TEKUN BERBUAT KASIH (Renungan Hari Minggu Paskah II, 3 April 2016)
TEKUN BERBUAT KASIH
Hari Minggu Paskah II (3 April 2016)
Kis 5:12-16; Why 1:9-11a,12-13,17-19;
Yoh 20:19-31
DALAM SUATU pendalaman iman, seorang peserta mengemukakan keprihatinannya mengenai dunia sekarang ini. Begitu banyak penderitaan, kekerasan, perang, kemiskinan, bencana alam dan lain-lain. Mengapa Allah seolah-olah membiarkan semuanya itu? Siapa yang salah dan harus menanggung semuanya itu? Di balik pernyataan keprihatian itu terasa adanya perasaan tidak berdaya, kecil hati, seolah-olah segala usaha dan maksud baik untuk membangun kehidupan yang lebih baik, kalah oleh kekuatan jahat yang membawa manusia ke jurang kehancuran. Tidak sedikit orang yang sungguh-sungguh memikirkan dan merasa prihatin dengan keadaan seperti ini menjadi putus asa dan berpikir tidak ada gunanya lagi berjuang untuk kebaikan dunia.
Mungkin pikiran seperti itu pulalah yang melanda para murid Yesus ketika Dia yang diharapkan dapat mengubah kehidupan mereka, ternyata justru mati disalib. Para murid Yesus itu berkumpul di suatu tempat dengan pintu-pintu terkunci karena ketakutan. Namun pengalaman Paskah membebaskan mereka dari keadaan dan perasaan seperti itu.
Pengalaman Paskah seperti itu digambarkan dengan amat bagus dalam kutipan Kitab Suci hari ini. Kisah Para Rasul menceritakan bahwa para rasul mempunyai kuasa untuk mengadakan tanda dan mukjizat. Kisah semacam ini antara lain berperan sebagai ungkapan iman dan keyakinan Gereja bahwa kekuatan Kristus yang bangkit, yang membangun dan mengembangkan kehidupan yang sekarang sudah bekerja, akhirnya mengalahkan kekuatan jahat. Keyakinan ini menumbuhkan harapan dalam diri orang beriman untuk terus berjuang, kendati tampaknya kenyataan yang mereka hadapi suram dan membuat hati ciut.
Umat beriman yang berada di belakang Kitab Wahyu juga hidup dalam keadaan yang menyedihkan. Mereka dianiaya karena imannya. Tantangan dari dalam tidak kurang pula. Iman yang semula kuat menjadi kendor, kasih yang semula bernyala hampir padam. Semangat yang melulu duniawi seperti mencari kekayaan, telah menyusup pula ke dalam jemaat. Umat merasa bahwa kalau demikian keadaannya, maka mereka berada di ambang kehancuran. Kendati demikian keadaannya, mereka tetap yakin tidak akan hancur, karena Kristus yang mulia hadir dan berkarya di tengah-tengah mereka. Kristus yang mulia itu menyatakan diri sebagai Yang Awal dan Yang Akhir. Dialah yang menguasai kunci kerajaan maut. Dengan kata lain, dalam penglihatan ini dinyatakan keyakinan umat beriman bahwa sejarah (yang tampaknya suram ini) tetap berada di bawah kuasa Allah yang pada dasarnya sudah mengalahkan kejahatan dan maut. Ia membawa sejarah ini kepada akhir yang bahagia dan mulia. Sebab Kristus yang mulia pulalah yang tiap kali bersabda: “Jangan takut.” Kristus yang bangkit dan mulia, serta berkuasa memang tidak menghapuskan berbagai macam penderitaan di dunia sekarang ini. Namun Ia memberikan jaminan bahwa kehidupan telah mengalahkan kematian, kasih telah mengalahkan permusuhan, pengharapan menang atas keputusasaan. Setiap usaha untuk mengembangkan kehidupan dan mengupayakan kasih, mendapat kekuatan dari Allah sendiri. Kenyataan iman seperti itu membebaskan kita dari rasa putus asa, karena kita yakin kalau usaha tidak berhasil, Tuhan yang berkuasa akan berhasil. Dengan demikian kita memperoleh kekuatan untuk terus bertekun dalam pekerjaan yang baik dan dengan cara itu kekuatan Kristus yang bangkit menjadi semakin kelihatan dan dapat dirasakan oleh semakin banyak orang.