SAKRAMEN DAN SAKRAMENTALI
Belajar Liturgi: Sakramen dan Sakramentali
SAKRAMEN: Karya Keselamatan Allah melalui Gereja
Memahami sakramen sebagai karya Allah yang menyelamatkan melalui Gereja yang di dalamnya diimani Kristus hadir secara istimewa, bukanlah hal yang mudah untuk zaman sekarang ini. Hal ini sedikit banyak dipengaruhi oleh kekaguman yang luar biasa terhadap ilmu pengetahuan dan diikuti sikap pragmatisme yang mengatakan apa yang tampak itulah yang berguna sehingga peranan Allah di dalam setiap sakramen kurang dihayati. Sikap hidup individualistik pun telah mengaburkan makna hidup berkomunitas di dalam Gereja.
Hal ini tentu dapat mengakibatkan perayaan sakramen-sakramen hanya dilihat sebagai “demi resminya saja”. Misalnya sakramen baptis dirayakan hanya sekedar menyatakan bahwa seseorang itu telah resmi sebagai Katolik, sakramen perkawinan pun hanya untuk menunjukkan bahwa sepasang mempelai telah resmi menjadi sepasang suami istri, dll.
Sakramen: Istilah dan Makna
Istilah sakramen yang kita kenal sekarang berasal dari bahasa Latin “sacramentum” yang dipakai untuk menjelaskan tanda yang kelihatan dari kenyataan keselamatan yang tak kelihatan yang disebut sebagai mysterium.Kitab Suci menyampaikan dasar pengertian sakramen sebagai misteri kasih Allah, yang diterjemahkan sebagai “rahasia yang tersembunyi dari abad ke abad… tetapi yang sekarang dinyatakan kepada orang-orang kudus-Nya” (Kol 1: 26, Rom 16:25). Misteri kasih ini, yang sering disebut juga sebagai misteri penyelamatan, menunjuk pada pribadi yakni Kristus sendiri (Kol 2:2; 4:3; Ef 3:3) yang hadir di tengah-tengah kita (Kol 1:27). Hal ini dipertegas oleh St. Leo Agung dengan mengajarkan, “apa yang tampak pada Penebus kita, sudah dialihkan ke dalam sakramen-sakramen- Nya”.
Seturut struktur wahyu Allah, bahwa rahasia yang tersembunyi di dalam Allah ditampakkan di dalam dunia dan sejarahnya melalui sakramen. Sakramen bisa didefinisikan sebagai peristiwa konkret duniawi yang menandai, menampakkan, dan melaksanakan atau menyampaikan keselamatan Allah atau dengan lebih tepat Allah yang menyelamatkan manusia. Dalam sakramen, rahmat (cinta Allah) disampaikan secara konkret melalui forma (rumusan/kata-kata) dan materi (tanda atau perbuatan yang di dalamnya kita mengalami rahmat yang menguduskan, karena tanda sakramen sesungguhnya aksi/perbuatan .
Karena sakramen itu perbuatan manusiawi/gerejawi yang melambangkan atau melaksanakan secara simbolis suatu tindakan Allah terhadap kita, maka perayaan-perayaan sakramen harus dilaksanakan secara sungguh-sungguh.Dalam hal ini juga penting disadari bahwa perbuatan manusia konkret itu baru mendapat identitasnya sebagai sakramen Kristiani melalui perkataan yang diucapkan. Perbuatan penuangan air mendapat artinya melalui forma atau kata-kata yang menghubungkan perbuatan itu dengan peristiwa keselamatan yang dilaksanakan Allah Tritunggal menjadi nyata. Sebab itu perbuatan dan perkataan bersama-sama membentuk tanda, lambang melaluinya Allah mendekati dan menyelematkan kita secara konkret.
Jadi sakramen sebagaimana yang kita kenal sekarang merupakan tanda yang kelihatan dari misteri Kristus –yang tak kelihatan- yang bekerja di dalam Gereja-Nya oleh Roh Kudus. Gereja dipercaya oleh Kristus untuk membagikan misteri kasih Allah yang melimpah. Ini bukanlah sebagai tanda atau lambang belaka, tetapi juga sebagai pemenuhan makna dari tanda itu sendiri, yaitu rahmat pengudusan untuk keselamatan kita. Dengan mengambil bagian di dalam sakramen kita mengambil bagian di dalam kehidupan Ilahi yang Kudus, kita dipersatukan dengan Allah sendiri sebagai anak-anak-Nya. Rahmat berarti manusia diterima sebagai anak dan dibuat “serupa dengan gambaran Anak-Nya” (Rm 8:29), yaitu Yesus Kristus.
Asal usul Sakramen
Sakramen-sakramen yang kita kenal sekarang dimulai dalam sejarah Gereja sebagai praktek, tidak lahir sebagai teori yang kemudian dilaksanakan. Hal ini tampak melalui perayaan-perayaan yang sudah ada sejak awal hidup Gereja.Perayaan-perayaan tersebut dianggap sebagai bentuk pelaksaan hidup Gereja, dan dipandang penting dan mutlak perlu untuk hidup Gereja. Perayaan-perayaan ini merupakan sarana yang dengannya rahasia penyelamatan Allah disampaikan kepada manusia sepanjang sejarah melalui ketujuh sakramen.
Kalau menyelidiki Kitab suci, jelas sekali bahwa Gereja perdana sadar akan perbuatan Allah yang unik dan “satu kali untuk selama-lamanya” dalam diri Yesus dari Nazaret, seorang manusia historis.Allah Abraham, Allah Ishak, dan Yakub, Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus telah melaksanakan keselamatan umat manusia dan dunia seluruhnya dalam salib dan kebangkitan Putra-Nya yang tunggal itu sedemikian rupa, sehingga sekarang Gereja sekaligus merupakan hasil dan sakramen keselamatan.
Sebagai sakramen keselamatan, Gereja menyadari bahwa karya keselamatan yang harus diimani, diwartakan, dan dilaksanakan antara lain melalui perayaan-perayaan tertentu. Karya keselamatan dengan seluruh dimensi historisnya, baik menyangkut janji, pelaksanaan dalam diri Yesus dan pemenuhan eskatoligisnya hadir di dalam Gereja sebagai hidup dan inti Gereja. Gereja, sebagai hasil karya penyelamatan yang melaksanakan hakikatnya itu dan menunaikan amanat dan tugasnya sebagai alat keselamatan dengan cara penghayatan hidup yang diberikan oleh Allah.Konsili Vatikan II menegaskan kehadiran Gereja dewasa ini menampilkan dan sekaligus mewujudkan karya keselamatan kepada manusia di dalam setiap perayaan sakramen.
Ex Opere Operato
“Ex Opere Operato” yang berarti “menurut karya yang dikerjakan” merupakan prinsip daya guna dari setiap sakramen yang kita rayakan. Prinsip ini menunjuk pada daya guna sakramen yang yang tidak tergantung dari pelayan atau pun dari penerima melainkan menghasilkan rahmat dengan sendirinya karena Kristus sendirilah yang melakukannya. Meskipun ada Imam,Uskup,dan bahkan Paus sekalipun yang berada dalam keadaan berdosa berat merayakan salah satu dari 7 sakramen Gereja, sakramen yang diberikannya tersebut tetaplah sah serta tetap memberikan rahmat pengudusan dan tetap mempunyai khasiat rohani bagi umat.
Katekismus Gereja Katolikno. 1127-1128 menegaskan bahwa sakramen-sakramen yang dirayakan secara pantas dan sah berdaya guna karena Kristus sendiri bekerja di dalamnya; Ia sendiri membaptis, Ia sendiri bertindak dalam Sakramen-sakramen-Nya, untuk membagi-bagikan rahmat, yang dinyatakan oleh Sakramen. Inilah arti dari ungkapan Gereja, bahwa Sakramen-sakramen bekerja ex opere operatodan bukan ex opere operantis (menurut karya yang mengerjakannya). Oleh karena itu: “Sakramen tidak dilaksanakan oleh kesucian manusia yang memberi atau menerima [Sakramen], tetapi oleh kekuasaan Allah”. Pada saat Sakramen dirayakan sesuai dengan maksud Gereja, bekerjalah di dalam dia dan oleh dia kekuasaan Kristus dan Roh-Nya dan tidak bergantung pada kekudusan pribadi pemberi.
SAKRAMENTALI: PERAYAAN LITURGI YANG LAIN
Bunda Gereja kudus, selain mengadakan sakramen-sakramen, juga mengadakan sakramentali. Sakramentali atau disebut juga ‘perayaan liturgi yang lain’ seperti dinyatakan Katekismus Gereja Katoliki dan memiliki kemiripan dengan sakramen-sakramen ialah tanda-tanda suci yang menandakan karunia-karunia, terutama yang bersifat rohani, dan yang diperoleh berkat doa permohonan Gereja. Melalui sakramentali hati manusia disiapkan untuk menerima buah utama sakramen-sakramen, dan pelbagai situasi hidup disucikan (bdk SC 60).
Istilah sakramentali yang berasal dari bahasa Latin sacramentalia (semacam sakramen) menunjuk pada kemiripan dengan sakramen tetapi tidak sama dengan sakramen dan terkadang disebut juga sebagai “sakramen-sakramen kecil” (piccoli sacramenti atau sacramenti minori). Istilah ini muncul dalam tulisan Petrus Lombardus, seorang teolog dan uskup Paris, pada abad pada abad XII, bersamaan dengan pembakuan istilah sakramen bagi ketujuh ritus Gereja.
Sakramentali terarah dan bersumber pada Sakramen
Konstiitusi Liturgi menyatakan bahwa sakramentali memiliki kemiripan dengan sakramen. Kemiripan ini dimaksud bahwa perayaan sakramentali dalam arti tertentu merupakan perayaan yang terarah kepada sakramen dan bersumber dari sakramen. Maka boleh dikatakan bahwa sakramentali ada karena adanya ketujuh sakramen dalam Gereja. Sakramentali mengantar dan mempersiapkan orang beriman kepada sakramen-sakramen Gereja. Dengan sakramentali, misteri yang dirayakan dalam sakramen semakin diperjelas dan disposisi umat bagi penerimaaan sakramen dipersiapkan secara optimal.
Hal ini tampak pada berbagai upacara sakramentali. Pemberkatan air suci, pemberkatan dengan tanda salib pada dahi anak-anak atau katekumen merupakan upacara dalam rangka menuju atau mengenangkan sakramen baptis; pemberkatan roti, buah atau doa sebelum dan sesudah makan berhubungan dengan sakramen Ekaristi; berbagai doa untuk orang sakit merupakan kerinduan dan perwujudan sakramen pengurapan orang sakit; upacara pertunanan merupakan perayaan kerinduan akan sakramen perkawinan; upacara tobat terarah pada sakramen tobat.
Sakramentali sebagai Doa Permohonan Gereja
Sakramentali dibedakan dengan sakramen menurut daya guna atau akibat sakramentalnya. Daya guna sakramen terjadi secara ex opere operato (menurut karya yang dilakukan atau berkat tindakan yang dilakukan oleh Kristus). Artinya, sakramen pertama-tama tindakan Kristus. Dalam sakramen, Kristuslah yang melayani dan menguduskan si penerima. Jadi, dengan istilah ex opere operato ini mau ditekankan bahwa sakramen merupakan karya Allah dan bukan usaha manusia. Karya Allah ini tidak bersangkut paut dengan si pelayan atau si penerima.
Berbeda dengan sakramen, daya guna sakramentali terjadi secara ex opere opantis( berkat tindakan manusia yang mengerjakan). Itu berarti sakramentali pertama-tama karya, tindakan dan usaha manusia, yaitu Gereja. Sakramentali adalah doa permohonan Gereja agar Allah memberkati dan menguduskan orang atau benda tertentu. Kalau dalam sakramen rahmat pengudusan tidak tergantung pada disposisi dan usaha si pelayan manusia, dalam sakramentali pemberkatan dan pengudusan itu terjadi sejauh itu dimohonkan oleh Gereja. Misalnya bila Gereja memohonkan berkat atas benda-benda dan menjadikannya suci (seperti rosario, medali, patung, skapulir, air suci, dsbnya) atau bekat atas seseorang (oleh pastor atau uskup) yang mendatangkan rahmat dan kemurahan Tuhan bagi seseorang itu.
Sakramentali dipahami Gereja tidak secara magis atau jimat keberuntungan, bahwa seolah-olah sesudah orang atau barang itu diberkati, maka orang atau barang itu menjadi sakti. Dengan ungkapan sakramentali sebagai “doa permohonan Gereja” itu, mau dinyatakan bahwa orang atau barang yang diberkati oleh Allah melalui doa permohonan Gereja kini memiliki arah dan nilai baru yang terarah kepada Allah Sang Pencipta dan Penebus.
Pelayan sakramentali
Pelayan sakramentali tidak harus seorang klerus atau orang tertahbis, tetapi dapat juga awam. Pelayan awam dalam upacara sakamentali dimungkinan atas dasar imamat umum yang perolehnya dalam sakramen baptis dan krisma. Lain hal dengan dengan sakramen, pelayan sakramen (kecuali baptisan darurat) adalah pimpinan jemaat yang resmi, yaitu uskup, imam, diakon, sebab perayaan sakramen menyangkut Gereja seluruhnya dan perwujudan kehadiran Kristus di dalam Gereja dalam arti sesungguhnya. Sedangkan perayaan sakramentali selalu bersifat khusus, merupakan perwujudan doa Gereja bagi orang tertentu, entah pribadi entah secara kelompok maupun benda tertentu. Oleh karena itu sakramentali bukanlah perwujudan kehadiran Kristus di dalam Gereja dalam arti sesungguhnya, melainkan bentuk doa permohonan Gereja yang konkret yang dapat dimohonkan oleh setiap orang beriman atas dasar imamat umum yang dimiliki dan kepantasannya.
Struktur Pokok Upacara Sakramentali
Struktur dasar upacara pemberkatan dan sakramentali terdiri atas dua unsur pokok yan gharus selalu ada, yaitu anamnesa dan epiklese. Struktur anamnesis memberi dasar seluruh perayaan, yaitu kenangan akan karya keselamtan Allah dalam Kristus. Kenangan itu merangkum pujian dan syukur. Sedangkan struktur epiklesis memberi orientasi doa permohonan Gerja, yakni doa seruan akan kedatangan Roh Kudus agar Roh Kudus memberkati dan menguduskan orang atau barang itu. Justru dengan struktur epiklesis perayaan liturgi dan sakramentali dijamin dari penyelewengan praktek magis.
Jenis sakramentali
Dalam KGK 1671-1673 disebut aneka ragam bentuk sakramentali. Pertama, pemberkatan yang tidak mengubah status atau tujuan penggunaan dari yang diberkati. Permberkatan ini biasa disebtu BENEDICTIONES INVOCATIVAE. Artinya: segala upacara atau ibadat pemberkatan, di mana yang diberkati itu, yakni entah diri manusia ataupun benda/barang tertentu, tidak mengalami perubahan status atau perubahan tujuan penggunaannya. Contoh : pemberkatan dahi anak dengan tanda salib, pemberkatan orang sakit, pemberkatan jenazah, pemberkatan keluarga, pemberkatan rumah, sawah, benih, dll. (tidak disebut “barang/orang suci” sesudah diberkati).
Kedua, pemberkatan yang mengubah status atau tujuan penggunaan dari yang diberkati. Maksudnya, begitu diberkati, maka orang atau benda sudah dikhususkan untuk Allah. Macam pemberkatan status atau tujuan penggunaan ini agak rumit bila kita menengok segi peristilahan yang dipakai dalam buku-buku liturgi ataupun Kitab Hukum Kanonik. Termasuk ke bagian ini adalah:
BENEDICTIONES CONSTITUTIVAE
Artinya: segala upacara atau ibadat, dimana yang diberkati itu, entah manusia maupun benda, mengalami perubahan tujuan penggunaannya (dikhususkan untuk penggunaan yang bersifat religius atau berhubungan dengan Tuhan). Simbolisasi yang digunakan untuk pemberkatan di sini bisa berupa minyak tertentu(bukan minyak krisma), air suci, doa tertentu atau berkat berupa tanda salib. Contoh : pentahbisan abbas atau abdis, pengikraran kaul, pemberkatan benda-benda liturgi, salib, rosario, medali, dll.
CONSECRATIO
Diterjemahkan dengan konsekrasi atau pentahbisan. Dalam KHK istilah ini hanya ditujukan pada pentahbisan seseorang atau manusia dan bukan atas barang, yang ciri khasnya menggunakan minyak krisma. Consecratio ini sudah masuk pada liturgi sakramen tahbisan, yakni tahbisan uskup dan imam, dimana orang yang ditahbiskan itu mengalami perubahan status dan perubahan itu ditandai dengan pengurapan minyak krisma. Jadi bisa dibilang tindakan ini adalah tindakan sakramentali yang diadakan di suatu liturgi sakramen.
DEDICATIO
Dedicatio berarti pemberkatan atau penyucian untuk suatu benda atau barang yang membawa akibat bahwa benda atau barang itu dikuduskan atau dipersembahkan kepada Allah sehingga tidak bisa lagi digunakan untuk tujuan profan. Simbolisasi dedicatio adalah pengolesan minyak krisma pada benda atau barang itu. Contoh dedicatio adalah pemberkatan gedung gereja dan altar, dimana setelah diberkati gereja dan altar tidak boleh digunakan untuk tujuan lain selain untuk keperluan liturgis dan ibadat.
Ketiga, termasuk sakramentali tetapi berbeda dari kedua macam pemeberkatan di atas adalah eksorsisme atau pengusiran setan. Eksorsisme terbagi dua yakni eksorsisme imprekatoris dan eksorsisme deprekatoris. Pertama, eksorsisme imprekatoris (pengusiran setan dengan perintah) yaitu jenis pengusiran setan melalui suatu rumusan yang eksplisit mengucapkan perintah pengusiran atau memerintahkan agar setan keluar dari seseorang atau suatu benda. Ibadat dan doa eksorsisme ini hanya bisa dilakukan oleh imam atas ijin dari ordinaris wilayah setempat (lih. KHK 1983 kan. 1172). Jadi tidak asal setiap orang merasa mampu dan berhak untuk mengusir setan.
Kedua, eksorsisme deprekatoris yaitu pengusiran setan dengan doa permohonan. Pengusiran setan jenis ini jauh lebih halus dan lembut dan lebih biasa kita jumpai, secara khusus dalam upacara-upacara tobat (scrutinia) para katekumen atau calon baptis yg intinya adalah doa pembebasan agar orang-orang yang dibaptis itu dibebaskan oleh kuasa Allah dari kuasa jahat, dan mampu meninggalkan segala kebiasaan yang tidak baik untuk bisa memasuki kehidupan baru sebagai anak-anak Allah saat dibaptis nanti.