RENUNGAN HARIAN OLEH FRATER PRA-UNIO KEUSKUPAN PADANG 17-29 MEI 2016

Renungan Ekaristi oleh Frater-frater pra-Unio Keuskupan Padang.

Rabu 18 Mei 2016 (Yak 4:13-17; Mrk 9:38-40)

TERBUKA

Manusia cenderung memiliki rasa sombong dan iri hati terhadap orang-orang di sekitarnya. Manusia juga suka membeda-bedakan sesamanya berdasarkan suku, agama, ras, daerah dan lain sebagainya. Manusia menutup diri terhadap segala perbedaan itu. Yesus dalam Injil hari ini ingin menghindari terjadinya perbedaan diantara para murid dan orang-orang yang mengikutinya. Yesus menegur Yohanes dan temannya ketika mereka melapor kepada Yesus bahwa ada orang yang bukan dari antara mereka mengusir setan dengan menggunakan nama Yesus.

Di sini tampak bahwa para murid tidak ingin ada orang lain masuk ke dalam persekutuan dengan Yesus. Para murid ingin agar hanya mereka yang mendapat kekuatan dari Yesus untuk melakukan mukjizat dan tanda-tanda. Yesus melarang para murid untuk mencegah orang itu. Yesus mengatakan bahwa tidak ada seorang pun yang telah membuat mukjizat demi nama-Nya dapat dengan cepat mengumpat-Nya. Barang siapa tidak melawan kita, ia berada di pihak kita.

Yesus menuntut agar para murid toleran dan terbuka kepada orang lain yang berkehendak baik. Para murid dan mereka yang mengadakan mukjizat dengan nama Yesus sama-sama ingin melawan kejahatan. Mari kita mohon agar kita mampu menjadi saksi cinta kasih Allah bagi sesama kita. Hendaknya kita mengakui segala kebaikan yang ada pada sesama kita. Melalui kebaikan mereka kita dapat belajar untuk melakukan segala yang baik. Marilah kita terbuka terhadap segala kebaikan yang dilakukan orang-orang yang berkehendak baik. (Fr. Anselmus Tampubolon)

——————–

Kamis 19 Mei 2016 (Yak 5:1-6; Mrk 9:41-50)

BELAJAR BERBUAT BAIK

Dalam Injil hari ini Yesus menegur kita dengan amat keras. Yesus menyatakan agar para murid tidak memberikan contoh yang buruk terhadap siapa pun. Yesus menginginkan agar para murid mampu menghindarkan diri dari segala kejahatan, supaya mereka dapat menerima anugerah kebaikan dalam kerajaan Allah. Berbuat baik berarti menghidupi atau menghayati hidup Kristus. Umat beriman hendaknya selalu mengusahakan segala kebaikan bagi sesamanya.

“Jika matamu menggoda engkau berdosa, cungkillah. Jika tangan atau kakimu menyebabkan engkau berdosa, potonglah”. Mendengar kata yang tajam seperti ini, siapa yang tidak terkejut? Salah satu prioritas utama orang percaya ialah memberi teladan lewat cara hidup sehari-hari. Yesus menghendaki agar kita mampu memberikan kedamaian serta mampu memberi arah yang benar kepada orang lain.

Tuhan tidak menginginkan kita berdosa. Tuhan menginginkan agar kita aktif untuk melawan segala sesuatu yang dapat menjauhkan kita dari pada-Nya. Yang busuk di dalam hati kita harus dibuang, yang busuk dalam kepribadian kita harus dipotong. Mari kita senantiasa berdoa memohon agar rahmat Allah memampukan kita untuk senantiasa berbuat baik. (Fr. Anselmus Tampubolon)

—————–

Jumat 20 Mei 2016 (Yak 5:9-12; Mrk 10:1-12)

BERSATU DALAM BELAS KASIH ALLAH

Saudara-saudari yang terkasih, sabda Tuhan yang diperdengarkan kepada kita pada kesempatan ini secara tidak langsung mengungkapkan betapa pentingnya nilai kesetiaan. Setia memang kata yang paling indah didengar dan mudah diucapkan namun sulit untuk dilakukan. Dalam bacaan pertama, Yakobus mengungkapkan bahwa sesungguhnya yang berbahagia adalah orang-orang yang setia pada pengajaran dan belas kasih Allah. Hal yang sama juga ditekankan oleh Yesus dalam bacaan Injil Markus pada hari ini.

Perikop ini sebenarnya menggambarkan bagaimana orang-orang farisi ingin menjebak Yesus dengan pertanyaan-pertanyaan, supaya Yesus didapatkan menentang hukum Taurat Musa. Namun Yesus sendiri adalah Allah sekaligus manusia. Ia mengerti dengan jelas apa sebabnya nabi Musa mengeluarkan ketentuan yang memperbolehkan perceraian. Dalam Perjanjian Lama, Musa sebenarnya memperbolehkan perceraian karena kekerasan hati bangsa Israel yang menganggap wanita sebagai kelas bawah. Maka Musa melindungi hak dan martabat wanita dari perlakuan semacam ini dengan membuat surat cerai.

Saudara-saudari yang terkasih, kehadiran Yesus di kalangan orang-orang Farisi justru dianggap menjadi sebuah ancaman. Padahal Yesus hanya ingin mengembalikan ajaran ini kepada hakekat perkawinan seperti yang telah ditentukan Allah dari semula pada awal penciptaan “sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging” (Kej 2:24). Hal ini tentu semakin jelas di mata kita bahwa Allah telah menentukan sejak semula kesatuan perkawinan itu sifatnya tidak diceraikan. Peraturan yang dibuat oleh Nabi Musa bukan mendorong ataupun memberi hak istimewa kapada orang-orang Yahudi untuk menceraikan isterinya, melainkan demi mentolerir suatu kesalahan karena kekerasan hati mereka.

Perkawinan berakar dari kasih penyerahan diri secara total antara suami dan isteri. Maka dari itu, Allah menghendaki agar perkawinan tidak terceraikan. Kristus telah memperbaharui dan mengembalikan makna perkawinan seperti yang direncanakan Allah dari semula. Kristus sendiri juga telah setia terhadap semua janji Allah, bahkan rela wafat di kayu salib demi menebus dosa-dosa kita. Maka pasangan suami-isteri diajak untuk ikut ambil bagian di dalam realisasi dari kesetiaan kasih Allah kepada manusia dengan memegang teguh janji perkawinan dan setia seumur hidup. Sebagai orang Katolik, kita semua juga dipanggil untuk hidup setia terhadap profesi dan panggilan hidup kita masing-masing sesuai apa yang dipercayakan Allah kepada kita.( Fr. Andres Salamanang )

—————————-

Sabtu 21 Mei 2016 (Yak 5:13-20; Mrk 10:13-16)

BIARKANLAH ANAK-ANAK DATANG KEPADA-KU

                Saudara-i yang terkasih, setelah berbicara mengenai hidup berkeluarga pada ayat-ayat sebelumnya, sekarang Markus menampilkan kisah mengenai anak-anak sebagai buah cinta dalam hidup berkeluarga. Dalam Injil dilukiskan bagaimana orang banyak membawa anak-anak kepada Yesus untuk diberkati. Namun para murid melarang mereka. Yesus meminta agar para murid tidak menghalang-halangi anak-anak itu dan membiarkan mereka datang kepada Yesus.

                Barangkali para murid memarahi mereka karena merasa bahwa anak-anak bukanlah orang penting. Posisi anak, sama juga dengan wanita yang dipandang rendah bahkan tidak terlalu diperhitungkan dalam tradisi Yahudi. Yesus menyatakan pandangan yang berbeda. Bagi Yesus, orang-orang seperti anak kecil itulah yang empunya kerajaan Allah. Pemaknaan kata ini, sejalan dengan beberapa kata yang sering diucapkan oleh Yesus dalam Injil Matius “ jika kamu tidak mengubah hatimu sama seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga” (Mat 18:3).

                Sifat dan rasa percaya anak kecil pada umumnya adalah tanpa syarat dan tanpa pikir panjang. Seorang anak kecil tidak dapat hidup tanpa mempercayai mereka yang ada di sekelilingnya. Kepolosan dan kepercayaan mereka bukanlah sebuah kebajikan ataupun kepalsuan, namun sungguh-sungguh lahir dari dalam hati yang terdalam. Maka untuk berjumpa dengan dengan Allah, hal yang terbaik yang harus kita miliki adalah hati sebagaimana layaknya dimiliki seorang anak kecil yang selalu terbuka dengan spontan, jujur dan hati yang selalu ingin mengasihi.

                Tindakan Yesus membandingkan antara menyambut kerajaan Allah dengan menyambut seorang anak kecil menjadi simbol keterkaitan antara Kerajaan Allah dengan manusia. Situasi batin seorang anak kecil sulit untuk ditebak. Dalam Injil misalnya dikatakan bahwa mereka datang disaat yang mereka inginkan. Dan datang pada saat dimana para murid tidak menginginkanya. Namun Yesus mengingatkan bahwa mereka harus diterima sebagaimana adanya mereka. Disaat yang sama juga kita harus seperti seorang anak kecil yang selalu terbuka ketika Allah menyapa, menghampiri serta siap menyambut Kerajaan Allah, baik itu disaat yang tepat ataupun tidak tepat. Kerajaan Allah juga selalu datang disaat tak terduga, baik dalam kesempatan yang pas ataupun disaat sulit. Kerajaan Allah itu berasal dari Allah dan diterima oleh manusia. Maka yang bisa masuk hanya mereka yang menyadari diri kecil, serta tanpa hak seperti seorang anak kecil.(Fr. Andres Salamanang)

——————————

Minggu 22 Mei 2016 (Ams 8:22-31; Rm 5:1-5; Yoh 16:12-15)

HARI RAYA TRITUNGGAL MAHAKUDUS

                Saudara-saudari, hari ini Gereja kita merayakan hari Raya Tritunggal Mahakudus. Hari raya ini merupakan suatu rahmat bagi kita karena menjadi sarana untuk semakin memperdalam dan menghayati iman kita sebagai seorang Katolik. Sering kali kita bertanya dalam hati “Apa sebenarnya maksud dari perayaan Tritunggal Mahakudus”. Pertanyaan semacam ini tidak hanya muncul dalam kehidupan umat Katolik maupun non-Katolik pada umumnya, tetapi juga muncul dalam dialaog-dialog para pemimpin Gereja Universal.

                Banyak orang berkomentar bahwa munculnya Dogma Gereja mengenai Tritunggal Mahakudus merupakan simbol bahwa Gereja meyakini adanya tiga Tuhan dan paradigma ini dianggap bertentangan dengan beberapa agama lainnya yang meyakini akan adanya satu Tuhan. Tentu Gereja katolik tidak memiliki ajaran seperti itu. Hal demikian terjadi karena kurangnya pemahaman dan pengetahuan akan iman Katolik. Inti pokok iman akan Allah Tritunggal ialah keyakinan bahwa Allah (Bapa) menyelamatkan manusia dalam Kristus (Putera) oleh Roh Kudus.

                Penginjil Yohanes sendiri mengantar kita untuk memahami Allah Tritunggal. Kita mempercayai akan adanya satu Allah, namun terdiri dari tiga pribadi. Maka kita tidak menyembah tiga Allah yang berbeda melainkan satu Allah yang merupakan tiga pribadi dan tetap merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Allah Bapa bersatu dengan Yesus anak-Nya. Yesus, selain bersatu dengan Bapa, ia juga satu dengan Roh Kudus, yang keluar dari Bapa. Kesatuan Allah tampak dalam relasi intim antara Bapa, Putera, dan Roh Kudus dan semakin jelas dalam sejarah keselamatan umat manusia.

                Keintiman relasi Allah Tritunggal inilah yang menjadi refleksi bagi kita sebagai seorang Katolik. Dengan ini kita semua diajak untuk mengenal serta menghayati relasi Allah Tritungggal ini, melalui sikap dan kesatuan kita dengan Yesus Kristus. Allah telah mendamaikan dunia dengan diri-Nya dalam Kristus. Dialah puncak pernyataan cinta Allah kepada manusia. Dia mendekati manusia dengan kekuatan cinta-Nya, serta memberdayakan manusia menjawabi cinta-Nya untuk menggapai sukacita, kebahagiaan dan kekekalan hidup. Oleh karena itu, marilah kita melihat kembali diri kita dan menyadari bagaimana relasi persaudaraan kita selama ini kepada sesama kita manusia. Sebab dengan itulah kita membuktikan kesetiaan iman kita dan lewat sesama juga, kita mampu menghayati iman kita akan Allah Tritunggal Mahakudus. (Fr. Andres Salamanang)

—————————–

Senin 23 Mei 2016 (1 Ptr. 1: 3 – 9; Mrk. 10: 17 – 27)

YESUS SEBAGAI CERMIN MANUSIA

Bacaan – bacaan hari ini mengulas sedikit banyak tentang harta dan kekayaan. Pada bacaan pertama dikatakan bahwa perhiasan kita janganlah nampak secara kasat mata tetapi berhiaskanlah batin (hati) yang bersih, murni dan tersembunyi karena itu tidak akan binasa sebab berasal dari roh yang lemah lembut dan tenteram yang berharga di mata Allah. Bila kita bercermin dengan kehidupan sekarang, manusia berpacu dalam irama hidup untuk  mengeruk bumi dan menerapkan teori ilmu tipikor demi pribadi. Maka tidak jarang kita menjumpai manusia yang bertipe seperti kaum Farisi. Lain dimulut lain di hati. Bagaimana bila hal itu juga menggurita bagi hidup berkeluarga, terlebih relasi sebagai suami-isteri?

Injil hari menuntun kita dalam mengarungi gelombang kehidupan yang semarak kini. Pertanyaan pemuda itu kepada Yesus mungkin hampir mirip dengan apa yang terbersit dibenak kita atau bahkan lebih lagi. Melalui pertanyaan itu kita berharap Yesus memberikan kepastian yang sesuai dengan kemungkinan dalam jangkauan manusia. Namun nyatanya tidak, Yesus memberikan sesuatu yang tidak mungkin bagi manusia tetapi mungkin bagi BapaNya. Ekspresi Yesus dalam memandang pemuda itu dengan penuh kasih sayang. Tuntutan Yesus mengatasi kemampuan sang pemuda itu.

Ganjaran yang akan diberikan oleh Yesus merupakan sesuatu yang sangat menggembirakan. Ganjaran yang bersifat kekal dan tidak akan pernah mengalami kesamaan dengan yang lain. Hanya Yesus yang berani berjanji dan mau memberi yang lain tidak. Melalui tuntutan kepada sang pemuda itulah yang menjadi kunci bagi kita untuk berani mengakui bahwa Kerajaan Surga jauh lebih berharga daripada harta duniawi. Tuntuan Yesus adalah tuntutan yang menjadi tuntunan yang sangat radikal. Yesus dalam perjalanan hidupNya yang bercermin pada Bapa menuntun ke arah kehidupan yang sederhana, miskin dan seperti Dia yang selalu bercermin pada Allah. 

                Maka, bagi kita sekarang yang berkutat dan hidup pada era serba canggih yang melecit ini dihimbau secara radikal agar menyadari bahwa semua yang kita kerjakan di dunia ini bukanlah menjadi tujuan tetapi menjadi sarana untuk membantu kita dalam proses hidup yang menentukan. Hidup bukanlah hanya semata dengan harta. (Fr. Lukas Lumban Gaol)

——————————

Selasa 24 Mei 2016 (1 Ptr. 1: 10 – 16; Mrk. 10: 28 – 31)

KATAKAN TIDAK PADA “ KHAWATIR”

Dalam keseharian kita pasti mengenal istilah “ uang mengatur segalanya”. Istilah ini dipublikasikan seturut zaman yang mempengaruhinya. Zaman tersebut secara tidak langsung sebenarnya ingin mendewakan uang. Sebenarnya benar bahwa semua membutuhkan uang tetapi bukan segalanya adalah uang. Uang merupakan sarana bagi manusia untuk membantu kelangsungan hidup manusia. Maka untuk memperoleh uang tersebut manusia rela melakukan apa saja. Salah satu yang mendukung pernyataan ini, bahwa manusia menghabiskan hampir separuh hidupnya hanya untuk bekerja dan bekerja. Maka muncullah suatu motto nyentrik yang kerap kita dengar yakni, “ kerja, kerja dan kerja.”

Kita melihat bahwa sekarang di dalam sebuah keluarga tidak jarang yang bekerja hanya sang ayah. Rasanya kurang sempurna bila sang ibu hanya tinggal diam di rumah. Akibatnya semua yang menjadi urusan ibu di rumah dipercayakan kepada pembantu rumah tangga. Mulai dari mengurus anak dan lain sebagainya. Bahkan orang tua dan anak sulit bertemu dengan alasan yang logis mencari nafkah. Memang benar bahwa setiap individu menginginkan kehidupan yang lebih layak, pantas dan baik. Tetapi yang menjadi pertanyaan bagi kita apakah kita hanya menjadi hamba bukan menjadi tuan atas pekerjaan tersebut?

Pernyataan Petrus dan jawaban Yesus sangatlah relevan untuk kita sekarang ini. Kita merasa khwatir akan masa depan kita kelak. Namun peneguhan Yesus sudah merupakan jawaban yang pasti untuk kita refleksikan dalam menjalani hidup keseharian kita.

  Dalam teks kitab suci tertulis demikian” Carilah lebih dahulu kerajaan Allah maka segala sesuatu akan terpenuhi” Ini merupakan tawaran yang sulit dan sekaligus praktis bagi kita. Kita ditantang untuk semakin bergiat diri dalam pewartaan kabar sukacita Tuhan. Coba kita mengamati burung pipit, dia tidak pernah menanam tetapi senantiasa menuai. Contoh tersebut merupakan model yang sangat luar bisa indah. Dia hanya terbang ke sana – sini dengan semangat rela. Setiap pagi bila di sekitar kita ada pohon rindang ia selalu menyapa kita dengan kicauan – kicauannya. Tidak jarang setiap orang yang mendengarkannya seakan diberikan semangat yang luar biasa dahsyat.

                Pertanyaan reflektif bagi kita untuk lebih memperdalam yakni,” Apakah kita sebagai manusia yang arif masih mengalami kekhawatiran dengan segala kebaikan sang Pencipta melalui ciptaan-Nya? (Fr. Lukas Lumban Gaol)

——————————

Rabu 25 Mei 2016 (1 Ptr. 1: 18 – 25;Mrk. 10: 32 – 45)

YESUS PEMIMPIN SEJATI

Di negara kita, Joko Widodo dan Ahok adalah model pemimpin yang sangat cocok dan penting dalam dunia politik. Maka banyak di media sosial yang selalu setia mendeskripsikan tentang diri dan kebijakan yang dilakukannya. Banyak puja-puji demikian juga tentang gugatan kontroversi dengan mereka. Senantiasa terkuak hanya demi menjatuhkan status dan derajatnya. Oleh sebab itu, banyak calon pemimpin yang mempublikasikan diri seperti mereka. Dengan tujuan agar kelak terpilih menjadi pemimpin.

                Melalui pewartaanNya, Yesus menegaskan hal – hal yang penting untuk menjadi seorang pemimpin. Inilah yang menjadi dasar fundamental dan tolak apakah seseorang tersebut dapat menjadi seorang pemimpin. Yesus menegaskan bahwa seorang pemimpin hendaknya hadir aktif untuk melayani masyarakat bukan duduk di atas singgasana dan memberikan perintah. Pemimpin hendaklah melindungi masyarakat dan berkorban bahkan nyawanya sendiri. Sebenarnya secara eksplisit Yesus memberikan gambaran tentang diriNya. Hal itu terungkap seperti yang tertulis bahwa Anak Manusia datang untuk melayani bukan untuk dilayani (ayat 45).

                Yesus merupakan model yang menjadi panutan untuk setiap pemimpin. Dia tidak pernah memandang akan balas jasa yang akan diberikan oleh Bapa-Nya terhadapNya. Yang Dia cita – citakan hanya satu bahwa kita sebagai manusia yang pendosa berdamai dengan Bapa di Surga dalam dan melalui Dia. Hanya itulah yang menjadi dasar yang memperkuat pelayanan Yesus.

                Kekuasaan bukanlah dasar yang dapat menjamin suatu status yang baik. Semakin jabatan seseorang itu menjadi tinggi sesuatu pasti akan mengahadang. Kejujuran, kesetiaan dan pengorbanan senantiasa di uji di dalamnya. Hal itu merupakan wajar karena sebagai manusia kita lemah, rapuh akibat kelemahan badan yang senantiasa bergumul dan meraja. Kekuasaan merupakan pemicu dalam masyarakat untuk menimbulkan kecurigaan. Kehadiran kita dianggap menjadi salah kaprah yakni sebagai saingan. Akibatnya kita menjadi takut dengan orang lain dan karyanya. Akan tetapi, suatu kekuasaan bila dilakukan hanya untuk melayani sesama dan tanpa pandang bulu akan menjadi anugerah. Oleh sebab itu, Apakah kita sudah melayani seturut ketetapan yang dikatakan Yesus atau malah memandangnya sebagai hak veto? (Fr. Lukas Lumban Gaol)

—————————–

Kamis, 26 Mei 2016  (Mrk 10:46-52).

MELIHAT DENGAN “KACAMATA IMAN”

                Sore hari ketika saya sedang joging ke luar kompleks seminari, di tengah perjalanan saya melihat ada seorang bapak tua yang buta kedua matanya berusaha untuk mencari orang lain dengan berteriak meminta tolong untuk membantunya. Suatu ketika ia  dituntun oleh seorang pemuda untuk menyeberang dari jalan raya berharap agar dia dapat diselamatkan dari arus lalu lintas yang berlewatan.

Seperti halnya dalam bacaan Injil hari ini, dimana Bartimeus seorang yang yang kedua matanya mengalami kebutaan. Dia tidak bisa meilihat apa-apa, ia hanya bisa mencari-cari dan berharap kepada Yesus untuk disembuhkan dengan Iman, Harapan, dan Kasih. Dia pergi untuk mendapatkan DIA dengan menanggalkan jubahnya dengan tujuan supaya ia segera menemui Yesus dan dapat disembuhkan oleh Yesus. Karena dia memiliki keyakinan dan iman bahwa Tuhan dapat menyembuhkan, sehingga dia dapat melihat.

Melihat tidak hanya melihat dunia yang ada di sekitarnya saja, tetapi ia juga bisa dan mampu melakukan sesuatu. Maka sudah jelas bahwa penglihatan yang didapatkan karena penyembuhan dari kebutaan melambangkan iman. Dengan disembuhkan dari kebutaan ia dapat melihat dunia sekitarnya dengan mata baru, mata iman yang baik. Dengan begitu ia pun dapat memuliakan Tuhan karena berkat imannya kepada Yesus yang menyelamatkan.

                Ketika dihadapkan pada kenyataan yang ada dalam hidup kita, kita ini hampir sama dengan Bartimeus yang mengalami “buta.” Bukan lagi buta secara fisik tapi buta secara iman. Dia buta fisik sementara kita ini manusia yang sempurna masih punya kekurangan. Mungkin bisa jadi kita ini mengalami buta secara rohani atau jiwa. Kurang mendekatkan diri pada Tuhan, kita mengalami kekeringan dalam pengalaman iman bersama dengan Yesus. Salah satu bentuk konkret dari kebutaan dalam jiwa ialah kita kurang mengambil waktu sejenak dalam olah rohani seperti, doa, devosi, dan sebagainya. Maka dari pengalaman Bartimeus tersebut, kita perlu mempunyai kehendak untuk disembuhkan oleh Tuhan. Baik secara rohani maupun jiwa kita yang buta ini, agar kita tidak terus-menerus dikuasai kegelapan melainkan terang yang berasal dari Yesus. (Fr. John Mezer Manullang)

———————–

Jumat, 27 Mei 2016 ( Mrk 11:11-26)

KEYAKINAN YANG BESAR

                Pada suatu saat saya pernah bertanya kepada seorang anak kelas 3SMP yang akan menghadapi UN (Ujian Nasional): “apakah kamu siap dan yakin untuk menghadapi UN?.” Dia pun menjawab dengan tenang: “ saya yakin kog kalau saya akan lulus, karena saya sudah berdoa kepada Tuhan dan belajar dengan maksimal. Dari perkataan tersebut, ia punya rasa percaya diri yang besar sehingga ia mendapatkan hasil yang memuaskan yang sesuai dengan harapannya.

                Saudara-saudari terkasih, dari kisah di atas, hal yang sama juga terjadi di dalam bacaan Injil hari ini. Kita dapat mengamati bahwa para murid melihat Yesus mengutuk pohon ara hingga berujung dengan kekeringan. Mereka tidak percaya akan perkataan Yesus dan itu adalah hal yang aneh mengapa Yesus dengan teganya mengutuk pohon ara itu sampai akhirnya kering. Para murid berpikir bahwa pohon itu tidak akan bisa tumbuh, berkembang dan bahkan berbuah seperti sediakala. Tetapi yang terjadi ialah bahwa Yesus tahu apa yang mereka pikirkan, dan Yesus pun ingin menguji iman mereka dimana pada saar itu para murid hanya sampai pada pengalaman rasional saja yang hanya berpikir hal yang sudah terjadi tidak mungkin kembali seperti semula lagi. Mereka tidak memiliki suatu keyakinan bahwa segala sesuatu dapat terjadi jika memiliki iman dan keyakinan yang besar.

                Pada saat kebingungan yang di alami para murid, Yesus hanya mengatakan: “percayalah kepada Allah.” Dari perkataan Yesus itu, Dia mau menunjukkan bahwa berkat iman dan doa kita akan dapat menerima apa yang kita minta dalam doa. Dari pengalaman para murid, kita dapat melihat kembali pengalaman iman kita berrsama dengan Yesus. Mungkin kita kerapkali mudah putus asa, mudah menyerah jika kita tidak dapat mencapai apa yang kita inginkan. Kita menjadi cepat mengambil keputusan. Kita belum percaya secara penuh akan Yesus yang ada di dalam dinamika hidup keseharian. Sehingga yang terjadi malah kita kurang percaya akan diri sendiri terlebih akan Dia yang mengutus kita. Takkala yang muncul dalam diri ialah hati yang bimbang.

                Maka dalam perjalanan hidup yang sedang kita lalui, kita mau belajar pada Allah lewat dinamika hidup harian. Kita harus menanamkan di dalam diri sikap hati yang terbuka pada bimbingan Tuhan dengan mengikutsertakan Dia dalam perjalanan hidup yang kita jalani, lebih percaya pada diri sendiri bahwa I can do dengan percaya kepadaNya bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkan kita. (Fr. John Mezer Manullang)

——————————

Minggu 29 Mei 2016 (Kej 14:18-20; Mzm 110:1, 2, 3, 4 : 1 Kor. 11:23-26; Luk 9:11b-17)

HARI RAYA TUBUH DAN DARAH KRISTUS

                “Kamu harus memberi mereka makan”, ketika berbicara tentang makanan, pasti juga berkaitan dengan minuman. Seorang yang menikmati makanan pasti juga membutuhkan minuman. Tanpa air tubuh kita akan lemah. Mengapa demikian, karena 70% tubuh manusia harus mengkonsumsi air. Dengan itu kita bisa bandingkan dengan Tubuh dan darah Kristus seperti perayaan hari ini. Ketika berbicara tentang darah kita tidak perlu merasa ngeri, sebab darah disini adalah simbol suatu yang sangat bernilai. Darah Kristus sudah sejak dari dulu di pandang sebagai simber kehidupan. Kita akan mati jika kita kekurangan darah. Dan dalam keadaan demikian sungguh sangat berarti jika ada orang yang menyumbangkan darahnya untuk kita dan juga kita menyumbangkan darah kita bagi orang lain yang sangat membutuhkan sesuai dengan golongan darah. dengan demikian hubungan yang paling dekat dan hangat antar manusia terjadi jika ada “ikatan darah” di antara mereka.

                Berkaitan dengan Tubuh dan Darah Kristus kita sudah mencicipinya sekarang yaitu dalam perayaan Ekaristi sambil mengucapkan syukur atas segala karya yang besar yang dikerjakan Allah bagi manusia. Sebelum menerima Tubuh dan Darah Kristus atau komuni pertama kita terlebih dahulu dipersiapkan dengan menerima pelajaran yang di berikan oleh Katekis, supaya acara berjalan dengan baik, lancar, dan sempurna kemudian memberikan kesan mandalam bagi yang menerima. Makan Tubuh Kristus melambangakan adanya ikatan persaudaraan diantara mereka, sedangkan minum Darah Kristus menunjukkan adanya ikatan perjanjianantara manusia dengan Allah.

                Sayangnya penerimaan Tubuh Kristus dalam perayaan Ekaristi akhir-akhir ini tampak kurang didukung dengan persiapan yang baik.  Puasa satu jam sebelum menyambut Komuni pun hampir tidak diperhatikan lagi saat ini. Maka untuk komuni pertama harus dipersiapkan sesempurna mungkin agar bisa menghayati dan memahami dengan baik dan tepat suatu perayaan itu. Kemudian dari situlah kita mampu menjalin hubungan denganYang Mahakuasa, dengan melalui doa, doa itu bisa juga dilaksanakan secara pribadi ataupun bersama.

                Ya Tuhan mampukanlah kami untuk semakin menghayati Komuni Suci yang Engkau berikan lewat perayaan Ekaristi Kudus yang kami laksanakan dan kami imani. (Fr. Roy Basuki)

 

Tinggalkan Balasan