Renungan Minggu Adven III/C (13 Desember 2015): Menghadirkan Kegembiraan
MENGHADIRKAN KEGEMBIRAAN
Hari Minggu Adven III (13 Desember 2015)
Zef 3:14-18a; Flp 4:4-7;
Luk 3:10-18
BACAAN HARI ini mengajak kita bergembira, karena kedatangan Tuhan sudah dekat. Kita diajak menciptakan kegembiraan di tengah-tengah kenyataan hidup yang kurang menggembirakan sekarang ini. Ada banyak hal membuat kegembiraan itu semakin sulit didapatkan. Mengenai hal itu dapat kita saksikan melalui media televisi atau media komunikasi yang lain. Di sana dapat dilihat kejahatan merajalela, kekerasan terjadi di mana-mana, sikut-menyikut dalam perebutan kekuasaan. Dalam keluarga pun dapat kita saksikan aneka tipu daya, ketidaksetiaan, bahkan kekerasan pun terjadi antara suami dan istri. Anak-anak tidak menemukan tempat yang menyejukkan di dalam keluarga. Bahkan sering mereka menerima perlakuan yang tidak baik. Sekarang ini manusia seakan-akan tidak lagi dikendalikan oleh kekuatan hati nuraninya. Atau jangan-jangan hati nurani telah mati!?
Kematian hati nurani tampak dalam tayangan yang disebarluaskan ke mana-mana melalui media komunkasi. Jiwa dan roh yang mati memang menyebar kematian ke mana-mana. Kematian roh dan jiwa itu, misalnya nampak pada kasus pembunuhan bocah kecil di Bali, kasus gadis dalam kardus di Jakarta. Tak ketinggalan kasus pembunuhan wong cilik Salim Kancil di Lumajang Jawa Timur. Kematian hati nurani, berarti juga hilangnya kemampuan untuk mengampuni. Dengan hilangnya jiwa pengampun, orang menjadi pendendam meskipun orang itu menyebut beragama. Sekarang ini betapa sulitnya merasakan adanya ketulusan hati, juga di balik ucapan-ucapan yang saleh dan menyebut nama Allah, mempersenjatai diri sebagai pejuang hak azasi manusia dan keadilan. Akibat dari semua itu kepercayaan satu sama lainnya semakin sulit dibangun. Bila ketulusan tidak ada terutama pada mereka-mereka yang disebut berada pada jajaran elite atas, dampaknya tentulah sampai ke jajaran masyarakat kebanyakan. Dalam keadaan seperti ini hidup menjadi resah dan gelisah karena dirasa penuh ancaman.
Mengakhiri millenium kedua dan abad 20 dan memasuki millennium ketiga serta abad keduapuluh satu, kita diajak untuk bertobat. Kita diajak bertobat dari penuh kekerasan, kepada dunia yang penuh kelembutan. Kita diajak untuk berbalik dari cara hidup yang penuh manipulasi menuju ke cara hidup yang membiarkan diri dikuasai serta bahkan dikoreksi oleh kebenaran. Kita diajak berbalik dari rasa pemilik kebenaran menjadi rasa dimiliki oleh kebenaran. Kita diajak bertobat dari rasa pemilik Allah menuju ke rasa dimiliki oleh Allah. Kita diajak untuk berbalik dari rasa pemilik bumi menjadi rasa dan sikap milik bumi.
Apa yang harus kita perbuat untuk mengikuti Allah, menumbuhkan kegembiraan dan suka-ria dalam hidup ini? Pada minggu Adven ketiga ini kita semua diharapkan lebih menciptakan kelembutan dalam hidup daripada kekerasan, lebih banyak menebarkan senyuman, lebih banyak mengendalikan hati atau emosi. Kita perlu banyak untuk menghibur orang, bukan menakut-nakuti orang lain. Apakah kehadian saya membawa ketakutan atau membangkitkan kegembiraan? Masih hidupkah di dalam diri saya kekuatan untuk membagikan rasa aman bagi masyarakat di sekitar kita? Seberapa kuat dalam diri saya masih hidup rasa dendam? Semoga kegembiraan sejati dapat tumbuh dan berkembang dalam hidup sehari-hari di sekitar kita!