SOPAN DI “RUMAH TUHAN” (MEKAR: MAJALAH ANAK-ANAK NOV 2017)
SOPAN DI “RUMAH TUHAN”
Adik-adik terkasih, Sopan di “Rumah Tuhan” bukan soal penampilan fisik, cara berpakaian atau berjalan, tetapi juga soal cara bersikap sebagai umat beriman yang mau menghadap dan mendengarkan Tuhan. Berdoa pun bukan hanya soal berbicara pada Tuhan, tetapi juga mendengarkan Tuhan. Sopan di hadapan Tuhan, mengundang kita untuk terbuka jujur apa adanya pada Tuhan.
Apa yang kamu pikirkan ketika masuk ke dalam gereja untuk merayakan Ekaristi? Apakah kamu sudah menyiapkan hati dan pikiranmu untuk bertemu dan mendengarkan Tuhan yang bersabda? Atau kamu masih memikirkan dan ingin melakukan sesuatu yang lain? Yesus ingin ketika kamu memasuki rumah-Nya di dunia ini (gereja), kamu bersikap sebagai anak-anak dan murid-Nya yang baik. Agar kelak kamu pun dapat dan pantas masuk dalam rumah-Nya yang abadi di Surga (Kerajaan Bapa-Nya).
Dalam Injil Matius 21: 12-15 dituliskan: Lalu Yesus masuk ke Bait Allah dan mengusir semua orang yang berjual beli di halaman Bait Allah. Ia membalikkan meja-meja penukar uang dan bangku-bangku pedagang merpati, dan berkata kepada mereka: “Ada tertulis: Rumah-Ku akan disebut rumah doa. Tetapi kamu menjadikannya sarang penyamun”. Maka datanglah orang-orang buta dan orang-orang timpang kepada-Nya dalam Bait Allah itu dan mereka disembuhkan-Nya. Tetapi ketika imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat melihat mujizat-mujizat yang dibuat-Nya itu dan anak-anak yang berseru dalam Bait Allah: “Hosana bagi Anak Daud!”, hati mereka sangat jengkel.
Adik-adik, semoga kita juga tidak melakukan aktifitas yang tidak pantas saat berada di rumah Tuhan, misalnya: makan, bermain HP, berlarian, ngobrol, dan sebagainya. Pakailah pakaian yang layak dan pantas, bersikaplah sopan sesuai yang dikehendaki Yesus.
ORANG KUDUS BULAN INI
Santo Willibrordus
Willibrordus dilahirkan di Inggris pada tahun 658. Ia dididik bertahun-tahun di sebuah biara Irlandia. Sebagian besar hidupnya dilewatkan sebagai seorang misionaris di Jerman, Belanda, Luxemburg dan Denmark. Telah lama ia memendam kerinduan mendalam untuk mewartakan Injil kepada orang-orang yang belum percaya di negeri-negeri itu. Akhirnya, kerinduannya menjadi kenyataan. Dengan dorongan Paus, yang menjadikannya seorang uskup, St. Willibrordus menghantar banyak orang untuk menerima kekristenan. Raja kaum Franken, Pepin, juga bekerjasama dengan Willibrordus.
Seorang raja yang amat keras kepala mempersulit orang kudus kita ini. Dia adalah Rodbod, Raja Friesland. Suatu ketika kapal misionaris dibawa ke sebuah pulau yang diangap keramat bagi berhala kaum kafir Denmark dan Friesland (suatu propinsi di utara Belanda). Tidak seorang pun diperbolehkan membunuh binatang apapun di sana. Mereka juga tidak diperbolehkan makan sayur maupun buah-buahan apapun yang tumbuh di sana, pun tidak diperbolehkan mengambil air dari mata airnya, terkecuali dalam keheningan.
Untuk menunjukkan kepada mereka bahwa berhala mereka tidak ada, St. Willibrordus membunuh beberapa binatang buruan untuk dijadikan hidangan bagi kawan-kawannya. Ia juga membaptis tiga orang di mata air di tempat itu. Mendengarnya mengucapkan kata-kata, “Saya membaptis engkau” dengan suara lantang, kaum kafir merasa yakin bahwa ia akan roboh dan tewas. Tentu saja, tidak suatu pun terjadi. Kepada Raja Rodbod dikabarkan mengenai peristiwa ini. Raja memerintahkan agar salah seorang dari antara orang-orang Kristen harus mati demi “meredakan murka sang berhala”.
Setelah Raja mangkat, St. Willibrordus dengan penuh semangat terus mempertobatkan banyak orang. Meski ia telah semakin tua, tidak ada suatu pun yang dapat menghentikan rasul kita ini. Ia masih seorang yang rupawan, penuh sukacita, bijaksana serta saleh. Ia penuh kasih sayang dan perhatian kepada sesama hingga akhir hayatnya. Uskup Willibrordus wafat pada tahun 739. Hari pestanya dirayakan Gereja setiap 7 November.
Adik-adik terkasih, orang kudus kita ini secara istimewa mengabdikan diri pada kebenaran. Dalam doa kita pada hari ini, baiklah kita merenungkan cara apa saja yang dapat kita lakukan agar dapat hidup lebih setia pada kebenaran. Kita dapat mengembangkan budaya hidup jujur dan bicara apa adanya dalam banyak hal atau berani membela yang benar dan membutuhkan pertolongan kesaksian dari kita .