Tantangan Kerasulan Awam (GEMA Oktober 2015)

Kulit Gema Oktober 2015 Gereja memandang bahwa dunia bukanlah sekedar tempat tinggal, atau semacam panggung untuk menunjukkan kebaikan atau sekedar teladan dalam kebaikan. Gereja yang dibentuk oleh Kristus berasal dari dunia dan untuk keselamatan dunia. Kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan dunia ini  merupakan kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan Gereja sendiri. Singkatnya, situasi dunia ini yang merupakan lingkungan hidupnya, menggemakan panggilan Allah yang “menghendaki supaya semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan tentang kebenaran. Sebab Allah itu esa, dan esa pula Pengantara antara Allah dan manusia, yakni manusia Kristus Yesus, yang telah menyerahkan diri-Nya sebagai tebusan bagi semua orang” (1Tim 2:4-5); “dan keselamatan tidak ada dalam siapa pun juga selain dalam Dia” (Kis 4:12).

Situasi sekarang ini jelas semakin menyadarkan Gereja tentang kerasulan yang menjadi hakekatnya terutama yang diperankan lebih besar oleh kaum awam. Kerap kali terdengar nada sumbang yang beranggapan bahwa awam sudah memainkan perannya dengan baik bila sudah rajin berdoa dan menjadi teladan hidup baik di tengah masyarakat, tidak korupsi, tidak selingkuh, dll., serta menghindari diskusi yang bersifat keagamaan yang terkesan mencari aman.

Cukupkah kerasulan itu dijalankan demikian? Bukankah kerasulan itu bertujuan untuk mewartakan Injil yang adalah Kristus dan keselamatan umat manusia, yang harus diperoleh berkat iman akan Kristus dan rahmat-Nya? Hal inilah yang terabaikan. Maka sesungguhnya tantangan kerasulan awam dewasa ini bukanlah ketakutan terhadap kristenisasi, pengucilan dari masyarakat melainkan kurangnya kesadaran dan definisi diri sebagai anggota Gereja yang dipanggil untuk “menyebarluaskan kerajaan Kristus di mana-mana demi kemuliaan Allah Bapa, dan dengan demikian mengikut-sertakan semua orang dalam penebusan yang membawa keselamatan, dan supaya melalui mereka seluruh dunia sungguh-sungguh diarahkan kepada Kristus. Semua kegiatan Tubuh Mistik, yang mengarah kepada tujuan itu, disebut kerasulan. Kerasulan itu dilaksanakan oleh Gereja melalui semua anggotanya, dengan pelbagai cara.”(AA, 2).

GEMA edisi ini mencoba meneropong kesadaran dan definisi diri awam tentang dirinya sendiri sebagai Gereja yang dibingkai dalam tema “Tantangan Kerasulan Awam”.

 

Mari Bersinergi Menggerakkan Kerawam

Pastor Emilius Sakoikoi“SEBAGAI ketua baru Komisi Kerasulan Awam (Kerawam) Keuskupan Padang, saya mesti mempelajari berkas-berkas dokumen setelah serah-terima jabatan dari Pastor Philips Rusihan Sakti, Pr. Bersama tim relawan saya akan menindaklanjuti program yang telah disusun. Selanjutnya, tahun 2016 akan memutuskan untuk meneruskannya atau tidak dengan program kerja yang lebih tepat,” ucap P. Emilius Sakoikoi, Pr (45) kepada GEMA.

Petikan wawancara selengkapnya.

Secara teknis, apakah akan dibentuk tim baru relawan atau memberdayakan yang ada?
Karena saya belum banyak mengetahui orang yang rela membantu, maka saya menggunakan tim yang ada, sembari menambah beberapa orang tentunya, tidak hanya yang berdomisili di Padang saja, tetapi juga yang di Riau dan Mentawai. Tujuannya, saat kita mengadakan kegiatan, telah ada relawan di setiap wilayah, karena juga mempertimbangkan faktor jarak dan efektivitas pelaksanaan program.

Bagaimana Pastor menjalankan tugas ini karena sekaligus sebagai pastor paroki (Pasir Pangaraian)?
Tentunya berpatokan dengan program yang disepakati dan disesuaikan jadwalnya. Saya akan berbagi tugas dengan teman-teman tim relawan dan dengan pastor rekan di Paroki Santo Ignatius Pasir Pengaraian untuk urusan atau keperluan paroki, tatkala saya melaksanakan tugas Komisi. Sebaliknya, saat saya di paroki, saya akan membicarakan dengan tim Komisi Kerawam untuk menyesuaikan waktunya.

Saat ditugaskan Bapa Uskup untuk pelayanan ini apa yang terbersit dalam pikiran Pastor?
Secara teologi, bidang kerasulan awam tidaklah asing bagi saya, karena telah mempelajari dokumen Gereja tentang Kerasulan Awam. Saat kami berbicara, Bapa Uskup hanya menegaskan saya sebagai pilihan yang pas. Saya akan belajar dan bertanya kepada Pastor Philips, membaca dokumen Gereja, memahami semangat dan spiritualitas kerasulan awam yang merasul di tengah dunia. Fokus perhatian saya adalah setiap paroki ada Seksi Kerawam dalam Dewan Pastoral Paroki (DPP), agar kita (Komisi dan Seksi Kerawam) bisa bekerjasama di bidang kerasulan awam; apalagi sekarang telah banyak kelompok mengadakan kegiatannya, misalnya Wanita Katolik Republik Indonesia, Pemuda Katolik, Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia, Ikatan Sarjana Katolik (ISKA) dan sebagainya. Dalam kelompok tersebut telah ada pastor/imam pembina (moderator). Yang belum dilayani pastor paroki itu menjadi garapan kelompok.
Komisi Kerawam akan menjalin kerjasama dengan pastor paroki, mencermati kebutuhan sesuai dengan situasi kondisi yang dihadapi. Misalnya, akhir-akhir ini, topik tentang pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 9 Desember 2015, dapat menjadi fokus perhatian pada bidang politik, menggerakkan awam dan kerasulannya di dunia politik; misalnya menjadi gerakan umat untuk menggerakkan dan memilih dengan cerdas guna kemajuan masyarakat. Mungkin, itu contoh aktivitas insidentil. Langkah selanjutnya, menurut saya, di setiap Rapat Wilayah (Rawil) setidaknya ada pertemuan, mengumpulkan DPP di wilayah untuk menganimasi gerakan spiritualitas awam. Saya dan tim akan mengusahakan dorongan di tingkat Rawil, setelah barulah ‘melayani’ paroki, terutama yang sangat memerlukan pendasaran spiritualitas; sekaligus membantu gerakan yang ada di paroki. Di tingkat Rawil, saya berharap pastor paroki dapat membantu menggerakkan awam Katolik.

Upaya apa dilakukan bila ada paroki yang belum memiliki Seksi Kerawam di DPP?
Idealnya, ada Seksi Kerawam di setiap paroki. Kalau pun tidak ada seksi kerawam, paroki dan DPP telah bergerak dalam kehidupan sehari-hari. Upaya penyadaran tentang kerawam mestilah jelas, apalagi ada paroki yang seakan-akan tidak butuh Seksi Kerawam, tugasnya dirangkap seksi lain. Sebaiknya, jangan ada tumpang tindih dalam pelayanan. Harus jelas tugas Seksi Kerawam DPP dengan organisasi kemasyarakatan (ormas) Katolik yang ada. Saya berupaya fokus pada tugas komisi ini, karena cakupan kerawam meliputi berbagai aspek kehidupan. Idealnya bila gerakan kerawam dimulai dari tiap paroki, ke tingkat Rawil dan keuskupan. Begitupun dengan ormas Katolik yang ada, saya berharap membawa suara yang sesuai dengan ajaran Gereja, terlibat dalam pelayanan kemasyarakatan, menjadi garam, terang, dan ragi. Singkat kata, perlu dibangun sinergi bersama Komisi Kerawam, Seksi Kerawam paroki, ormas Katolik, dan seluruh umat Katolik. Saya tidak ingin ada kesan mengambil dan merebut porsi tugas pihak lain, namun mengedepankan kerjasama. (hrd)

Tinggalkan Balasan