Minggu Pekan VII Paskah, 17 Mei 2015 (Hari Komunikasi Sosial Sedunia ke-49

HARI MINGGU PASKAH KETUJUH: HARI KOMUNIKASI SOSIAL SEDUNIA KE-49

Menghayati hidup dalam Ekaristi

Dua orang yang saling menaruh cinta kasih, saling kehilangan karena salah seorang menghilang. Mereka telah berjanji tetap setia, takkan saling melupakan. Tetapi kesetiaan yang demikian itu begitu sulit. Gigi-gigi waktu telah menggerogotinya. Pengkhianatan dari dalam mengingkari kesetiaan itu. Dengan bermacam liku-liku kebimbangan mulai merembes masuk. Mengapa aku harus setia? Hanya karena keindahan kesetiaan itu? Bukankah kesetiaan sejati di tengah-tengah segalanya yang berubah ini, terutama percaya akan yang tidak lalu, memberi kesaksian atas yang tetap dan kekal?

Komentator

Saudara/saudari, umat beriman yang terkasih.
Sejalan dengan pesatnya perkembangan teknologi dan informasi dewasa ini, keluarga sebagai tempat istimewa bagi pertumbuhan iman dan cinta dihadapkan pada situasi dan kondisi lingkungan yang diwarnai oleh pengaruh kuat sarana komunikasi modern. Dalam situasi demikian, keluarga Kristiani sering dan bahkan selalu menemukan dunia di mana orang saling menaburkan perselisihan dan meracuni lingkungan manusiawi dengan gosip wewat media komunikasi. Meski terus diingatkan untuk tetap menjalankan tugas perutusannya yakni mengajarkan komunikasi sebagai sebuah berkat, tidak jarang muncul sikap acuh tak acuh dari Keluarga Kristiani. Tugas perutusan yang diterima keluarga Kristiani yakni memberikan kesaksian tentang kekayaan dan keindahan cinta kepada anak-anak dan lingkungan kurang bergema.
Melalui perayaan Ekaristi Kudus memperingati Hari Komunikasi Sosial Sedunia ke-49 ini, Gereja mengajak kita untuk terus “mengkomunikasi Keluarga: Tempat Istimewa Karunia Kasih”. Menjadikan Keluarga sebagai tempat dimana setiap anggota belajar berkomunikasi, mengalami kehangatan cinta, menumbuhkan belas kasihan, dan pengampun. Mari kita semua membuka diri, membawa setiap doa dan harapan kita kepada Tuhan, merayakan kehadiran serta kebesaran kasih-Nya dalam perayaan Ekaristia Kudus ini. Marilah kita berdiri untuk memulai perayaan ekaristi dengan menyanyikan lagu pembuka.

Doa pembukaan

Marilah berdoa:
Allah Bapa kami di Surga, Putra-Mu Tuhan kami Yesus Kristus telah memberikan tugas perutusan kepada Gereja untuk mewartakan sukacita Kerajaan Allah ke seluruh dunia, agar semua orang memperoleh keselamatan. Pada jaman ini, Engkau melengkapi tugas pewartaan Gereja di dunia dengan sarana komunikasi modern. Maka kami mohon kepada-Mu, bimbinglah keluarga-keluarga Katolik agar menggunakan media komunikasi modern secara baik dan benar demi pertumbuhan iman dan cinta kasih dalam keluarga dan dalam lingkungan masyarakat. Semoga kehadiran media komunikasi cetak maupun online, semakin meneguhkan relasi cinta dalam keluarga: antara suami-istri, orang tua dan anak-anak. Bimbinglah juga orang muda katolik agar menggunakan media komunikasi modern ini dengan bijaksana. Demi Yesus Kristus putra-Mu, Tuhan dan pengantara kami, yang hidup dan bertahta bersama Dikau dalam persatuan dengan Roh Kudus, Allah sepanjang masa. Amin

Bacaan I – Kisah Para Rasul 1:15-17.20a.20c-26

Pengkhianatan dan kematian Yudas disebut untuk menunjukkan mengapa kelompok dua belas itu harus digenapi. Mereka secara resmi mendapat tugas untuk memberi kesaksian atas Kristus historis, dasar perutusan Gereja dan tentang setiap kegiatan umat di dunia.

Bacaan dari Kisah Para Rasul (1:15-17.20a.20c-26)

Harus ditambahkan kepada kami satu orang untuk menjadi saksi tentang kebangkitan Tuhan.”

Pada waktu itu berdirilah Petrus di tengah-tengah saudara-saudara yang sedang berkumpul, kira-kira seratus dua puluh orang banyaknya. Ia berkata, “Hai, Saudara-saudara, haruslah digenapi nas Kitab Suci, yang disampaikan Roh Kudus dengan perantaraan Daud tentang Yudas, pemimpin orang-orang yang menangkap Yesus itu. Dahulu ia termasuk bilangan kami dan mengambil bagian di dalam pelayanan ini. Sebab ada tertulis dalam Kitab Mazmur: Biarlah jabatannya diambil orang lain. Jadi harus ditambahkan kepada kami satu orang yang dipilih dari mereka yang senantiasa datang berkumpul dengan kami selama Tuhan Yesus bersama-sama dengan kami, yaitu mulai dari baptisan Yohanes sampai hari Yesus terangkat ke surga meninggalkan kami. Bersama kami ia harus menjadi saksi tentang kebangkitan Yesus.” Lalu mereka mengusulkan dua orang: Yusuf yang disebut Barsabas dan juga bernama Yustus, dan Matias. Mereka semua lalu berdoa, “Ya Tuhan, Engkaulah yang mengenal hati semua orang! Tunjukkanlah kiranya siapa yang Engkau pilih dari kedua orang ini, untuk menerima jabatan pelayanan, yaitu kerasulan yang ditinggalkan Yudas, yang telah jatuh ke tempat yang wajar baginya.” Lalu mereka membuang undi bagi kedua orang itu dan yang kena undi adalah Matias. Dengan demikian Matias ditambahkan kepada bilangan kesebelas rasul itu.
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah.

Bacaan II – 1 Yohanes 4:11-16

Berkat kesaksian mereka, yang pertama-tama mengenal cinta kasih Allah dan percaya, maka kita sekarang hidup dari Roh Kudus. Dengan demikian kita dapat bertemu dengan Tuhan dalam diri saudara-saudara kita dan menaruh cinta kasih kepada-Nya.

Bacaan dari Surat Pertama Rasul Yohanes (4:11-16)

Jika kita saling mengasihi, Allah tetap di dalam kita.”

Saudara-saudaraku yang terkasih, Allah begitu mengasihi kita! Maka haruslah kita juga saling mengasihi. Tidak ada seorang pun yang pernah melihat Allah. Tetapi jika kita saling mengasihi, Allah tetap di dalam kita, dan kasih-Nya sempurna di dalam kita. Beginilah kita ketahui bahwa kita berada di dalam Allah dan Dia di dalam kita, yakni bahwa Ia telah mengaruniai kita mendapat bagian dalam Roh-Nya. Kami telah melihat dan bersaksi bahwa Bapa telah mengutus Anak-Nya menjadi Juruselamat dunia. Barangsiapa mengaku bahwa Yesus adalah Anak Allah, Allah tetap berada di dalam dia dan dia di dalam Allah. Kita telah mengenal dan telah percaya akan kasih Allah kepada kita. Allah adalah kasih, dan barangsiapa tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia.
Demikianlah sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah

Bait Pengantar Injil

Ref. Alleluya, alleluya, alleluya
Aku tidak akan meninggalkan kamu sebagai yatim piatu. Aku datang kembali kepadamu, maka bersukalah hatimu. (Yoh 14:18)

Bacaan Injil – Yohanes 17:11b-19

Yesus tahu, bahwa wafat-Nya akan merupakan cobaan berat bagi murid-murid-Nya. Ia tahu bahwa umat-Nya akan mengingkari Dia dan bahwa seorang di antara sahabat-sahabat-Nya akan mengkhianati-Nya. Maka pada permulaan penderitaan-Nya Ia menghadap Bapa-Nya, satu-satunya yang dapat menjaga kesetiaan orang. ia akan meninggalkan murid-murid-Nya dan mereka hanya dapat mengandalkan bapa, yang telah mentahbiskan mereka dalam karya pelayanan. Bersama Yesus, yang telah mengurbankan diri di salib kita pun akan memberi kesaksian, bahwa Tuhan menaruh cinta kasih yang teguh kepada mereka.

Inilah Injil Yesus Kristus menurut Yohanes (17:11b-19)

Supaya mereka menjadi satu sama seperti kita.

 Dalam perjamuan malam terakhir Yesus menengadah ke langit dan berdoa bagi semua murid-Nya, “Ya Bapa, yang kudus, peliharalah mereka dalam nama-Mu, yaitu nama-Mu yang telah Engkau berikan kepada-Ku, supaya mereka menjadi satu sama seperti Kita. Selama Aku bersama mereka, Aku memelihara mereka dalam nama-Mu, yaitu nama-Mu yang telah Engkau berikan kepada-Ku. Aku telah menjaga mereka dan tidak ada seorang pun dari mereka yang binasa selain dari pada dia yang telah ditentukan untuk binasa, supaya genaplah yang tertulis dalam Kitab Suci. Tetapi sekarang Aku datang kepada-Mu. Aku mengatakan semuanya ini sementara Aku masih ada di dalam dunia, supaya penuhlah sukacita-Ku di dalam diri mereka. Aku telah memberikan firman-Mu kepada mereka dan dunia membenci mereka, karena mereka bukan dari dunia, sama seperti Aku bukan dari dunia. Aku tidak meminta supaya Engkau mengambil mereka dari dunia, tetapi supaya Engkau melindungi mereka dari yang jahat. Mereka bukan dari dunia, sama seperti Aku bukan dari dunia. Kuduskanlah mereka dalam kebenaran; firman-Mu adalah kebenaran. Sama seperti Engkau telah mengutus Aku ke dalam dunia, demikian pula Aku telah mengutus mereka ke dalam dunia. Dan Aku menguduskan diri-Ku bagi mereka, supaya mereka pun dikuduskan dalam kebenaran.”

Berbahagialah orang yang mendengarkan sabda Tuhan dan tekun melaksanakannya.

U. Sabda-Mu adalah jalan, kebenaran dan hidup kami.

Doa Umat

I Saudara-saudari terkasih, Allah Bapa berkomunikasi kepada kita umat pilihan-Nya melalui Yesus Kristus Putera-Nya. Di dalam Kristus, kita menemukan keindahan cinta Allah. Oleh karena itu, marilah kita memanjatkan doa kepada Bapa melalui Tuhan kita Yesus Kristus:
U “Tuntunlah kami pada jalan-Mu, ya Tuhan”
P Bagi para Pemimpin Gereja:
Semoga para pemimpin Gereja-Mu: Bapa Paus, para Uskup dan para imam, dianugerahi rahmat berlimpah agar mampu menggunakan sarana komunikasi modern dalam tugas penggembalaan mereka untuk membangun kesatuan dan persaudaraan seluruh umat. Marilah kita mohon …
P Bagi para pemimpin masyarakat:
Ya Bapa, anugerahkanlah rahmat-Mu kepada para pemimpin bangsa kami, agar dalam mengambil keputusan yang berkenan dengan kepentingan masyarakat sungguh-sungguh dilandasi semangat keadilan dan persaudaraan, kerukunan dan kesetiakawanan. Bila terjadi kebuntuan di dalam pengambilan kebijakan, bimbinglah para pemimpin bangsa kami, agar merek selalu berusaha mencari jalan keluar dengan mengutamakan komunikasi yang baik. Marilah kita mohon …
P Bagi keluarga kristiani dewasa ini:
Berkatilah keluarga-keluarga Kristiani agar membangun komunikasi yang tulus dan jujur sehingga terciptalah keluarga yang harmonis dan menjadi saksi cintakasih-Mu. Semoga media komunikasi digital dipergunakan dengan benar dan bijaksana dalam keluarga-keluarga Kristiani demi kemajuan dan kesejahteraan hidup bersama. Marilah kita mohon…
P Bagi saudara-saudari kita yang berkarya di lingkungan media komunikasi sosial
Ya Bapa, anugerahkanlah rahmat-Mu kepada saudara-saudari kami yang berkarya di lingkungan media komunikasi sosial, agar mereka selalu bersikap jujur dan bertanggungjawab dalam menyampaikan kebenaran informasi kepada masyarakat. Jauhkanlah mereka dari segala bentuk tantangan yang dapat menghambat pekerjaan mereka. Marilah kita mohon …
P Bagi kita semua yang berkumpul di sekitar altar Tuhan
Anugerahkanlah rahmat-Mu kepada kami, agar kami mampu membangun persaudaraan sejati di antara umat beriman melalui komunikasi yang baik. Semoga kami menggunakan media komunikasi online sebagai sarana perjumpaan dan membela rasa satu terhadap yang lain. Marilah kita mohon …

I Ya Bapa, dengarkanlah doa-doa permohonan yang kami panjatkan kehadiran-Mu. Kami yakin dan percaya bahwa Engkau mendampingi kami anggota keluarga-Mu ini dalam upaya mmbangun persatuan dan persaudaraan. Demi Kristus Tuhan dan Pengantara kami.

Doa Persembahan

Ya Bapa, bersama roti dan anggur ini kami mempersembahkan keluarga-keluarga Kristiani yang dengan giat membangun relasi cinta kasih, menghayati kesucian Sakramen Pernikahan. Teguhkanlah ikatan cinta kasih antara suami-istri, orang tua dan anak-anak berkat korban putera-Mu yang kami persembahkan di altar ini. Demi Yesus Kristus Putra-Mu, Tuhan dan Pengatara kami.

Antifon Komuni

*Aku mau memuji kebaikan Tuhan selama-lamanya. Aku mau mewartakan kasih setia-Nya kepada segala bangsa

Doa Penutup

Marilah Berdoa:
Bapa di dalam Surga, tiada hentinya kami menyatakan syukur atas segala berkat dan penyertaan-Mu. Engkau telah memberi kekuatan kepada kami melalui santapan Sabda dan Tubuh Darah Kristus dalam perayaan Ekaristi memperingati Hari Komunikasi Sosial Sedunia. Engkau telah menyatakan keagungan karya-Mu dengan menghadirkan berbagai macam sarana komunikasi untuk mendukung karya perutusan putra-Mu di dunia. Semoga berkat Ekaristi Kudus yang kami rayakan ini, umat beriman semakin diteguhkan untuk menjadi saksi cinta kasih-Mu melalui media komunikasi sosial. Demi Yesus Kristus Putra-Mu, Tuhan dan pengantara kami yang hidup dan berkuasa, kini dan sepanjang masa.

Menghayati Ekaristi dalam hidup

Yesus dari Nazaret telah menghilang dari dunia. Segala yang duniawi dan bersifat sementara memang harus lenyap. tetapi apakah kematian-Nya mengakhiri usaha yang berisi anasir kekal dan tak terbatas? tidak, sebab Roh-Nya tetap ada di dalam Gereja. Roh itu yang menghidupkan kenangan akan segala yang dilakukan Yesus. Dengan bantuan-Nya umat beriman harus memberi kesaksian tentang nilai-nilai tak terbatas sepanjang segala abad. Tugas mereka akan dipersulit oleh pertanyaan dan kebimbangan , tetapi dalam Ekaristi mereka terima kepastian, bahwa Yesus Kristus selalu ada pada mereka. Dan bila mereka berdoa, tahulah mereka bahwa Tuhan tidak meninggalkan umat-Nya.

Pesan Paus Fransiskus

Untuk Hari Komunikasi Sedunia ke-49

Mengkomunikasikan Keluarga: Tempat Istimewa Perjumpaan Karunia Kasih

 

KELUARGA adalah sebuah pokok refleksi mendalam Gereja dan sebuah proses yang melibatkan dua Sinode: Sinode luar biasa baru-baru ini dan Sinode biasa yang dijadwalkan pada Oktober mendatang. Maka, hemat saya, tepatlah bila tema untuk Hari Komunikasi Sedunia yang ke-49 semestinya menjadikan keluarga sebagai titik acuannya.

Bagaimanapun juga, dalam konteks keluarga itulah kita pertama-tama belajar bagaimana berkomunikasi. Memusatkan perhatian pada konteks ini dapat membantu menjadikan komunikasi kita lebih autentik dan manusiawi, seraya pada saat yang sama membantu kita melihat keluarga dalam perspektif baru.

Kita dapat menimba ilham dari perikop Injil yang mengisahkan kunjungan Maria kepada Elisabet (Luk 1:39-56). ”Dan ketika Elisabet mendengar salam Maria, melonjaklah anak yang di dalam rahimnya dan Elisabet pun penuh dengan Roh Kudus, lalu berseru dengan suara nyaring: ‘Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu’” (ay. 41-42).

Kisah perikop itu sekali lagi memperlihatkan bagaimana komunikasi itu pada dasarnya juga melibatkan bahasa tubuh. Respon Elisabet atas salam Maria pertama-tama diekspresikan oleh bayi di dalam kandungannya yang melonjak kegirangan. Merasakan sukacita karena berjumpa sesama –suatu pengalaman personal yang kita alami, bahkan sebelum lahir pun- dalam arti tertentu merupakan wujud asali dan simbol dari semua bentuk komunikasi.

Rahim adalah “sekolah” komunikasi yang pertama, tempat mendengarkan dan kontak fisik di mana kita mulai mengakrabkan diri dengan dunia luar dalam sebuah lingkungan yang terlindung, dengan suara yang menenteramkan dari detak jantung sang ibu. Pertemuan di antara dua orang, yang saling terkait begitu erat namun tetap berbeda satu sama lain, sebuah pertemuan yang sarat janji, adalah pengalaman komunikasi kita yang pertama. Ini adalah pengalaman yang kita semua miliki, karena masing-masing kita terlahir dari seorang ibu.

Bahkan setelah kita terlahir ke dunia, dalam arti tertentu kita masih tetap berada dalam sebuah “rahim”, yakni keluarga. Sebuah rahim terdiri dari berbagai orang yang saling terkait: keluarga adalah tempat “di mana kita, meskipun berbeda, belajar hidup bersama orang lain” (Evangelii Gaudium, 66). Betapapun ada perbedaan jenis kelamin dan usia di antara mereka, namun para anggota keluarga menerima satu sama lain karena ada ikatan di antara mereka. Semakin lebar cakupan relasi ini dan semakin besar perbedaan usia, maka akan semakin kaya lingkungan hidup kita. Ikatan inilah yang merupakan akar bahasa, yang pada gilirannya memperkuat ikatan tersebut. Kita tidak menciptakan bahasa kita; kita dapat menggunakan bahasa karena kita telah mewarisinya. Di dalam keluarga inilah kita belajar menuturkan “bahasa ibu”, yaitu bahasa dari mereka yang telah mendahului kita. (Bdk. 2 Makabe 7:25, 27). Di dalam keluarga kita menyadari bahwa ada orang-orang lain yang telah mendahului kita, mereka memungkinkan kita untuk berada dan pada gilirannya kita mesti menghasilkan kehidupan dan melakukan sesuatu yang baik lagi indah. Kita mampu memberi karena kita telah menerima. Lingkaran luhur ini merupakan intipati kemampuan keluarga untuk berkomunikasi di antara para anggotanya dan dengan orang-orang lain. Secara umum, lingkaran tersebut adalah model untuk semua komunikasi.

Pengalaman tentang relasi yang “mendahului” kita memungkinkan keluarga untuk menjadi latar di mana bentuk komunikasi yang paling dasar, yaitu doa, diwariskan. Ketika para orangtua menidurkan anak-anak mereka yang baru lahir, mereka sering kali mempercayakan anak-anak itu kepada Tuhan, seraya memohon agar Ia menjaga mereka. Ketika anak-anak itu bertambah usia, para orangtua membantu mereka untuk mendaraskan beberapa doa sederhana, seraya mengenang kasih sayang orang-orang lain, seperti kakek-nenek, para kerabat, orang-orang sakit dan menderita, dan semua orang yang membutuhkan pertolongan Tuhan. Di dalam keluarga itulah sebagian besar kita mempelajari dimensi rohani komunikasi, yang di dalam Kekristenan diresapi dengan kasih, yaitu kasih yang Allah anugerahkan kepada kita dan yang kemudian kita bagikan kepada orang-orang lain.

Di dalam keluarga itulah kita belajar bagaimana masing-masing bisa saling berbagi dan mendukung, belajar mampu mengartikan secara tepat ekspresi wajah orang dan membaca isi hatinya sekalipun diam tak berkata-kata; kita tertawa dan menangis bersama pribadi-pribadi yang tidak saling memilih tetapi begitu berarti satu sama lain. Realitas ini tentu saja sangat membantu kita untuk memahami makna komunikasi sebagai kedekatan pertalian batin yang saling meneguhkan dan mempertautkan.

Manakala kita mengurangi jarak dengan bertumbuh lebih dekat dan saling menerima, maka kita mengalami rasa syukur dan sukacita. Salam Maria dan lonjakan sukacita anaknya merupakan sebuah berkat bagi Elisabet; disusul madah indah Magnificat, di mana Maria memuji rencana kasih Allah bagi dirinya dan bagi kaumnya. Sebuah “ya” yang diujarkan dengan iman dapat memiliki dampak yang melampaui diri kita dan tempat kita di dunia ini.

”Mengunjungi” berarti membuka pintu, tidak tinggal tertutup di dunia kecil kita, melainkan pergi mendatangi orang-orang lain. Demikian pula keluarga menjadi hidup lantaran ia melampaui dirinya. Keluarga-keluarga yang melakukan hal demikian mengkomunikasikan pesan mereka tentang hidup dan persekutuan, seraya memberikan penghiburan dan pengharapan kepada keluarga-keluarga yang lebih rapuh, dan dengan demikian membangun Gereja itu sendiri, yang merupakan keluarga semua keluarga.

Lebih daripada apa pun juga, keluarga adalah tempat di mana kita setiap hari mengalami aneka keterbatasan kita sendiri dan keterbatasan orang-orang lain, pelbagai masalah besar dan kecil yang termaktub dalam kehidupan yang damai dengan orang-orang lain. Sebuah keluarga yang sempurna tidak ada. Kita tidak perlu takut akan cacat cela, kelemahan atau bahkan konflik, tetapi sebaliknya belajar untuk mengatasi semuanya secara konstruktif. Keluarga, di mana kita tetap mengasihi satu sama lain meskipun ada serba keterbatasan dan dosa-dosa kita, karenanya merupakan sebuah sekolah pengampunan. Pengampunan itu sendiri merupakan sebuah proses komunikasi. Ketika penyesalan diungkapkan dan diterima, maka ada kemungkinan untuk memulihkan dan membangun kembali komunikasi yang putus. Seorang anak yang belajar dalam keluarga bagaimana mendengarkan orang lain, bagaimana berbicara dengan hormat dan mengungkapkan pandangannya tanpa menafikan orang lain, akan menjadi sebuah kekuatan bagi dialog dan rekonsiliasi di tengah masyarakat.

Ketika bersinggungan dengan tantangan dalam berkomunikasi, maka keluarga-keluarga yang memiliki anak-anak dengan keterbatasan fisik maupun mental mengajarkan banyak hal kepada kita.  Keterbatasan gerak (motorik), perasaan (sensorik) atau mental dapat menjadi alasan untuk kemudian menutup diri, namun sebaliknya –berkat kasih orangtua, saudara kandung dan teman—juga bisa menjadi pendorong untuk terbuka, kemauan berbagi dan kesiapan  menjalin komunikasi dengan siapa saja. Hal ini juga bisa membantu sekolah, paroki, dan kelompok-kelompok orang untuk semakin terbuka dan inklusif bagi siapa pun.

Di dunia nyata dimana orang sering kali dengan gampangnya mengumpat, menggunakan kata-kata kasar, membicarakan kejelekan orang lain, menabur pertentangan dan meracuni pergaulan sosial dengan gosip, maka keluarga menjadi acuan tentang bagaimana seharusnya memahami komunikasi sebagai rahmat. Dalam banyak situasi yang secara nyata dikekang oleh nafas kebencian dan aroma kekerasan, dimana banyak keluarga terpisah satu sama lain oleh kokohnya tembok batu atau jurang pemisah lantaran prasangka buruk dan rasa tidak suka, dimana terjadi situasi yang memungkinkan mengatakan ‘cukuplah sudah sekarang ini!’, rasanya hanya dengan berkah daripada kutukan, dengan jalan berkunjung daripada mengusir, dengan menerima daripada mengajak ribut, maka kita akan mampu mematahkan rantai spiral kejahatan; juga mampu memperlihatkan bahwa kebaikan itu selalu saja mungkin dan mendidik anak-anak kita untuk menghargai pertemanan.

Dewasa ini media modern, yang merupakan bagian hakiki dari kehidupan kaum muda khususnya, dapat menjadi bantuan namun juga halangan bagi komunikasi di dalam dan di antara keluarga. Media bisa merupakan halangan jika dijadikan cara untuk mencegah kita mendengarkan orang lain, untuk mengelakkan kontak fisik, untuk mengisi setiap saat hening dan istirahat, sehingga kita lupa bahwa “keheningan adalah bagian terpadu dari komunikasi; tanpa keheningan, kata-kata yang kaya pesan tak akan ada”, (BENEDIKTUS XVI, Pesan Untuk Hari Komunikasi Sedunia Tahun 2012 ). Media dapat menjadi bantuan bagi komunikasi ketika media memungkinkan orang untuk berbagi kisah, untuk tetap menjalin kontak dengan teman-teman yang jauh, untuk mengucapkan terima kasih kepada orang lain atau meminta pengampunan mereka, dan untuk membuka pintu bagi perjumpaan-perjumpaan baru. Dengan berkembang setiap hari dalam kesadaran kita akan betapa pentingnya berjumpa dengan orang-orang lain, “peluang-peluang baru” ini, maka kita akan memakai teknologi secara bijaksana, alih-alih membiarkan diri kita dikuasai media. Di sini juga, para orangtua adalah pendidik utama, tetapi mereka tidak boleh dibiarkan sendirian. Komunitas Kristen dipanggil untuk membantu mereka mengajarkan anak-anak bagaimana hidup dalam sebuah lingkungan media secara sepadan dengan martabat mereka sebagai pribadi manusia dan demi melayani kesejahteraan umum.

Tantangan besar yang kita hadapi saat ini ialah untuk mempelajari kembali bagaimana berbicara satu sama lain, tidak sekadar bagaimana untuk menghasilkan dan memakai informasi. Yang terakhir tadi adalah kecenderungan yang dapat didorong oleh media komunikasi modern kita yang terbilang penting dan berpengaruh. Informasi memang penting, tetapi tidak cukup. Sekian sering hal-hal disederhanakan, aneka posisi dan sudut pandang berbeda diadu satu sama lain, dan orang-orang diajak memihak, alih-alih melihat hal-hal itu secara utuh.

Kesimpulannya, keluarga bukanlah pokok bahasan atau sumber darimana pertentangan ideologis muncul. Melainkan, keluarga harus dipandang sebagai ruang sosial dimana kita semua belajar berkomunikasi yang ditandai oleh pengalaman akan keakraban satu sama lain. Keluarga adalah ruang sosial dimana komunikasi itu terjadi, sebuah komunitas manusia yang saling berkomunikasi. Keluarga adalah suatu komunitas yang senantiasa menyediakan pertolongan, yang menyegarkan kehidupan dan membuahkan hasil.  Begitu kita menyadari hal ini, maka kita sekali lagi akan dimampukan melihat bahwa keluarga senantiasa menjadi sumber daya manusia yang begitu kaya manakala bila bertabrakan dengan masalah. Banyak kali, media suka menampilkan keluarga lazimnya sebuah model abstrak yang bisa ditolak, dibela atau diserang dan bukannya pertama-tama melihatnya sebagai realitas sosial yang hidup. Sering juga keluarga diperlakukan sebagai sumber darimana pertentangan ideologis itu muncul daripada melihatnya sebagai ruang sosial dimana kita semua ini belajar apa artinya berkomunikasi dalam bingkai kasih yang diwarnai semangat saling memberi-menerima. Berpijak pada pengalaman nyata inilah kita menjadi sadar bahwa ternyata hidup kita ini terjalin bersama sebagai suatu realitas tunggal, bahwa kita masing-masing itu banyak perbedaannya namun sekali lagi setiap orang pada dasarnya tetaplah pribadi yang unik.

Keluarga-keluarga harus dilihat sebagai sumber daya alih-alih sebagai masalah bagi masyarakat. Keluarga-keluarga berkomunikasi secara aktif melalui kesaksian mereka tentang keindahan dan kekayaan relasi antara lelaki dan perempuan, dan antara para orangtua dan anak-anak. Kita tidak sedang berjuang untuk membela masa lalu. Sebaliknya, dengan kesabaran dan kepercayaan, kita bekerja untuk membangun masa depan yang lebih baik bagi dunia di mana kita hidup.

 Diberikan di Vatikan, 23 Januari 2015, Vigilii Pesta Santo Fransiskus dari Sales

kegiatan hari komsos 2015

 

Tinggalkan Balasan