulian pada umatnya.

Bacaan-bacaan hari ini menunjukkan arti sebuah pengorbanan yang tulus yang ditunjukkan dengan pemberian sedekah. Malaikat Agung Rafael dalam penampakannya kepada Tobit dan Tobia mengatakan bahwa, “Lebih baiklah doa yang benar dan sedekah jujur daripada kekayaan yang lalim,” (Tob 12:8). Yesus, dalam bacaan Injil, bersabda bahwa, “Sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan. Sebab mereka semua memberi dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya.” (Mrk 12:43-44). Sebuah pengorbanan, sebuah pemberian tidak dihitung berdasarkan besarnya harga dari apa yang dikorbankan dan diberikan tersebut. Sebuah pengorbanan, sebuah pemberian dilihat berdasarkan ketulusan hati. Tuhan Allah menekankan ketulusan hati untuk memberi sebagai sebuah keutamaan para pengikut-Nya. Tuhan tidak menginginkan para pengikut-Nya mengejar kehormatan dan ketenaran karena melakukan sesuatu bagi orang lain. Ketulusan adalah kunci hidup. Sukacita yang berangkat dari ketulusan mempunyai nilai yang jauh lebih besar dibandingkan dengan sukacita ketenaran yang dikejar.

Dalam konteks Tahun Martyria Keuskupan Padang, hari ini kita diajak oleh Tuhan untuk memberikan diri dan apa yang kita miliki (harta, kemampuan, dan bakat) dengan tulus ikhlas demi kebaikan semua orang. Pengorbanan yang dilandasi oleh ketulusan akan berbuah banyak karena hati tidak terarah pada ketenaran dan kehormatan diri, melainkan sukacita dan kehidupan baik bagi semua orang. Semoga kita dapat menjadi saksi Tuhan yang mewujudkan ketulusan dalam setiap langkah laku hidup kita seperti yang diteladankan oleh Santo Martinus dari Tours: memberikan mantol besarnya bagi pengemis yang kedinginan dengan tulus dan murah hati. (Fr. Benediktus Bagus Hanggoro K.)

Tinggalkan Balasan