Ekaristi Minggu Paskah VII, 13 Mei 2018: hari komunikasi SOSIAL sedunia ke-52
Menghayati hidup dalam Ekaristi
Dua orang yang saling menaruh cinta kasih, saling kehilangan karena salah seorang menghilang. Mereka telah berjanji tetap setia, takkan saling melupakan. Tetapi kesetiaan yang demikian itu begitu sulit. Gigi-gigi waktu telah menggerogotinya. Pengkhianatan dari dalam mengingkari kesetiaan itu. Dengan bermacam liku-liku kebimbangan mulai merembes masuk. Mengapa aku harus setia? Hanya karena keindahan kesetiaan itu? Bukankah kesetiaan sejati di tengah-tengah segalanya yang berubah ini, terutama percaya akan yang tidak lalu, memberi kesaksian atas yang tetap dan kekal?
Komentator
Saudari dan Saudara yang terkasih dalam Kristus,
Hari Komunikasi Sedunia Tahun ini jatuh pada tanggal 13 Mei 2018. Dan Pesan Bapa Suci Fransiskus untuk kita semua adalah
“Kebenaran itu akan memerdekakan kamu”. Kutipan ini diambil dari Injil Yohanes Bab 8, ayat 32. Bapa Suci ingin mengajak kita semua
untuk memberi perhatian tentang Berita Palsu dan Jurnalisme Perdamaian. Kita bersyukur bahwa dengan kemajuan teknologi
komunikasi berkembang begitu pesat sehingga memudahkan kita untuk mengakses berbagai macam informasi yang dibutuhkan.
Namun, kita juga dituntut untuk selalu waspada dan bijaksana dalam memanfaatkan kecanggihan teknologi komunikasi ini. Inilah zaman Media Sosial, zaman yang ditandai dengan kecepatan berita/viral yang semakin sulit dikendalikan. Sebuah berita, baik tertulis maupun visual, jika sudah menjadi viral, tidak akan mungkin ditarik kembali.
Kenyataan itu mendorong kita untuk terus mewaspadai penyebaran berita palsu oleh kuasa kejahatan untuk menimbulkan
kebingungan dan kecemasan orang banyak, dan akhirnya mempengaruhi opini publik untuk mempercayai kepalsuan itu sendiri. Hal
yang tidak benar menjadi seolah-olah benar. Sebaliknya, hal yang sudah benar bisa dipelintir menjadi tidak benar. Masyarakat harus
semakin bijaksana dalam menyikapi berita palsu dan hoax yang sudah menjadi viral di Media Sosial ini. Kemampuan menganalisa
sebuah berita menjadi penting di zaman ini; mengenali sumber beritanya, dan berhenti menyebarkan kepalsuan dan kebohongan.
Berita palsu ini bisa dilawan dengan mengedepankan jurnalisme damai. Sebelum kita mengunggah sebuah berita, kita harus cek
terlebih dahulu kebenarannya dan memikirkan dampak dari berita yang disebarkan. Kebenaran akan berdampak pada kedamaian. Dan, tidak ada yang lebih benar daripada kebenaran yang berasal dari Tuhan sendiri.
Dalam perayaan Ekaristi Kudus memperingati Hari Komunikasi Sosial Sedunia ke-52 ini, Gereja mengajak kita untuk merenungkan
tema, “Kebenaran akan Memerdekakan Kamu” (Yoh. 8:32): Berita Palsu dan Jurnalisme Perdamaian. Mari kita membuka diri, membawa setiap doa dan harapan kita kepada Tuhan, merayakan kehadiran serta kebesaran kasih-Nya dalam perayaan Ekaristi Kudus ini.
Marilah kita berdiri untuk memulai perayaan ekaristi dengan menyanyikan lagu pembuka.
Antifon Pembuka bdk. Mzm. 27:7-9
Dengarlah, Tuhan, seruanku kepada-Mu, kasihanilah aku dan jawablah
aku! Seturut sabda-Mu, kucari wajah-Mu, wajah-Mu kucari, ya Tuhan.
Janganlah menyembunyikan wajah-Mu dari padaku. Alleluya.
Kata Pengantar
Murid-murid Yesus kini tidak bisa lagi memandang Yesus seperti ketika Ia masih berada di Palestina. Mereka sadar betul bahwa
Gurunya itu sudah dimuliakan di surga. Kendati tidak bisa melihat wajah Yesus, namun mereka telah yakin bahwa yang diikutinya itu
sungguh Tuhan. Oleh karena itu, mereka semakin mantap berkumpul dalam nama Tuhan itu. Sambil berkumpul mereka menyiapkan hati untuk menerima Roh yang dijanjikan oleh Yesus. Ekaristi adalah saat untuk mengalami kembali kehadiran Kristus pada zaman sekarang ini. Kita menyiapkan hati untuk menerima kehadiran Tuhan dan juga Roh-Nya yang akan menguatkan kita.
Doa pembukaan
Marilah berdoa:
Allah Bapa Tuhan kami Yesus Kristus, kami bergembira dan bersyukur kepada-Mu, karena hari ini kami umat Katolik sedunia merayakan hari Komunikasi Sosial se-Dunia yang ke-52. Melalui pikiran dan tangan sesama kami, Engkau menciptakan berbagai sarana komunikasi modern yang dapat digunakan dan dimanfaatkan secara efektif, terutama untuk membangun persatuan dan memupuk kebenaran sesuai dengan kehendak-Mu. Semoga perayaan yang mengagungkan ini memampukan kami untuk menimba inspirasi baru sehingga umat manusia semakin menemukan jati dirinya sebagai umat yang bersatu padu, adil, damai, setia kepada ajaran-Mu yang benar. Ajarilah kami berkomunikasi dengan jujur, berani menjauhkan diri dari virus kepalsuan dan menyucikan diri dengan berkata dan bertindak secara benar. Dengan pengantaraan Yesus Kristus Putra-Mu, Tuhan kami, yang bersama Bapa dalam persekutuan Roh Kudus, hidup dan berkuasa, Allah, sepanjang segala masa.
Amin
Bacaan I – Kisah Para Rasul 1:15-17.20a.20c-26
Pengkhianatan dan kematian Yudas disebut untuk menunjukkan mengapa kelompok dua belas itu harus digenapi. Mereka secara resmi mendapat tugas untuk memberi kesaksian atas Kristus historis, dasar perutusan Gereja dan tentang setiap kegiatan umat di dunia.
“Harus ditambahkan kepada kami satu orang untuk menjadi saksi tentang kebangkitan Tuhan.”
Bacaan dari Kisah Para Rasul:
Pada waktu itu berdirilah Petrus di tengah-tengah saudara-saudara yang sedang berkumpul, kira-kira seratus dua puluh orang banyaknya. Ia berkata, “Hai, Saudara-saudara, haruslah digenapi nas Kitab Suci, yang disampaikan Roh Kudus dengan perantaraan Daud tentang Yudas, pemimpin orang-orang yang menangkap Yesus itu. Dahulu ia termasuk bilangan kami dan mengambil bagian di dalam pelayanan ini. Sebab ada tertulis dalam Kitab Mazmur: Biarlah jabatannya diambil orang lain. Jadi harus ditambahkan kepada kami satu orang yang dipilih dari mereka yang senantiasa datang berkumpul dengan kami selama Tuhan Yesus bersama-sama dengan kami, yaitu mulai dari baptisan Yohanes sampai hari Yesus terangkat ke surga meninggalkan kami. Bersama kami ia harus menjadi saksi tentang kebangkitan Yesus.” Lalu mereka mengusulkan dua orang: Yusuf yang disebut Barsabas dan juga bernama Yustus, dan Matias. Mereka semua lalu berdoa, “Ya Tuhan, Engkaulah yang mengenal hati semua orang! Tunjukkanlah kiranya siapa yang Engkau pilih dari kedua orang ini, untuk menerima jabatan pelayanan, yaitu kerasulan yang ditinggalkan Yudas, yang telah jatuh ke tempat yang wajar baginya.” Lalu mereka membuang undi bagi kedua orang itu dan yang kena undi adalah Matias. Dengan demikian Matias ditambahkan kepada bilangan kesebelas rasul itu.
Demikianlah sabda Tuhan
Syukur kepada Allah.
Bacaan II – 1 Yohanes 4:11-16
Berkat kesaksian mereka, yang pertama-tama mengenal cinta kasih Allah dan percaya, maka kita sekarang hidup dari Roh Kudus. Dengan demikian kita dapat bertemu dengan Tuhan dalam diri saudara-saudara kita dan menaruh cinta kasih kepada-Nya.
“Jika kita saling mengasihi, Allah tetap di dalam kita.”
Bacaan dari Surat Pertama Rasul Yohanes:
Saudara-saudaraku yang terkasih, Allah begitu mengasihi kita! Maka haruslah kita juga saling mengasihi. Tidak ada seorang pun yang pernah melihat Allah. Tetapi jika kita saling mengasihi, Allah tetap di dalam kita, dan kasih-Nya sempurna di dalam kita. Beginilah kita ketahui bahwa kita berada di dalam Allah dan Dia di dalam kita, yakni bahwa Ia telah mengaruniai kita mendapat bagian dalam Roh-Nya. Kami telah melihat dan bersaksi bahwa Bapa telah mengutus Anak-Nya menjadi Juruselamat dunia. Barangsiapa mengaku bahwa Yesus adalah Anak Allah, Allah tetap berada di dalam dia dan dia di dalam Allah. Kita telah mengenal dan telah percaya akan kasih Allah kepada kita. Allah adalah kasih, dan barangsiapa tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia.
Demikianlah sabda Tuhan
Syukur kepada Allah
Bait Pengantar Injil
Ref. Alleluya, alleluya, alleluya
Aku tidak akan meninggalkan kamu sebagai yatim piatu. Aku datang kembali kepadamu, maka bersukalah hatimu. (Yoh 14:18)
Bacaan Injil – Yohanes 17:11b-19
Yesus tahu, bahwa wafat-Nya akan merupakan cobaan berat bagi murid-murid-Nya. Ia tahu bahwa umat-Nya akan mengingkari Dia dan bahwa seorang di antara sahabat-sahabat-Nya akan mengkhianati-Nya. Maka pada permulaan penderitaan-Nya Ia menghadap Bapa-Nya, satu-satunya yang dapat menjaga kesetiaan orang. ia akan meninggalkan murid-murid-Nya dan mereka hanya dapat mengandalkan bapa, yang telah mentahbiskan mereka dalam karya pelayanan. Bersama Yesus, yang telah mengurbankan diri di salib kita pun akan memberi kesaksian, bahwa Tuhan menaruh cinta kasih yang teguh kepada mereka.
“Supaya mereka menjadi satu sama seperti kita.“
Inilah Injil Yesus Kristus menurut Yohanes:
Dalam perjamuan malam terakhir Yesus menengadah ke langit dan berdoa bagi semua murid-Nya, “Ya Bapa, yang kudus, peliharalah mereka dalam nama-Mu, yaitu nama-Mu yang telah Engkau berikan kepada-Ku, supaya mereka menjadi satu sama seperti Kita. Selama Aku bersama mereka, Aku memelihara mereka dalam nama-Mu, yaitu nama-Mu yang telah Engkau berikan kepada-Ku. Aku telah menjaga mereka dan tidak ada seorang pun dari mereka yang binasa selain dari pada dia yang telah ditentukan untuk binasa, supaya genaplah yang tertulis dalam Kitab Suci. Tetapi sekarang Aku datang kepada-Mu. Aku mengatakan semuanya ini sementara Aku masih ada di dalam dunia, supaya penuhlah sukacita-Ku di dalam diri mereka. Aku telah memberikan firman-Mu kepada mereka dan dunia membenci mereka, karena mereka bukan dari dunia, sama seperti Aku bukan dari dunia. Aku tidak meminta supaya Engkau mengambil mereka dari dunia, tetapi supaya Engkau melindungi mereka dari yang jahat. Mereka bukan dari dunia, sama seperti Aku bukan dari dunia. Kuduskanlah mereka dalam kebenaran; firman-Mu adalah kebenaran. Sama seperti Engkau telah mengutus Aku ke dalam dunia, demikian pula Aku telah mengutus mereka ke dalam dunia. Dan Aku menguduskan diri-Ku bagi mereka, supaya mereka pun dikuduskan dalam kebenaran.”
Berbahagialah orang yang mendengarkan sabda Tuhan dan tekun melaksanakannya.
Sabda-Mu adalah jalan, kebenaran dan hidup kami.
Doa Umat
Saudara-saudari yang terkasih, pada hari Komunikasi Sosial Sedunia ke-52 ini, Tuhan mengajak kita menjadi duta
pelayan kebenaran. Marilah kita dengan penuh harapan menyampaikan doa-doa permohonan kepada Bapa sumber kebenaran sejati.
Bagi Bapa Suci, Para Uskup, Para Imam, Biarawanbiarawati.
Ya Bapa, Engkau telah memanggil orang-orang pilihan-Mu untuk ambil bagian dalam rencana keselamatan dunia.
Semoga Bapa Suci, para Uskup, para Imam dan Birawanbiarawati, Engkau semangati dan kuatkan, agar mereka
mampu mewartakan kebenaran-Mu melalui kata dan kesaksian hidup, mampu menjadi benih-benih kebaikan bagi dunia
yang setia berjuang membangun keadilan dan perdamaian.
Marilah kita mohon ….
Tuhan, jadikanlah kami pembawa damai dan kebenaran sejati dalam komunikasi
Bagi Para Pemimpin Masyarakat.
Ya Bapa, semoga para Pemimpin Masyarakat dianugerahi
dengan Roh Kebijaksanaan dan pengertian, hati yang
terbuka untuk mendengarkan dan mampu berdialog secara
jujur, terutama di dalam upaya mereka membangun keadilan
dan kesejahteraan masyarakat.
Marilah kita mohon ….
Tuhan, jadikanlah kami pembawa damai dan kebenaran sejati dalam komunikasi.
Bagi para pegiat Pastoral Komunikasi.
Semoga para Pegiat Pastoral Komunikasi sosial mampu
menyadari tugas dan tanggung jawab mereka sebagai
penyaji informasi yang benar, sehingga tumbuh kepercayaan
dari masyarakat dan dengan demikian terbuka jalan untuk
membangun persekutuan dan perdamaian di dunia.
Marilah kita mohon ….
Tuhan, jadikanlah kami pembawa damai dan kebenaran sejati dalam komunikasi.
Bagi Orang Muda Katolik.
Ya Bapa, semoga orang Muda Katolik zaman ini semakin
bijaksana menggunakan alat-alat teknologi dan selektif
dalam menerima maupun menyampaikan informasi yang
benar. Kuatkanlah iman mereka agar tidak mudah dihasut
oleh berita palsu yang dapat menodai hidup mereka sebagai
generasi masa depan Gereja dan Bangsa.
Marilah kita mohon ….
Tuhan, jadikanlah kami pembawa damai dan kebenaran sejati dalam komunikasi.
Bagi Perdamaian Dunia.
Ya Bapa, pandanglah dunia yang saat ini masih sulit
mewujudkan perdamaian. Semoga Engkau mencurahkan
damai sejahtera ke dalam hati setiap insan, agar mampu
menjadi jembatan perdamaian di tengah keragaman suku,
agama, ras dan budaya masyarakat dunia. Mampukan
kami untuk terus berupaya membangun perdamaian dan
persekutuan, merawat kemajemukan bangsa, dan menjaga
perdamaian dunia ini.
Marilah kita mohon ….
Tuhan, jadikanlah kami pembawa damai dan kebenaran sejati dalam komunikasi.
Bagi kita semua yang berkumpul di sekitar altar ini
Ya Bapa, semoga kami yang mengambil bagian dalam
perayaan ini, Engkau terangi dengan Roh Kudus sehingga
mampu mengenali dan menjauhkan diri dari penyalahgunaan
pemanfaatan media sosial. Sebaliknya kami dimampukan
untuk mengomunikasikan nilai-nilai kebaikan, kejujuran,
kebenaran dan keadilan dalam kebersamaan kami sebagai
komunitas Gereja dan masyarakat.
Marilah kita mohon ….
Tuhan, jadikanlah kami pembawa damai dan kebenaran sejati dalam komunikasi.
Allah Bapa Yang Mahaagung, doa-doa ini kami panjatkan
kepada-Mu dengan rendah hati, karena kami yakin bahwa
Engkau akan mengutus Roh Kudus, yang telah dijanjikan
oleh Yesus Kristus, Putra-Mu, Tuhan dan Pengantara kami.
Amin.
Doa Persembahan
Bapa yang baik, terimalah roti dan anggur yang kami
persembahkan ke hadapan-Mu. Kami juga bersyukur untuk
kemajuan teknologi komunikasi dan informasi yang ada
saat ini. Semoga kami semakin bijak memanfaatkan sarana
yang ada untuk hal-hal yang baik, benar, jujur dan adil.
Demi Kristus Tuhan dan Pengantara kami.
Antifon Komuni
Aku mohon, ya Bapa, supaya mereka menjadi satu, sama
seperti Kita adalah satu, Alleluya.
Doa Penutup
Marilah Berdoa:
Allah Bapa yang Mahabaik, kami bersyukur ke hadiratMu
atas santapan Tubuh dan Darah Putra-Mu di dalam
perayaan Ekaristi Hari Komunikasi Sosial Sedunia yang
ke-52. Engkau telah menyatakan kasih-Mu dengan menghadirkan
berbagai macam sarana komunikasi yang canggih
untuk mendukung karya perutusan Putra-Mu di dunia
ini. Semoga berkat Ekaristi ini, kami semakin giat mempromosikan
dan mengandalkan jurnalisme perdamaian,
berani mengomunikasikan kebenaran yang memerdekakan
sesuai ajaran-Mu, serta membendung berita palsu dengan
menemukan kembali martabat jurnalisme dan tanggung
jawab untuk mewartakan sabda kebenaran-Mu. Sebab
Engkaulah jalan kebenaran yang hidup dan berkuasa, kini
dan sepanjang masa.
Amin
Menghayati Ekaristi dalam hidup
Yesus dari Nazaret telah menghilang dari dunia. Segala yang duniawi dan bersifat sementara memang harus lenyap. tetapi apakah kematian-Nya mengakhiri usaha yang berisi anasir kekal dan tak terbatas? tidak, sebab Roh-Nya tetap ada di dalam Gereja. Roh itu yang menghidupkan kenangan akan segala yang dilakukan Yesus. Dengan bantuan-Nya umat beriman harus memberi kesaksian tentang nilai-nilai tak terbatas sepanjang segala abad. Tugas mereka akan dipersulit oleh pertanyaan dan kebimbangan , tetapi dalam Ekaristi mereka terima kepastian, bahwa Yesus Kristus selalu ada pada mereka. Dan bila mereka berdoa, tahulah mereka bahwa Tuhan tidak meninggalkan umat-Nya.
PESAN BAPA SUCI FRANSIKUS UNTUK HARI KOMUNIKASI SEDUNIA
“Kebenaran itu akan Memerdekakan Kamu” (Yoh 8:32)
Berita Palsu dan Jurnalisme Perdamaian
Saudara dan Saudari yang terkasih,
KOMUNIKASI adalah bagian dari rencana Allah bagi kita dan jalan utama untuk menjalin persahabatan. Sebagai manusia kita diciptakan seturut gambar dan rupa Sang Pencipta, dan karenanya kita bisa mengungkapkan dan membagi hal-hal yang benar, baik dan indah. Kita mampu melukiskan pengalaman-pengalaman kita sendiri serta tentang dunia sekitar kita, dengan demikian menciptakan kenangan sejarah serta pengertian tentang pelbagai peristiwa. Namun apabila kita begitu saja menuruti hasrat pribadi serta kebanggaan pada diri, maka kita dapat merusak cara kita memanfaatkan kemampuan berkomunikasi. Hal ini dapat dilihat sejak awal sejarah, dalam dua kisah alkitabiah tentang Kain dan Habel serta Menara Babel (bdk. Kej 4:4-16; 11:1-9). Kemampuan untuk memelintir kebenaran merupakan fenomena yang melekat pada kemanusiaan kita, baik pribadi maupun masyarakat. Sebaliknya, manakala kita setia pada rencana Allah, maka komunikasi akan menjadi sarana efektif bagi pencarian kebenaran dan kebaikan secara bertanggungjawab.
Saat ini, dalam dunia komunikasi serta sistem digital yang sedemikian cepat berubah, kita menyaksikan penyebaran dari apa yang dikenal sebagai “berita bohong” (fake news). Kenyataan ini mengundang kita berefleksi, dan itulah sebabnya saya memutuskan untuk kembali mengangkat pokok tentang kebenaran dari Pesan Hari Komunikasi Sedunia para pendahulu saya, sejak Paus Paulus VI. Pada tahun 1972 Paus Paulus VI mengkat tema: Komunikasi Sosial demi Pelayanan Kebenaran. Maksud saya adalah memberikan dukungan pada komitmen kita bersama untuk membendung penyebaran berita bohong, serta mengangkat keluhuran martabat jurnalisme dan tanggungjawab pribadi para jurnalis untuk menyampaikan kebenaran.
Apa yang “palsu” tentang Berita Palsu?
Wacana “berita palsu” telah menjadi objek diskusi dan debat yang sengit. Umumnya berita palsu mengacu pada penyebaran informasi sesat secara daring (online) atau melalui media tradisional. Berita palsu terkait dengan informasi palsu tanpa berdasarkan data atau memutar balik data dengan tujuan menipu dan mencurangi baik pembaca maupun pemirsa atau pendengar. Penyebaran berita palsu dimaksudkan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu, memengaruhi keputusan-keputusan politik, dan melayani kepentingan-kepentingan ekonomi.
Berita palsu itu bisa efektif, terutama karena mampu mengelabui seolah-oleh berita yang benar dan masuk akal. Kedua, berita palsu, namun meyakinkan ini, amat cerdik serta mampu menarik perhatian, dengan memunculkan hal-hal stereotipe dan apa yang menjadi objek keingintahuan umum, serta mengeksploitasi emosi-emosi sesaat seperti kecemasan, rasa terhina, kemarahan dan frustrasi. Kemampuan untuk menyebarkan berita palsu semacam itu sering kali ditopang oleh kemampuan memanfaatkan, dengan manipulasi, pelbagai jejaring sosial dan cara kerjanya. Cerita-cerita yang tidak benar dapat menyebar begitu cepat, sehingga bantahan-bantahan dari pihak berwenang sekalipun gagal membendung dampak negatif yang ditimbulkannya.
Kesulitan untuk membuka kedok dan menyingkirkan berita palsu juga disebabkan oleh kenyataan bahwa banyak orang berinteraksi dalam ruang lingkup digital yang seragam, yang “kedap” terhadap aneka sudut pandang dan pendapat yang berbeda, sehingga informasi sesat tumbuh subur di tengah tidak adanya informasi tandingan dari sumber-sumber lain yang dapat secara efektif menangkal prasangka dan melahirkan dialog konstruktif. Akibatnya, berita palsu itu menyeret orang menjadi kaki-tangan untuk meneruskan penyebaran gagasan tak berdasar dan bias. Tragedi dari informasi sesat ialah pendiskreditan pihak-pihak lain, menampilkan mereka sebagai musuh, dengan tujuan menjadikan mereka sasaran kebencian dan mengobarkan konflik. Berita bohong adalah wujud dari sikap intoleran dan hipersensitif, yang hanya akan mengarah kepada penyebaran arogansi dan kebencian. Itulah capaian akhir dari kebohongan.
Bagaimana Kita Dapat Mengenali Berita Palsu?
Kita semua tanpa kecuali bertanggungjawab menangkal berita palsu. Ini bukan tugas gampang, karena informasi sesat berakar pada retorika menyesatkan yang dengan sengaja dibuat sedemikian ringkas dan kadang-kadang memanfaatkan mekanisme psikologis yang mengelabui. Saat ini berbagai upaya yang patut dipuji sedang dilakukan untuk menciptakan program-program pendidikan yang bertujuan membantu orang menafsirkan dan menilai informasi yang disajikan media, dan mengajar mereka untuk secara aktif berperan membuka kedok kepalsuan, dan bukannya secara tidak sengaja malah giat menyebarkan informasi sesat. Kita patut menghargai aneka prakarsa kelembagaan dan hukum yang bertujuan mengembangkan regulasi untuk mengendalikan fenomena tersebut, demikian juga upaya yang sedang dilakukan pelbagai perusahaan teknologi dan media untuk menemukan kriteria pembuktian identitas pribadi yang tersembunyi di baik jutaan profil digital.
Namun upaya mencegah dan mengidentifikasi cara informasi sesat bekerja, juga memerlukan proses disermen mendalam dan seksama. Kita perlu membuka kedok dari apa yang dapat disebut “taktik ular” yang dipakai oleh mereka yang menyamarkan diri agar dapat menyerang pada setiap waktu dan tempat. Inilah strategi yang digunakan oleh “ular licik” dalam Kitab Kejadian, yang pada awal umat manusia, menciptakan berita bohong yang pertama. (bdk. Kej 3:1-15). Itulah awal sejarah tragis dosa manusia, dosa pembunuhan yang dilakukan kakak-beradik yang pertama (bdk. Kej 4) dan dari situ terus muncul kejahatan lain yang tak terhitung banyaknya, yang melawan Tuhan, sesama, masyarakat dan ciptaan. Strategi dari “bapa segala dusta” yang cerdik ini (Yoh 8:44) meniru bentuk rayuan licik dan jahat yang merasuk ke dalam hati dengan argumen-argumen palsu dan memikat.
Dalam kisah tentang dosa pertama, si penggoda mendekati si perempuan, dengan berpura-pura menjadi seorang sahabat yang peduli pada kesejahteraannya. Ia menyampaikan sesuatu yang hanya separuh benar: “Tentulah Allah berfirman: Semua pohon dalam taman ini jangan kamu makan buahnya, bukan?” (Kej 3:1). Padahal yang benar adalah Tuhan tidak pernah melarang Adam makan buah dari semua pohon, tetapi hanya buah dari satu pohon saja: “Tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya” (Kej 2:17). Perempuan itu membantah perkataan si ular, namun membiarkan dirinya terperangkap oleh hasutan si ular: “Tentang buah pohon yang ada di tengah-tengah taman, Allah berfirman: Jangan kamu makan ataupun raba buah itu, nanti kamu mati” (Kej 3:2). Jawaban perempuan itu ditulis dengan istilah yang legalistik dan negatif; setelah mendengarkan si penggoda dan membiarkan dirinya terperdaya oleh fakta-fakta menurut versi si ular, perempuan itu pun terperdaya. Maka, ia menuruti apa yang dikatakan si penggoda dengan yakin: “Sekali-kali kamu tidak akan mati!” (Kej 3:4).
“Dekonstruksi” si penggoda kemudian tampil dalam bentuk kebenaran: “Allah mengetahui bahwa pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat” (Kej 3:5). Perintah Allah sebagai Bapa, yang dimaksudkan untuk kebaikan mereka (manusia pertama), diputar-balikkan oleh bujuk rayu si musuh: “Perempuan itu melihat bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya” (Kej 3:6). Episode alkitabiah ini mejelaskan suatu unsur hakiki dari refleksi kita, yaitu tidak ada informasi sesat yang tidak berbahaya; sebaliknya, mempercayai kepalsuan dapat mendatangkan akibat-akibat yang sangat buruk. Bahkan suatu penyimpangan yang nampaknya kecil pun dapat menyebabkan akibat-akibat berbahaya.
Penyebab semua ini adalah keserakahan kita. Berita palsu sering kali menjadi viral, menyebar dengan sangat cepat sehingga sulit dihentikan, bukan karena dorongan untuk berbagi yang memang mengilhami media sosial, melainkan karena berita palsu itu merangsang keserakahan yang tak pernah terpuaskan, yang dapat muncul dengan begitu mudah dalam diri manusia. Tujuan ekonomis dan manipulatif yang memacu informasi sesat berakar pada kehausan akan kekuasaan, hasrat untuk memiliki dan menikmati, yang pada akhirnya menyebabkan korban penipuan yang lebih tragis, yakni tipu-daya si jahat yang bergerak dari satu kepalsuan ke kepalsuan lainnya untuk mencabut kita dari kebebasan batiniah kita. Itulah mengapa pendidikan tentang kebenaran berarti mengajar orang untuk melakukan disermen, mengevaluasi, dan memahami hasrat dan kecenderungan kita yang paling dalam, sebab jika tidak demikian maka kita akan kehilangan wawasan tentang apa yang baik dan menyerah pada setiap godaan.
“Kebenaran itu akan Memerdekakan Kamu” (Yoh 8:32)
Pencemaran terus-menerus oleh bahasa bohong dapat berakhir pada semakin gelapnya kehidupan batin kita. Pengamatan Dostoevsky menjelaskan hal itu: “Orang-orang yang menipu diri dan mempercayai tipuannya sendiri akan sampai pada suatu titik, di mana mereka tidak dapat lagi mengenal kebenaran di dalam diri mereka, atau di sekitar mereka, dan dengan demikian mereka kehilangan rasa hormat terhadap diri mereka sendiri dan terhadap orang lain. Dan ketika mereka tidak lagi memiliki rasa hormat pada diri mereka sendiri, mereka akan berhenti mencintai, dan kemudian untuk menyibukkan diri dan mengalihkan perhatian dari diri mereka yang tanpa kasih, mereka mengumbar berbagai nafsu dan kenikmatan badani, serta tenggelam dalam ketamakan yang meyerupai binatang, dalam kebiasaan untuk terus menerus berbohong kepada sesama dan diri mereka sendiri”. (The Brothers Karamazov, II, 2).
Lalu, bagaimana kita dapat mempertahankan diri dari kebohongan? Penangkal paling jitu terhadap virus kepalsuan adalah pemurnian oleh kebenaran. Dalam Kekristenan, kebenaran bukan melulu suatu realitas konseptual yang berhubungan dengan bagaimana kita menilai segala sesuatu, menentukan sesuatu benar atau salah. Kebenaran itu tidak sekadar mengungkapkan hal-hal yang tersembunyi, “menyingkap kenyataan”, sebagaimana kebenaran diartikan dalam istilah Yunani kuno yaitu aletheia (dari kata a-lethès, “tidak tersembunyi”). Kebenaran mencakup keseluruhan hidup kita. Dalam Alkitab, kebenaran mengandung makna dukungan, soliditas dan kepercayaan, seperti yang tersirat oleh akar kata ‘aman,’ asal-usul kata ‘amin’ dalam liturgi kita. Kebenaran adalah sesuatu ke mana anda dapat bersandar agar tidak jatuh. Dalam pengertian relasional ini, Dialah satu-satunya yang dapat sungguh-sungguh diandalkan dan dipercayai – Dia yang bisa kita andalkan – adalah Tuhan yang hidup. Oleh karena itu, Yesus dapat berkata: “Akulah kebenaran” (Yoh 14:6). Kita menemukan kembali kebenaran ketika kita mengalaminya di dalam diri kita sendiri, dalam kesetiaan dan kepercayaan kepada Dia yang mengasihi kita. Inilah satu-satunya yang dapat membebaskan kita: “Kebenaran itu akan memerdekakan kamu” (Yoh 8:32).
Bebas dari kepalsuan dan mencari relasi, merupakan dua unsur yang tidak boleh hilang dari kata dan perbuatan kita, agar kata dan sikap kita benar, otentik dan dapat dipercaya. Untuk mengenal kebenaran, kita perlu mengenal segala sesuatu yang mendorong terbentuknya persekutuan dan yang memajukan kebaikan, serta membedakannya dari apa pun yang cenderung mengasingkan, memecah belah, dan menentang. Karena itu, kebenaran sesungguhnya tidak dapat dipahami, ketika kebenaran dipaksakan dari luar sebagai sesuatu yang impersonal. Kebenaran hanya dapat mengalir dari relasi bebas di antara orang-orang dan dari saling mendengarkan. Kita juga tidak akan pernah bisa berhenti mencari kebenaran, selama kepalsuan selalu bisa menyelinap masuk, bahkan ketika kita menyatakan hal-hal yang benar. Argumen yang tak dapat salah, sesungguhnya berlandas pada fakta-fakta yang tak terbantahkan, namun jika argumen itu digunakan untuk melukai orang lain dan untuk mendiskreditkan orang itu di hadapan orang lain, maka betapapun argumen itu kelihatannya benar, argumen tersebut sesungguhnya tidak mengungkap kebenaran. Kita bisa mengenal kebenaran setiap pernyataan dari buahnya: apakah pernyataan itu memicu pertengkaran, menimbulkan perpecahan, mendorong pengunduran diri; atau sebaliknya, pernyataan itu mengembangkan refleksi yang matang dan berlandas pada informasi benar yang mengarah kepada dialog konstruktif dengan hasil-hasil yang bermanfaat.
Perdamaian adalah Berita yang Sebenarnya
Penangkal terbaik melawan kebohongan bukan strategi, melainkan masyarakat: masyarakat yang tidak serakah tetapi bersedia mendengarkan, masyarakat yang berikhtiar melakukan dialog tulus agar kebenaran dapat tersingkap: masyarakat yang tertarik oleh kebaikan dan bertanggung jawab atas cara bagaimana memanfaatkan bahasa. Jika tanggung jawab adalah jawaban terhadap penyebaran berita bohong, maka tanggung jawab berat itu berada di pundak orang-orang yang tugasnya memberikan informasi, yaitu para wartawan, pengawal berita. Di dunia sekarang ini, tugas mereka adalah memberikan informasi bukan sekadar sebagai suatu pekerjaan. Tugas itu adalah sebuah misi, perutusan. Di tengah hiruk pikuk dan hingar-bingar kesibukan menyampaikan berita pertama serta tercepat, para jurnalis mesti ingat bahwa intisari informasi bukanlah kecepatan menyampaikan atau dampaknya pada para audiens, melainkan orang perorangan. Memberikan informasi kepada orang lain berarti membentuk mereka; itu berarti ada hubungannya dengan kehidupan orang lain. Itulah alasannya mengapa menjamin keakuratan sumber dan melindungi komunikasi adalah sarana riil untuk memajukan kebaikan, membangkitkan kepercayaan, dan membuka jalan menuju persekutuan dan perdamaian.
Maka, saya ingin mengajak semua orang untuk memajukan jurnalisme perdamaian. Jurnalisme perdamaian tidak dimaksudkan sebagai jurnalisme “pemanis rasa” yang menolak mengakui adanya masalah-masalah serius atau jurnalisme yang bernada sentimentalisme. Sebaliknya, jurnalisme perdamaian adalah suatu jurnalisme yang jujur dan menentang kepalsuan, slogan-slogan retoris, dan pokok berita yang sensasional. Sebuah jurnalisme yang diciptakan oleh masyarakat untuk masyarakat, yang melayani semua orang, terutama mereka – dan mereka adalah mayoritas di tengah dunia kita – mereka yang tidak bersuara. Sebuah jurnalisme yang tidak terpusat pada breaking news (berita sela) tetapi menelisik sebab-sebab yang mendasari konflik, guna memajukan pemahaman yang lebih mendalam dan memberi sumbangan bagi jalan keluar dengan memulai suatu proses yang baik. Sebuah jurnalisme yang berkomitmen untuk menunjukkan beragam alternatif terhadap meningkatnya keributan dan kekerasan verbal.
Untuk mencapai tujuan ini, seraya menimba ilham dari untaian doa Fransiskan, kita sebagai pribadi mesti berpaling kepada Sang Kebenaran:
Tuhan, jadikanlah kami alat damai-Mu.
Bantulah kami mengenali kejahatan yang tersembunyi dalam suatu komunikasi yang tidak membangun persekutuan.
Bantulah kami untuk membuang racun dari berbagai penilaian kami.
Bantulah kami untuk berbicara tentang orang lain sebagai saudara dan saudari kami.
Dikaulah yang setia dan dapat diandalkan; semoga perkataan kami menjadi benih kebaikan bagi dunia:
di mana ada teriakan, biarkanlah kami berlatih mendengarkan;
di mana ada kebingungan, biarkanlah kami mengilhami keselarasan;
di mana ada ketidakjelasan, biarkanlah kami membawa kejelasan;
di mana ada pengucilan, biarkanlah kami memberi solidaritas;
di mana ada kegemparan, biarkanlah kami memakai ketenangan;
di mana ada kedangkalan, biarkanlah kami mengajukan persoalan-persoalan nyata;
di mana ada prasangka, biarkanlah kami membangkitkan kepercayaan;
di mana ada permusuhan, biarkanlah kami membawa rasa hormat;
di mana ada kepalsuan, biarkanlah kami membawa kebenaran.
Amin.
Sri Paus Fransiskus