Wujud “Pertobatan Ekologis”
Wujud “Pertobatan Ekologis”
Pertobatan ekologis” adalah perilaku “berbalik” dari tidak peduli, kurang ramah terhadap lingkungan dan bumi – sebagai rumah bersama, menjadi ramah dan peduli dengan melakukan hal-hal yang bisa menyelamatkan dan melestarikan alam. Sikap tidak peduli manusia terhadap alam telah merusak sumber penghidupan mereka sendiri.
Sesuai ensiklik Laudato Si’ dan Surat Gembala Uskup Jakarta beberapa hal praktis yang bisa dilakukan, adalah:
1. Membiasakan penggunaan botol air ketimbang membeli air mineral sekali pakai. Kalaupun ‘terpaksa’ dan kehabisan persediaan air di botol pribadi, gunakanlah air mineral ukuran 1500 mililiter. Upaya ini akan mengurangi sampah botol kemasan air mineral.
2. Memilih jeruk lokal ketimbang jeruk impor. Jeruk lokal mengurangi ‘jejak karbon’, lebih segar, meminimalisir penggunaan bahan pengawet, serta menopang kehidupan petani lokal.
3. Menggunakan kembali dan membawa kantong plastik dalam dompet. (Indonesia peringkat kedua negara paling banyak yang membuang sampah kantong plastik ke laut. Di laut, kantong plastik membunuh binatang yang mengiranya ubur-ubur, menutupi terumbu karang dan meracuni ikan. Kantong plastik sekali pakai memang praktis, namun sebaiknya digunakan semaksimal mungkin. Dengan membawa kantong plastik dalam dompet, kita bisa mengurangi penggunaan kantong plastik baru (saat berbelanja). Kantong plastik bisa dilipat tipis, tidak mempertebal dompet.
4. Jangan biarkan charger terpasang bila tidak dipakai, karena tetap mengalirkan arus listrik. Tinggalkan kebiasaan meninggalkan charger di colokan steker yang menyala!
5. Memilih minuman tradisional lokal daripada minuman instan modern. Air sari tebu minuman yang sangat sederhana, diproduksi berkat usaha petani tebu, dan penjual minuman dengan alat-alat yang sederhana sehingga minim jejak karbon,daripada minum “shaker” dan “bubble tea” yang diproduksi di pabrik dan jelas tidak segar. Minum sari tebu di tepi jalanan bukanlah pilihan yang buruk, karena kita berkontribusi pada pendapatan petani lokal dan pedagang skala kecil.
6. Perhatikan seberapa deras air yang digunakan saat membuka keran secara penuh dibandingkan bila kita membukanya sebagian saja. Perbedaan kecil berdampak besar, karena kita bisa menghemat banyak air hanya dengan mengurangi gerakan saat membuka keran. Bijaklah menggunakan air, karena air yang kita miliki kian terbatas.
7. Kreatif memanfaatkan barang bekas! Saat gelas plastik dan roll tisu dipasangkan, maka kita tidak perlu membeli tempat stasioneri baru.
8. Air keruh tak selamanya harus dibuang. Air bekas cucian pakaian jangan langsung dibuang, karena masih bisa dimanfaatkan. Tampung air dari selang pembuangan mesin cuci, manfaatkan untuk berbagai keperluan. Di musim kemarau, air keruh ini bisa untuk mencuci lantai dan membasahi jalanan agar tidak berdebu. Sabun dan pewangi yang terkandung di dalamnya dapat dimanfaatkan kembali untuk mencuci lantai yang berminyak.
9. Jangan buang sembarang tutup galon, karena bisa didaur ulang. Jangan mencampur tutup galon bekas dengan sampah basah. Bila sudah terkumpul cukup banyak, bisa diserahkan kepada Posko Daur Ulang Tzu Chi terdekat atau pada komunitas lainnya yang mendaur ulang.
10. Untuk keperluan menyetrika, sebaiknya Anda ‘merapel’-nya. Setrikalah pakaian pada kurun waktu tertentu (sekali seminggu atau tiga harian). Jangan menyetrika pakaian setiap hari dalam jumlah sedikit-sedikit, karena untuk memanaskan setrika butuh energi listrik yang besar. Sesuaikan jenis panas setrika dengan bahan pakaian. Jangan biasakan menyetel mode “Panas Maksimal”! Tidak semua pakaian perlu disetrika dengan model tersebut; misalnya pakaian tidur, pakaian dalam, selimut, alas bantal. Kurangilah jumlah, durasi, dan frekuensi menyetrika sehingga menghemat waktu, mengurangi penggunaan listrik sekaligus hemat pengeluaran dan ramah lingkungan. (kevin.a.b)