Yesus Pemimpin Sejati (Renungan RABU BIASA VIII, 25 Mei 2016 Oleh Fr. Lukas Lumban Gaol)
Yesus Pemimpin Sejati
Bacaan I : 1 Ptr. 1: 18 – 25.
Bacaan Injil : Mrk. 10: 32 – 45.
Di negara kita, Joko Widodo dan Ahok adalah model pemimpin yang sangat cocok dan penting dalam dunia politik. Maka banyak di media sosial yang selalu setia mendeskripsikan tentang diri dan kebijakan yang dilakukannya. Banyak puja-puji demikian juga tentang gugatan kontroversi dengan mereka. Senantiasa terkuak hanya demi menjatuhkan status dan derajatnya. Oleh sebab itu, banyak calon pemimpin yang mempublikasikan diri seperti mereka. Dengan tujuan agar kelak terpilih menjadi pemimpin.
Melalui pewartaanNya, Yesus menegaskan hal–hal yang penting untuk menjadi seorang pemimpin. Inilah yang menjadi dasar fundamental dan tolak ukur apakah seseorang tersebut dapat menjadi seorang pemimpin. Yesus menegaskan bahwa seorang pemimpin hendaknya hadir aktif untuk melayani masyarakat bukan duduk di atas singgasana dan memberikan perintah. Pemimpin hendaklah melindungi masyarakat dan berkorban bahkan nyawanya sendiri. Sebenarnya secara eksplisit Yesus memberikan gambaran tentang diriNya. Hal itu terungkap seperti yang tertulis bahwa Anak Manusia datang untuk melayani bukan untuk dilayani (ayat 45).
Yesus merupakan model yang menjadi panutan untuk setiap pemimpin. Dia tidak pernah memandang akan balas jasa yang akan diberikan oleh Bapa-Nya terhadapNya. Yang Dia cita–citakan hanya satu bahwa kita sebagai manusia yang pendosa berdamai dengan Bapa di Surga dalam dan melalui Dia. Hanya itulah yang menjadi dasar yang memperkuat pelayanan Yesus.
Kekuasaan bukanlah dasar yang dapat menjamin suatu status yang baik. Semakin jabatan seseorang itu menjadi tinggi sesuatu pasti akan mengahadang. Kejujuran, kesetiaan dan pengorbanan senantiasa di uji di dalamnya. Hal itu merupakan wajar karena sebagai manusia kita lemah, rapuh akibat kelemahan badan yang senantiasa bergumul dan meraja. Kekuasaan merupakan pemicu dalam masyarakat untuk menimbulkan kecurigaan. Kehadiran kita dianggap menjadi salah kaprah yakni sebagai saingan. Akibatnya kita menjadi takut dengan orang lain dan karyanya. Akan tetapi, suatu kekuasaan bila dilakukan hanya untuk melayani sesama dan tanpa pandang bulu akan menjadi anugerah. Oleh sebab itu, Apakah kita sudah melayani seturut ketetapan yang dikatakan Yesus atau malah memandangnya sebagai hak veto?
Liturgi Hari ini: RABU BIASA VIII, 25 Mei 2016….. Klik Disini!!