“Carilah Kebijaksanaan” (Renungan Minggu 30 Juli 2017)

Carilah Kebijaksanaan
Hari Minggu Biasa XVII (30 Juli 2017)
1Raj 3:5,7-12; Rm 8:28-30; Mat 13:44-52

Hidup ini tak bisa dipisahkan dari pilihan, setiap saat kita harus memilih ini atau itu. Kalau orang bepergian, orang harus memilih jalan yang ini atau yang itu. Kita harus memilih memakai baju yang merah atau yang lain. Kita juga harus memilih, mau minum air putih, atau teh atau kopi. Orang muda harus memilih teman hidup yang cocok untuk menjadi pasangan hidupnya. Kita harus memilih sekolah yang cocok dengan kemampuan ekonomi orangtua. Kita harus memilih pemimpin yang sesuai dengan hati nurani kita, dan lain sebagainya.

Tak seorang pun diantara kita yang ingin menderita di masa tuanya. Selama usia muda orang berupaya meraih masa depan yang bahagia. Segala macam cara ditempuh untuk memperoleh harta sebanyak-banyaknya, jabatan dan popularitas, sehingga bisa hidup dengan tenang di masa tuanya. Namun seringkali masa depan yang direncanakan itu hanya terbatas hari tua. Jarang sekali kita menemukan seseorang yang dengan sadar merencanakan kehidupan abadi sejak usia muda. Malahan ada orang yang hidup dalam semboyan “reguklah kenikmatan hidup sekarang ini sepuas mungkin, karena sesudah kematian tak ada lagi kesempatan untuk menikmati semua itu”.

Bacaan hari ini mengungkapkan dengan bagus apa yang harus dipilih. Ketika Tuhan menampakkan diri kepada raja Salomo, Tuhan mempersilahkan raja Salomo untuk meminta apa saja. Lain halnya dengan Raja Salomo. Ia mengharapkan agar Tuhan memberikan kepadanya “hati” yang mampu memahami hukum, karena dengan itu ia dapat memimpin rakyatnya dengan bijaksana. Ia sadar bahwa kekayaan dan usia panjang akan di karuniakan Allah kepadanya dengan cuma-cuma, kalau ia berusaha dengan penuh keyakinan pada Allah. Allah tidak pernah meninggalkan hamba-Nya yang setia. Inilah sebabnya maka raja Salomo menjadi lambang kebijaksanaan Kristen. Berkat rahmat Allah ia mampu memutuskan perkara dengan adil.

Santo Paulus menulis di dalam suratnya kepada jemaat di Roma, “saudara-saudara kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan kepada mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah “ (Rom 8:28). Rencana Allah ialah supaya kita bisa serupa dengan Yesus Kristus, Putera-Nya. Oleh sebab itu orang yang selalu berusaha di dalam kehidupannya setiap hari mencontoh corak kehidupan Yesus, dialah yang dikatakan bijaksana. Kristus yang telah menjadi “yang sulung” dari kita semua, telah bangkit mendahului kita masuk ke dalam kebahagiaan abadi bersama Allah. Itulah tujuan hidup yang ditunjuk Yesus kepada kita. Janganlah nanti di pengadilan terakhir kita termasuk “ikan yang tidak bagus” yang akan dibuang.

Menurut Matius kebahagiaan abadi merupakan harta yang seharusnya di cari lebih dahulu. Kebahagiaan abadi adalah mutiara yang mahal harganya yang seharusnya dibeli lebih dahulu. Janganlah mencari harta dan mutiara itu jauh di atas langit, karena ia terpendam di ladang kehidupanmu yang nyata sekarang ini. Kebahagiaan abadi hendaknya dicari di dalam rumah tangga, pekerjaan dan di dalam dunia pergaulan kita, dan terutama di dalam hati kita sendiri. Carilah rupa Allah di dalam diri kita masing-masing, karena kekayaan dan popularitas diri dapat mengaburkan rupa Allah yang ada di dalam diri kita.

Itulah sebabnya raja Salomo meminta kepada Allah hati yang penuh pengertian menimbang perkara, nurani yang terbuka terhadap Allah dan sesame. Kekayaan harta akan tinggal di dunia dan kemasyuran akan hanya tinggal nama setelah kita mati, tetapi manusia yang hidup di dalam perkenaan Allah akan hidup abadi. Yesus mengatakan, carilah dahulu kerajaan Allah, maka semua yang lain akan ditambahkan kepadamu. Inilah yang namanya kebijaksanaan Kristen.

Tinggalkan Balasan