HIDUP ADALAH PEZIARAHAN (Renungan Hari Minggu Prapaskah I, 14 Februari 2016)

HIDUP ADALAH PEZIARAHAN
Hari Minggu Prapaskah I (14 Februari 2016)
Ul 26:4-10; Rm 10:8-13;
Luk 4:1-13

IMAN BANGSA Israel tumbuh dari pengalaman sejarah. Bangsa Israel mengalami bahwa Allah adalah baik, sebab Allah telah membimbing hidup mereka sebagai bangsa terpilih. Seluruh hidup bangsa Israel disadari sebagai sejarah penyelamatan Allah. Iman itu dirumuskan dalam hubungan dengan peristiwa-peristiwa kehidupan diantaranya dengan peristiwa panen. Hidup berhubungan dengan alam membuat manusia membaca alam dan merasakan hubungannya dengan Allah Sang Pencipta. Dari alam manusia menemukan kekuatan untuk melangsungkan hidup. Itulah yang pantas untuk disyukuri. Iman Israel yang alamiah ini memberi pesan bahwa manusia perlu merumuskan syukurnya kepada Allah dalam peristiwa-peristiwa kehidupan, baik alamiah maupun teknis. Orientasi manusia yang berziarah dalam keselamatan seperti dikehendaki Pencipta harus dikembangkan dan disadari dalam hidup ini. Pertobatan adalah suatu gerakan untuk merenungkan kembali orientasi hidup ini. Orang disadarkan bahwa Allah tetap membebaskan dari perbudakan dosa dan mengantar manusia ke dalam keselamatan-Nya. Itulah yang juga pantas disyukuri.

Dalam bacaan kedua dijelaskan cara iman Kristen membawa manusia ke arah keselamatan. Iman tidak cukup hanya di dalam batin, melainkan harus menjadi nyata di dalam tindakan. “Siapa menyerukan nama Tuhan akan diselamatkan”. Orang Yahudi membikin iman tidak berkembang karena mereka menutup diri bagi bangsa lain. Padahal bangsa lain menerima dan memperkembangkan iman itu.

Masa Prapaskah merupakan masa pengarahan hidup iman, arah kehidupan iman itu diperdalam, diperkembangkan dan dihidupkan. Puasa, derma, dan doa tidak ada artinya bila semua itu cuma adat kebiasaan saleh saja, yang memuaskan perasaan atau menunjuk kebanggaan tersendiri. Dalam masa pengarahan itu menjadi pokok pertanyaan: sejauh manakah orang Kristen menjawab  ya terhadap karya Yesus, wafat dan kebangkitan-Nya. Di sini orang dituntut untuk mengakui realitas tersebut dan mengembangkan peng­akuan itu di dalam hidup. Baru berdasarkan pengakuan itulah seorang bisa memilih konkretisasi hidup imannya dalam ungkapan nyata. Mungkin hidup doanya harus diperhatikan, keterlibatannya terhadap orang miskin, disiplin dirinya terhadap kecenderungan yang bisa mengalihkan arah yang benar. Yang penting ialah penyadaran mutu hidup bersama Kristus itu sendiri.

Apa yang mau dinyatakan St. Paulus justru isi ikrar kepercayaan itu. Kalau dahulu Israel mengucapkan ikrar karena sadar bahwa Allah mengusahakan keselamatan bangsa, maka diberikan jawaban kasih, yakni dengan hidup beribadah dan mengasihi sesama agar dapat mengalami syalom. Kini  orang Kristen juga mempunyai jalan pengakuan bahwa Allah telah berbuat istimewa baginya dalam diri Yesus dengan amal kehidupan sesuai dengan bimbingan Roh-Nya, agar mendapatkan kehidupan kekal.

Kisah pencobaan di gurun dalam Injil Lukas mendapatkan bentuk yang lebih panjang daripada kisah yang ditemukan pada Markus. Susunannya pun berbeda dengan urutan yang terdapat dalam Matius. Urutan pencobaan pada Lukas berakhir di Yerusalem;  dan di situ Yesus menegaskan ketegasan sikap-Nya dan mendapatkan kemenangan, meskipun masih dengan catatan bahwa iblis mengundurkan diri untuk sementara waktu. Bagi Lukas, Yerusalem merupakan tujuan perjalanan Yesus melaksanakan karya keselamatan Allah dan titik tolak seluruh warta gembira selanjutnya.

Tinggalkan Balasan