“ISI KEMERDEKAAN DENGAN TANGGUNGJAWAB” (Renungan 17-8-2017)
ISI KEMERDEKAAN DENGAN TANGGUNGJAWAB
Hari Kemerdekaan Republik Indonesia
(17 Agustus 2017)
Sir 10:1-8; 1Ptr 2:13-17; Mat 22:15-21
HARI INI kita merayakan ke-72 Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Sebagai warga bangsa, kita sangat mencintai tanah air, bangsa, dan negara. Kita menghormati para pejabat negara atau pemerintah. Sebagai warga negara kita memenuhi kewajiban, seperti membayar pajak, menjaga keamanan bangsa dengan berpartisipasi dalam kegiatan kampung (RT, RW, kelurahan).
Sebagai warga bangsa, kita yang telah berusaha menjadi warga yang baik dan taat aturan, kadang sedih dan prihatin jika ada sesama warga bangsa ini bertindak tidak taat aturan dan hukum. Adalah kenyataan setiap hari di televisi, surat kabar, dan media sosial online memberitakan peristiwa yang memiriskan hati, seperti kasus pejabat korupsi, ancaman terorisme, pembunuhan, perampokan, pelanggaran HAM, kerusakan hutan, perkelahian, perang antar suku, dan masih banyak tragedi kemanusiaan. Ada tokoh yang terkesan “maunya sendiri” ketika berhadapan dengan masalah hukum. Masih banyak “tontonan tidak mendidik” yang dipertontonkan pejabat publik yang membuat kita “geram”
Mau menjadi apa atau mau dibawa ke manakah negara ini? Inilah pertanyaan yang perlu kita jawab bersama. Kita tahu, kemerdekaan ini didapatkan dengan perjuangan berat, bahkan dengan pertumpahan darah para pejuang kita. Kemerdekaan bangsa adalah juga anugerah Tuhan. Tugas kita sebagai warga bangsa adalah mengisi kemerdekaan dengan hal-hal yang positif. Kita semua dipanggil mengisi kemerdekaan ini. Merdeka bukan untuk bebas dari kewajiban, tetapi supaya berbuat baik dan berguna sesama, sesuai dengan nilai-nilai Injil, nilai-nilai Pancasila, dan dalam bingkai NKRI. Tugas warga bangsa ini mewujudkan negara yang bermartabat, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur untuk seluruh rakyat.
Bacaan hari ini memberikan pesan penting bagi hidup berbangsa dan bermasyarakat. Putra Sirakh mengatakan supaya setiap orang tidak menaruh benci kepada sesamanya, apapun kesalahannya. Kecongkakan dibenci oleh Tuhan dan manusia karena merupakan sumber kekacauan dan kejahatan. Menjadi manusia merdeka menurut St. Petrus adalah dengan menjadi hamba-hamba Allah yang mana untuk Tuhan dan mana untuk negara.
Santo Petrus menasihatkan agar setiap orang tidak menyalahgunakan kemerdekaan menutupi kejahatan-kejahatan yang dilakukan. Sebaliknya, St. Paulus menganjurkan agar kita hidup sebagai hamba-hamba Allah yang takut dan taqwa kepada Allah, menghormati pimpinan yang kita pilih untuk memerintah bangsa dan negara. Tuhan Yesus menegaskan agar kita memberikan kepada kaisar yang menjadi hak kaisar dan kepada Allah yang menjadi hak Allah. Persoalannya, bagaimana kalau “kaisar” (pemerintah) mengabaikan tanggungjawab dan kewajibannya? Rasanya kita geram, ketika media massa memberitakan kasus korupsi KTP elektronik; uang rakyat itu sepertinya digunakan oleh para pejabat sebagai “bancaan” (dibagi-bagi). Tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki negeri ini. Inilah tanggung jawab bersama untuk mengisi kemerdekaan ini sehingga cita-cita bersama mewujudkan masyarakat adil makmur bisa terwujud.