Sejarah Keuskupan Padang
Keuskupan Padang dulunya adalah stasi tertua di Sumatera yang merupakan bagian dari Vikariat Apostolic Batavia.
Mgr. Petrus Maria Vrancken yang merupakan Vikaris Apostolic Batavia kedua pernah melakukan kunjungan ke Padang dan membukan tandatangan pada buku baptis yang ada di Paroki Katedral Padang pada tanggal 3 april 1857.
Pada tanggal 25 juni 1879 Vikaris Apostolic ketiga, Mgr. Adam Carel Claessens yang mengggantikan Mgr. Vrancken juga pernah mengadakan kunjungan pastoralnya ke Padang.
Pada tanggal 30 juni 1911 Sumatera yang sebelumnya menjadi stasi Vikariat Apostolic Batavia dipisahkan dan ditingkatkan menjadi Prefektur Apostolic.
Perfektur Apostolic pertama yang diangkat adalah Mgr. Liberatus cluts, OfmCap. yang diangkat pada tanggal 24 mei 1912 dan pada tanggal 13 Juni 1912 Mgr. Liberatus cluts, OfmCap datang ke Padang yang menjadi tempat kedudukan Perfektur Apostolic.
Pada waktu itu ada lima stasi di Sumatera, yaitu Padang, Kota Raja (Banda Aceh), Medan, Sungai Selan, dan Tanjung Sakti,dengan jumlah total umat sekitar 5000 orang. Bersamaan dengan itu, oleh Serikat Jesus, Prefektur Sumatera diserahkan kepada imam-imam Kapusin.
Dalam masa karyanya 1911-1921, Mgr. Cluts memberikan perhatian wilayah Padang, Sungai Selan Bangka, Medan, Kota Raja Aceh dan Tanjung Sakti Besemah. Selain itu, daerah di Sumatera Barat yang dikunjungi secara berkala adalah Bukittinggi, Padang Panjang, kemudian menyusul Sawahlunto, Payakumbuh, serta Solok.
Mgr. Cluts meninggal tanggal 23 April 1921, pada usia 66 tahun, dalam perjalanannya dengan kapal dari Padang ke Bengkulu. Beliau dimakamkan di Padang.
Pada tanggal 20 Juli 1921 Mgr. Brans, OFMCap diangkat menjadi Prefektur Apostolik Sumatera, tahun 1923 dipisahkan daerah Sumatera Selatan menjadi Prefektur Apostolik Bengkulu (selanjutnya Palembang), dan diserahkan kepada Kongregasi Hati Kudus Yesus (SCJ) dan Prefektur Bangka dan Biliton dan dipercayakan karya pelayanan kepada Kongregasi Hati Kudus Yesus dan Maria (SSCC) Dengan pembagian ini, Prefektur Padang tinggal memiliki tiga stasi, yakni Padang, Medan, dan Kota Raja.
Pada 18 Juli 1932, Perfektur Apostolik Padang (1911) ditingkatkan menjadi Vikariat Apostolik Padang. Karena kemajuan ekonomi di Medan dan perkembangan karya misi di tanah Batak, Mgr. Brans mengusulkan kepada Tahta Suci (Vatikan) agar Vikariat Apostolik Padang diubah menjadi Vikariat Apostolik Medan, dan kedudukan Vikaris Apostolik di pindahkan ke Medan. Pada tanggal 23 Desember 1941, Tahta Suci menyetujui perubahan dan perpindahan itu.
Akan tetapi, sebelum keputusan Tahta Suci itu sampai di tangan Mgr. Brans, pecah Perang Dunia II. Dalam bulan-bulan pertama 1942, Hindia Belanda telah diduduki tentara Jepang. Tanggal 17 Maret 1942, Jepang masuk kota Padang. Mgr. Brans dan semua rohaniwan di internir di Bangkinang sampai dengan tahun 1945. Agustus 1945 Perang Dunia berakhir. Mgr. Brans dan para rohaniwan dibebaskan. Keputusan Tahta Suci sampai ke tangan Mgr. Brans.
Pada 3 Januari 1946, Mgr. Brans berpindah dari Padang ke Medan. Namun situasi sulit kembali terjadi karena berkobarnya revolusi menyusul diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia. Akibatnya para imam, walau sudah dibebaskan, tidak dapat segera kembali ke paroki mereka masing-masing. Karya baru dapat dimulai lagi antara tahun 1946 – 1949. Karena kekurangan tenaga imam Kapusin, Mgr. Brans berusaha mencari tenaga bantuan, yang akhirnya datang dari Serikat Xaverian (SX).
Pada 24 Juli 1951 tibalah di Padang 8 orang Misionaris Xaverian pertama berkebangsaan Italia. Mereka adalah
P. Mario Boggiani, P. Lorenzo Lini, P. Pietro Spinabelli,
P. Antenore Nardello, P. Pio Pozzobon, P. Oddo Galeazzi,
P. Aurelio Canizzaro, dan P. Vincenzo Capra. SX diserahi Sumatera Tengah.
Pada 27 Juni 1952, Prefektur Apostolik Padang didirikan. Wilayah Prefektur baru ini dipisahkan dari wilayah Vikariat Apostolik Medan. Mgr. Pasquale. De Martino, SX ditunjuk sebagai Prefektur Apostolik Padang yang pertama.
Beliau berkarya cukup lama dan dipenjara selama 6 bulan dalam Rezim Ma Tse Tung. Dalam bulan April 1953, beliau baru bisa datang ke Indonesia.
Masa bakti Mgr. P. De Martino, SX berlangsung selama 8 tahun, yaitu 27 Juni 1952 – 3 Januari 1961. Mgr. De Martino diberi julukan "Raksasa berhati lembut”.
Sebagai Prefektur Apostolik, beliau mengawali kerjanya dengan mengutus P. A. Cannizarro, SX untuk menjajaki pembukaan pelayanan di Kepulauan Mentawai pada tahun 1953.
P. R. Danieli, SX diutus ke Pekanbaru Riau, P. Pietro Spinabelli, SX merintis kerasulan di wilayah transmigrasi Pasaman, Tongar dan Desa Baru sambil mengurus Paroki Bukittinggi.
Pada 3 Januari 1961, Prefektur Apostolik Padang ditingkatkan statusnya menjadi Keuskupan Padang. Mgr. Raimundo C. Bergamin, SX dipilih menjadi Uskup Padang Pertama tanggal 16 Oktober 1961 dan ditahbiskan Uskup tanggal 6 Januari 1962 di Gereja St. Theresia dari Kanak-kanak Yesus Padang.
Mgr. Bergamin lalu menetapkan Gereja St. Theresia sebagai gereja Katedral Padang. Dalam kata sambutan pentahbisannya, Mgr. Bergamin sempat berkata, “Saya adalah uskup pertama Keuskupan Padang, tetapi saya sangat mengharapkan bahwa saya adalah uskup yang terakhir, yang diambil dari orang asing. Uskup Padang yang akan menggantikan saya haruslah orang Indonesia”.
Dambaan tersebut menjadi kenyataan pada tanggal 11 Juni 1983 ketika Mgr. Martinus Dogma Situmorang, OFMCap. ditahbiskan sebagai Uskup kedua di Keuskupan Padang.
Mgr. Martinus Dogma Situmorang, OFMCap mengembuskan nafas terakhir pada tanggal 19 November 2019, setelah dirawat selama hampir 2 minggu di R.S Carolus Borromeus, Bandung. Almarhum dimakamkan di Padang. Oleh karena itu, Keuskupan Padang mengalami Sede Vacante (Tahta Lowong) selama 1tahun 11bulan.
Kabar baik tersiar pada tanggal 7 oktober 2021 atas resminya Umat Katolik Keuskupan Padang memiliki Gembala baru yakni Mgr. Vitus Rubianto Solichin, SX yang menggantikan almarhum Mrg. Martinus.
Mrg. Vitus menjadi Uskup pertama dari Regional Misi Xaverian Indonesia, Uskup kedua dari Serikat Misionaris Xaverian, sekaligus Uskup ketiga di Keuskupan Padang.