TAHUN KOINONIA: Membangun Persekutuan Menjadi Gereja yang Mandiri dan Berbuah

adsaPengantar

Berdasarkan hasil Musyawarah Pastoral (Muspas) 2011 telah ditetapkan bahwa Tahun 2016 merupakan Tahun Koinonia atau Tahun Persekutuan untuk keuskupan kita. Titik berangkat dan titik tujuan yang akan dicapai adalah mensyukuri dan membangun persekutuan dengan Allah dalam Trinitas, membangun persekutuan sesama kaum beriman serta saudara-saudari yang lain. Apakah yang mendasari penetapan Tahun Koinonia ini?

 Alasan

Secara umum dapat dikatakan bahwa dinamika persekutuan telah tampak dalam perayaan-perayaan sakramen-sakramentali, dalam lingkup teritorial (rayon/kring/lingkungan) maupun kategorial (BIA, BIR, OMK, Legio Maria, WKRI, PMKRI, PDKK, PSKP, dll) ada, dan jelas. Dengan demikian, ada wadah penghayatan dan pengembangan persekutuan.
Namun di sisi lain, ada fenomena yang agak buram seperti tertuang dalam hasil Muspas yang lalu. Partisipasi dalam kegiatan-kegiatan yang ada ternyata hanya 27% untuk pertemuan rayon/kring/lingkungan, malah untuk kelompok-kelompok kategorial lebih rendah lagi yakni hanya 10%. Mengapa terjadi demikian? Alasan yang muncul adalah: kurangnya kesadaran umat untuk hidup menggereja secara berkelompok (khususnya di kalangan anak muda dan bapak-bapak, tidak adanya keteladanan dari anggota Dewan Pastoral Paroki (DPP), seperti tidak hadir dalam pertemuan rayon, relasi antar umat yang sering tidak harmonis, kurangnya pendampingan, metode pertemuan yang kurang variatif,  dan sulitnya mendapatkan rumah yang memadai atau yang direlakan untuk dipakai sebagai tempat pertemuan. Sedangkan alasan belum optimalnya kelompok kategorial: kurangnya pendampingan dan pembinaan terhadap kelompok kategorial, regenerasi dan sosialisasi tidak berjalan dengan baik, banyak anggota yang pindah tempat tinggal/tempat bekerja, makin minimnya peserta, dan sulitnya anggota berkumpul sesuai kesepakatan.
Ada hal istimewa, yakni bahwa kelompok kategorial anak-anak dan remaja dinilai sebagai kelompok yang optimal (BIA: 77,27%, BIR: 50%). Optimalnya kelompok ini disinyalir karena adanya dukungan pastor paroki dan umat.

KEKUATAN – PELUANG

Umat/kelompok Kategorial
Lokakarya (54,55%) memandang jumlah umat relatif banyak dan majemuk (suku, bahasa, budaya, profesi, umur, gender). Walupun jumlah imam dan panggilan menjadi imam terbatas, harus diakui ada banyak tenaga penggerak, aktivis, tokoh awam yang berpendidikan, punya kemauan baik dan  mau melayani sebagai kekuatan-kekuatan umat setempat (68,18%). Di seluruh Paroki telah terbentuk Dewan Pastoral Paroki (DPP) dengan struktur dan organisasi yang teratur. Ada juga aneka kelompok kategorial. Pun pula ada kongregasi/ordo/tarekat religius yang berkarya dan punya andil sangat besar dalam pelayanan pastoral dalam bidang pendidikan, kesehatan dan pastoral umat.

Lembaga
Sama seperti di banyak tempat lain, Gereja kita dikenal melalui lembaga-lembaga kita. Selain perangkat-perangkat Keuskupan seperti komisi-komisi (Komkat, Komsos, PSE, Pastoral Keluarga, Kerawam, Pendidikan, Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan), sekolah-sekolah dan lembaga kesehatan seperti rumah sakit dan klinik masih tetap eksis dengan segala dinamikanya.

Fasilitas
Aset dan fasilitas (gedung gereja, sarana liturgi, bangunan, kendaraan, kantor, tempat pembinaan dan pelatihan) diakui (72%) sungguh memadai. Sejalan dengan itu, agaknya dana dan kedermawanan umat pun cukup tinggi. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Diakui bahwa kemajuan dunia dan perkembangan teknologi di samping menjadi tantangan, sesungguhnya sekaligus menjadi peluang yang bisa dimanfaatkan untuk karya pastoral.

 Usaha Perwujudan Persekutuan (Koinonia)

1. KATEKESE KELUARGA

Alasan yang mendasari:
Sebagian keluarga Katolik belum hidup rukun.  Pastoral keluarga kurang berjalan dengan baik. Kaum bapak kurang aktif dalam berbagai kegiatan.

Strategi:
Membiasakan kebersamaan, misalnya: makan bersama, doa bersama dalam keluarga untuk meningkatkan kerukunan dalam keluarga. Melibatkan bapak-bapak (bukan hanya ibu) dalam kepengurusan kring/kayon/lingkungan).

2. PENDAMPINGAN KELOMPOK KATEGORIAL

Alasan yang mendasari:
Jumlah keanggotaan OMK paling banyak. Perhatian pastor DPP terhadap OMK kurang. Kalaupun ada, pendampingan terhadap OMK hanya bersifat momental, situasional dan tidak berkelanjutan.

Strategi:
Menyiapkan pendamping OMK yang handal (mau dan mampu). Membuat program/materi pembinaan yang jelas, mudah dan sesuai kebutuhan OMK. Menyediakan sarana-prasarana yang mendukung pembinaan/kaderisasi OMK.

3. PENDAMPINGAN TERITORIAL (KBG):

Alasan yang mendasari:
KBG tidak berjalan baik, karena tempat tinggal umat berjauhan; sibuk kerja; masalah pribadi menjadi masalah kelompok, suku, budaya dan status sosial; keaneka­ragaman suku, budaya dan status sosial.

Strategi:
Mengadakan katekese dan pendampingan untuk membangun kepercayaan dan saling menghargai kekhasan dan perbedaan suku, budaya, dan status sosial dari seluruh anggota umat. Mencari momen-momen tertentu untuk mengadakan kegiatan bersama. 

Dalam Rumusan Akhir Pertemuan Imam Keuskupan Padang: “Membangun Persekutuan  Menjadi Gereja Yang Mandiri dan Berbuah”, Pekanbaru, 17 – 20 November 2015, mengungkapkan bahwa “Tugas utama kita (para imam) adalah mewartakan dan berusaha membangun Gereja sebagai persekutuan; menyemangati-menggairahkan umat agar mereka membentuk persekutuan di antara mereka dan hidup dalam persekutuan itu. Tugas perutusan ini akan kita lakukan dengan serius, karena walaupun pemahaman umat terhadap koinonia masih kurang memadai, namun ada kerinduan mereka untuk berkumpul, berkoinonia”.

Dalam kerangka ini ditegaskan beberapa rencana:

a.            Mengadakan doa Tahun Persekutuan;
b.            Melakukan sosialisasi, katekese, animasi tentang koinonia (APP, Pendalaman Iman, kotbah, rekoleksi, retret, pembinaan, dll);
c.             Mengadakan kaderisasi agar tersedia animator, kader koinonia;
d.            Menyiapkan bahan-bahan untuk mengembangkan persekutuan;
e.            Mengadakan pelatihan-pelatihan praktis;
f.             Mengefektifkan pertemuan pertemuan kelompok.
g.            Mengembangkan sense of belonging terhadap kelompok, Gereja;
h.            Mendampingi dan menganimasi kelompok-kelompok teritotial (KBG: rayon/kring/lingkungan) dan kategorial (ME, dll) agar lebih banyak umat yang terlibat;
i.              Pastoral kehadiran; meningkatkan komunikasi dan membangun kebersamaan dengan umat;
j.             Membuat liturgi kerahiman (Injil Lukas);
k.            Mengadakan misa Tahun Persekutuan;
l.              Membangun jejaring dengan lembaga, komisi;
m.           Mengatur jadwal agar lebih banyak umat yang hadir.

Akhirnya, Tahun 2016 yang kita masuki adalah waktu yang kita isi, tapaki, jalani; dan persekutuan adalah isinya. Maka yang terpenting bagi kita adalah membangun persekutuan selama tahun ini dan untuk seterusnya. Kita bersyukur kepada Allah yang telah memanggil kita hidup dalam koinonia dan menjadi rasul koinonia.

Tinggalkan Balasan