RENUNGAN MINGGU BIASA XXIV, 13 SEPTEMBER 2015 : BERANI TEGAKKAN KEBENARAN
BERANI TEGAKKAN KEBENARAN
Hari Minggu Biasa XXIV (13 September 2015)
Yes 50:5-9a; Yak 2:14-18;
Mrk 8:27-35
ADA ORANG yang berjuang tanpa pamrih. Mereka berani menegakkan kebenaran di tengah masyarakat, berjuang agar orang-orang kecil mendapatkan haknya. Mereka ini tidak memedulikan risiko yang bakal dihadapi. Mereka tidak takut ditangkap penguasa, disiksa, dijebloskan dalam penjara, atau dibunuh sekalipun. Bagi tokoh-tokoh yang perjuangannya dilandasi iman akan mempunyai keyakinan bahwa Allah akan selalu menguatkan dan menolongnya. Di sisi lain, ada banyak orang yang berjuang dengan mengharapkan imbalan, memperhitungkan untung ruginya.
Sikap patriotik, pantang menyerah dalam bacaan pertama diperlihatkan oleh nabi Yesaya. Ia tidak gentar sedikitpun menghadapi penghinaan dan penganiayaan. Nabi Yesaya yakin Allah ada di belakangnya, senantiasa menolongnya, karena Allah akan membela yang benar dan mengenyahkan kelaliman. Sikap pantang menyerah, menghadapi resiko dianiaya dan dibunuh, lebih diperlihatkan oleh Yesus. Meski Yesus tahu akan menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh, Yesus tidak mundur setapak pun. Petrus yang mencoba menghalangi-Nya justru mendapat hardikan keras, “Enyahlah iblis, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia”. Petrus tentu kaget mendengar ucapan Yesus yang tidak seperti biasanya itu. Mengapa Yesus menghardiknya? Rupanya pengertian Petrus akan Mesias tidak jauh berbeda dengan umat Israel lainnya, yang memandang Mesias sebatas sebagai penyelamat politik yang akan membebaskan mereka dari cengkeraman bangsa Roma saja.
Yesus lalu menegaskan dengan menyatakan, “Setiap yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikuti Aku. Karena barangsiapa menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku dan karena Injil, ia akan menyelamatkannya”. Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya? Teguran Yesus kepada Petrus dan penegasan-Nya kepada para murid, berlaku pula untuk kita. Di zaman modern ini banyak orang berlomba-lomba menumpuk kekayaan dan mengejar jabatan empuk dengan cara yang tidak jujur. Korupsi dan suap bagaikan kanker di masyarakat yang sulit diatasi, sehingga sekarang ini sangat sulit mendapatkan orang yang sungguh jujur.
Dalam kehidupan sehari-hari tidak sedikit orang Kristiani terseret dalam arus ketidakjujuran dan ketidakadilan akibat dari sikap materialisme dan konsumerisme. Mereka tak mau memanggul salib menentang arus kehidupan masyarakat yang tidak sehat. Mereka tidak berani mengambil resiko hidup menderita dalam mempertahankan imannya. Mereka tidak mau mengikuti jejak Yesus yang rela menderita dan mati di kayu salib dalam melaksanakan kehendak Bapa. Santo Yakobus lewat bacaan kedua dengan tegas berkata: “Jika iman tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati” (Yak 2:17b). Menurut Yakobus dan Paulus, iman tidak hanya terungkap lewat syahadat dan rumusan-rumusan, tetapi juga dengan sikap dan perbuatannya. Perbuatan yang dimaksud Yakobus adalah perbuatan yang berakar dari iman akan Allah, seperti: cinta kasih, kejujuran, keadilan, kerendahan hati, kemurnian, kesetiaan, keterbukaan, dan sebagainya. Di lain pihak kita boleh bangga karena masih banyak umat yang terlibat dalam perbuatan kasih dengan memberi perhatian kepada mereka yang sedang sakit, ditimpa musibah, dan kepada mereka yang berada dipanti-panti asuhan dan panti jompo. Kita masih terus berharap agar semakin banyak orang Kristiani yang berjuang menegakkan kebenaran dan keadilan dan berani menanggung hidup menderita, seperti halnya Yesus.