Semangat Martyria (Renungan RABU BIASA XXXIV, 23 November 2016 Oleh Fr. Benediktus Bagus Hanggoro)

Rabu, 23 November 2016 (Hari  Biasa Pekan XXXIV)
Bacaan: Why. 15: 1-4; Luk. 21: 12-19
-Semangat Martyria-

Gereja mempunyai barisan para martir kudus yang mati demi mempertahankan iman kepada Yesus Kristus. Martir pertama, Stefanus, dirajam karena mempertahankan iman di hadapaan Mahkamah Agama (bdk. Kis. 7: 54-60). Darah para martir memberikan kesuburan bagi iman Gereja dan memberikan pengharapan bahwa sesudah penderitaan di dunia ini, Gereja akan dibawa ke dalam kemuliaan Allah di surga. Gereja, bersama-sama dengan “orang-orang yang telah mengatakan binatang itu dan patungnya” akan “menyanyikan nyanyian Musa…, dan nyanyian Anak Domba.” (Why. 15: 2-3).

Bacaan hari ini masih merupakan kelanjutan dari pertanyaan para murid kepada Yesus tentang akhir zaman. Jika pada kisah sebelumnya Yesus berbicara tentang peperangan, pemberontakan, bencana alam, dan kesesatan yang melanda dunia (bdk. Luk. 21: 7-11), pada hari ini Yesus Kristus bercerita tentang penganiayaan yang akan dialami oleh para murid di waktu yang akan datang. Penganiayaan yang akan dialami oleh para murid tidak lepas dari penolakan orang-orang Yahudi terhadap pewartaan Yesus. Yesus, Allah yang hadir dan tampak di dunia, mewartakan kasih Allah yang merangkul dan membebaskan semua manusia dari belenggu dosa. Pewartaan ini bertentangan dengan keyakinan orang Yahudi bahwa orang berdosa dan menderita penyakit adalah orang-orang yang tidak mendapat belas kasih Allah karena kejahatan yang mereka lakukan. Inilah yang menyebabkan orang Yahudi sangat menolak ajaran ini. Karena ajaran-Nya, Yesus dianggap sebagai penghasut dan penyebar ajaran sesat mengenai Allah orang-orang Yahudi. Tuduhan ini pula yang secara umum akan dijumpai kepada para murid Yesus saat mereka menghadapi pengadilan.

Saudara-saudari terkasih, salah satu dari lima pilar Gereja adalah martyria atau kesaksian –pilar yang menjadi tema permenungan Gereja Keuskupan Padang tahun 2017-. Pilar martyria memberikan arah bagi kita sebagai anggota Gereja untuk memberikan kesaksian tentang Yesus Kristus kepada anggota Gereja yang lain (ke dalam Gereja) dan kepada masyarakat (ke luar Gereja). Pada zaman ini, kesaksian iman tersebut tidak perlu sampai pada menyerahkan nyawa. Kesaksian iman dapat diberikan melalui perkataan dan tindakan dalam kehidupan sehari-hari yang sesuai dengan iman Kristiani: membantu orang yang sedang kesulitan, mengunjungi orang sakit, dan banyak hal-hal positif yang dapat kita lakukan sebagai wujud kesaksian kita sebagai anggota Gereja kepada orang-orang di sekitar kita. Kesaksian iman adalah sebuah “warta hidup” yang meneguhkan kita dan orang-orang yang menyaksikannya. Semoga kita semakin bersemangat untuk memberikan kesaksian iman tentang belas kasih Allah bagi orang-orang di sekitar kita.

Tuhan, semoga kami mampu menjadi saksi-Mu yang berani mewartakan-Mu kepada semua orang di sekitar kami. Amin. (Fr. Benediktus Bagus Hanggoro)

Liturgi Hari ini: RABU BIASA XXXIV, 23 November 2016….Klik di sini!!

Tinggalkan Balasan