Antara Harta dan Surga (Renungan Minggu Biasa XXVIII/B, 11 Oktober 2015)
ANTARA HARTA DAN SORGA
Hari Minggu Biasa XXVIII (11 Oktober 2015)
Keb 7:7-11; Ibr 4:12-13;
Mrk 10:17-30
BACAAN PERTAMA dari kitab Kebijaksanaan menggambarkan Salomo berdoa memohon kepada Tuhan supaya diberi kebijaksanaan. Baginya kebijaksanaan lebih berharga daripada harta benda atau materi. “Permata yang tak terhingga nilainya tidak kusamakan dengan Dia, sebab segala emas di bumi hanya pasir saja di hadapan-Nya dan perak dianggap lumpur belaka disamping-Nya” (Keb 7:9). Bahkan kebijaksanaan dianggap lebih berharga daripada kesehatan dan keelokan rupa. Tentu tidak mudah bagi manusia untuk mempunyai sikap seperti Raja Salomo ini. Kebanyakan manusia justru mendambakan dan mengejar kekayaan, kekuasaan, keelokan rupa, kesehatan, dan lain-lain. Mengapa demikian? Sebab dia yakin kebijaksanaan merupakan anugerah tertinggi dari Allah. Kebijaksanaan merupakan ‘pernafasan kekuatan Allah dan pancaran murni dari kemuliaan Yang Mahakuasa, pantulan cahaya kekal dan cermin tak bernoda dari kegiatan Allah dan gambar kebaikan-Nya (Keb 7:25-26).
Salomo tidak memohon hal lain dari Tuhan selain kebijaksanaan agar bisa mengerti kehendak Tuhan dengan sebaik-baiknya.
Waktu Salomo bertemu dengan Tuhan dalam mimpinya, dia berdoa demikian: “Berikanlah kepada hamba-Mu ini hati yang faham menimbang perkara untuk menghakimi umat-Mu dengan dapat membedakan antara yang baik dan yang jahat…(1 Raj 3:9). Karena kebijaksanaanlah yang dimintanya dari Tuhan, hal yang paling penting bagi manusia, agar dapat mengerti kehendak Tuhan, maka bersama dengan kebijaksanaan atau hikmat, Salomo diberi Tuhan juga hal-hal lain seperti misalnya kekayaan dan kekuasaan (1Raj 3:11-14; Keb 7:11).
Dalam bacaan Injil hari ini kita mengetahui usaha dan pergulatan orang muda untuk mencari kesempurnaan hidup, mencari hidup yang kekal. “Guru yang baik, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?” demikian pertanyaan orang muda itu kepada Yesus. Lalu Yesus memberikan jawaban kepadanya bahwa dia harus menjalankan perintah Tuhan: jangan membunuh, jangan berzinah, menghormati ayah dan ibu. Rupanya orang muda ini termasuk dalam kategori orang muda yang baik, sebab ia sudah menjalankan semua perintah Tuhan tadi sejak kecilnya. Yesus mengetahui bahwa pemuda ini memang telah melaksanakan semua perintah tersebut. Namun itu belum cukup, sebab Yesus menghendaki bahwa dia melakukan atau berbuat lebih daripada yang sekarang dilakukannya, sesuai dengan permintaannya sendiri ketika bertemu Yesus: “Hanya satu lagi kekuranganmu, pergilah, juallah apa yang kau miliki dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku” (Mrk 10:21).
Yesus tidak menuntut hal ini kepada semua orang, tetapi hanya pada orang-orang tertentu yang dipilih untuk mengikuti-Nya secara khusus. Ternyata tuntutan Yesus itu terasa berat bagi orang muda, harta bendanya lebih bernilai baginya daripada mengikuti Yesus. Kekayaan sering merupakan batu sandungan atau penghambat bagi manusia untuk mengikuti Tuhan. Hal ini makin kentara lagi pada jaman modern ini karena arus hidup materialisme, semangat hidup konsumtif semakin meluas dan membudaya. Demi mengejar materi, kekayaan atau pangkat kadangkala orang sampai hati meninggalkan Yesus. Kekayaan sering menjadi penghambat dalam menyerahkan diri pada Yesus. Maka kata Yesus, “Alangkah sukarnya orang yang beruang masuk ke Kerajaan Allah”. (Mrk 10:23).
Yesus tidak mengatakan bahwa orang kaya tidak mungkin masuk surga, tetapi hanya sukar baginya, sebab daya tarik dan daya pikat kekayaan begitu besar sehingga bisa membius, orang menjadi lupa akan Tuhan dan sesamanya. Dia hanya memperingatkan bahaya dari kekayaan. Hal ini kerap diungkapkan dalam kesempatan lain, misalnya dalam perumpamaan tentang benih yang jatuh di tanah yang bersemak duri (mrk 4:7,18-19), sebab sabda Tuhan terhimpit dan mati karena kekuatiran akan harta milik duniawi. (sw)