Keluarga Kristiani: KBG Yang Pertama ( Majalah Mekar, Edisi Februari 2016)

PENTINGNYA PERSEKUTUAN DALAM KELUARGA

gbr dari pengasuh mekar 02 2016Mekar yang baik… aku ingin membagikan pengalaman dalam keluarga. Semoga bermanfaat bagi pembaca Mekar. Ayahku pegawai di perusahaan makanan, Ibuku bekerja sebagai Guru SD. Saat ini aku duduk di kelas VI SD dan adik laki-lakiku kelas IV SD. Banyak aktifitas kemasyarakatan dan rohani yang diikuti Ayah dan Ibu, baik di lingkungan tempat tinggal maupun di gereja. Aku dan adikku juga ikut bila diajak Ayah dan Ibu.

Kami senang belajar banyak hal yang baik dari Ayah dan Ibu, saling membantu pekerjaan di rumah misalnya: menyapu, mencuci piring, bersih-bersih perabotan dan sebagainya. Jika ada gotong royong di lingkungan RT, kami pun ikut, misalnya: mengumpulkan sampah, mencabut rumput. Yang paling kami sukai adalah berdoa bersama di rumah, ke gereja merayakan Ekaristi dan perayaan lain bersama. Ayah dan Ibu memasukkan kami dalam kelompok BIA dan Misdinar. Mereka juga membawa kami berdoa di lingkungan/KBG. Kata mereka, St. Yosef dan Bunda Maria juga mengajari Yesus berdoa dan berbuat baik pada sesama.

Kami belajar nilai-nilai kehidupan kristiani dari Ayah dan Ibu, belajar mencintai sesama, mengampuni, berbelas kasih, sabar, setia dan nilai-nilai baik lainnya. Kita harus menjadi garam dan terang dunia seperti yang Yesus inginkan, meneladani Yesus dan menjadi contoh yang baik bagi sesama. Seperti para rasul yang mengikuti Yesus, kita hidup dalam persekutuan untuk bersatu dengan Yesus dan sesama, saling mewartakan iman dan menjadi saksi Kabar Gembira Tuhan.“Apa yang telah kami lihat  dan yang telah kami dengar itu, kami beritakan kepada kamu juga, supaya kamu pun beroleh persekutuan dengan kami. Dan persekutuan kami adalah  persekutuan dengan Bapa dan dengan anak-Nya, Yesus Kristus”

(1 Yohanes 1: 3). Semoga teman-teman mengalami hal yang sama dalam keluargamu seperti yang kami alami bersama Ayah dan Ibu. Betapa pentingnya persekutuan dalam keluarga…

Doa dan salam hangatku…

(Yosefine Aida)

cover mekar edisi 02 2016

Ketujuh Saudara Suci Pendiri Ordo Servite
(Tarekat Hamba-Hamba Santa Perawan Maria) 

gbr orang kudus mekar 02 2016Ketujuh santo ini hidup pada abad XIII. Mereka semua berasal dari Florence, Italia. Masing-masing dari mereka memiliki cinta mendalam kepada Bunda Maria, Bunda Allah. Mereka adalah anggota-anggota aktif suatu konfraternitas (=persaudaraan sejati) Santa Perawan Maria. Kisah bagaimana mereka menjadi pendiri Ordo Servite sungguh menakjubkan.

Pada Hari Raya Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga, semen-tara mereka bertujuh khusuk dalam doa, Bunda Maria menampakkan diri kepada mereka. Bunda Allah mengilhami mereka untuk meninggalkan dunia dan hidup hanya bagi Tuhan. Setelah beberapa tahun hidup sebagai pertapa, mereka menghadap uskup. Mereka mohon suatu peraturan hidup yang perlu mereka taati. Uskup mendorong mereka untuk berdoa dan memohon bimbingan Bunda Maria.

Santa Perawan Maria menampakkan diri kembali kepada mereka dengan membawa sehelai jubah hitam. Di sampingnya tampak seorang malaikat membawa sebuah gulungan bertuliskan “Hamba-hamba Santa Perawan Maria”. Dalam penglihatan itu, Bunda Maria mengatakan bahwa ia telah memilih mereka menjadi hamba-hambanya. Ia meminta mereka untuk mengenakan jubah hitam. Inilah jubah yang mulai mereka kenakan pada tahun 1240. Mereka juga memulai suatu hidup religius seturut peraturan Santo Agustinus.

Orang-orang yang mengagumkan ini saling membantu dan menguatkan dalam mengasihi dan melayani Tuhan dengan terlebih baik. Enam dari antara mereka ditahbiskan menjadi imam. Mereka adalah Bonfilius, Amadeus, Hugo, Sostenes, Manettus dan Buonagiunta. Yang ketujuh, Alexis, tetap dalam statusnya sebagai seorang rohaniwan yang mengagumkan hingga akhir hayatnya. Dalam kerendahan hatinya, Alexis memilih untuk tidak ditahbiskan ke jenjang imamat.

Banyak pemuda datang menggabungkan diri dengan para pendiri yang kudus ini. Mereka dikenal sebagai Hamba-hamba Santa Perawan Maria atau Servite. Ordo Servite mendapat persetujuan dari Vatican pada tahun 1259. Ketujuh pendirinya dimaklumkan sebagai santo oleh Paus Leo XIII pada tahun 1888. Hari pesta mereka diperingati Gereja setiap 17 Februari.

Adik-adik terkasih, para pendiri Ordo Servite/Tarekat Hamba-Hamba Santa Perawan Maria ini telah meninggalkan bagi kita suatu teladan mengagumkan akan kasih dan solidaritas persaudaraan. Bagaimana cara kita membantu menumbuhkan persatuan dan cinta kasih dalam keluarga, di sekolah, ataupun dalam komunitas tempat tinggal/ dengan tetangga? Tentunya kita bersikap ramah, sopan dan penuh persaudaraan, tidak egois  atau mau menang sendiri, peduli dengan kesulitan orang lain.

AKU BISA SEKOLAH LAGI!

gbr chc 1 mekar 02 2016Setiap sore Oliver selalu menyempatkan diri untuk bermain gitar. Bukan saja untuk menghilangkan kepenatannya setelah seharian belajar, tetapi untuk melatih keahliannya dalam bergitar. Suatu sore saat Oliver sedang asyik bermain gitar di teras rumahnya, tiba-tiba ia menghentikan permainan, karena melihat seorang anak laki-laki berdiri di depan gerbang rumahnya menenteng sebuah gitar.

                “Mengapa anak itu berdiri di sana ya? Ia juga memegang gitar”, gumam Oliver memperhatikan anak laki-laki itu dengan lebih teliti. Sepertinya anak itu seorang pengamen pikir Oliver. Ia kemudian mendekati anak itu untuk memastikan dugaannya.

                “Hallo… apa kabar?”, sapa Oliver setelah berada di dekat anak itu.

                “Hmm… maaf aku mengganggu permainan gitarmu! Tadinya aku bermaksud mengamen di rumahmu, tetapi karena kamu sedang bermain gitar  aku tidak jadi mengamen”, ujar anak itu malu-malu.

                “Oooh… begitu! Sekarang kamu bisa mengamen. Aku akan mendengarkan permainan gitarmu”, kata Oliver sembari tersenyum.

                Dengan wajah tertunduk, anak itu lalu memainkan gitarnya. Ia bermain dengan cukup bagus dan saat menyanyikan lagu suaranya pun merdu.

                “Wah… lumayan juga permainan gitarmu! Oh ya… kita belum kenalan. Namaku Oliver, siapa namamu?”, tanya Oliver.

                “Aku Dion”, jawab anak itu menyalami  Oliver.

                “Di mana kamu belajar gitarnya, Yon?”, tanya Oliver melanjutkan pembicaraan.

                “Aku belajar sendiri! Awalnya pinjam gitar teman”, kata Dion.

                “Hari ini sudah dapat banyak uang dari hasil ngamen, Yon?”, tanya Oliver dengan nada bercanda.

                “Hari ini agak sepi, Ver! Yah… setiap hari aku mendapat uang tidak tentu jumlahnya, kadang dapat banyak bahkan juga pernah tidak mendapat sepeser pun”, ujar Dion.

                “Wah… susah juga ya jadi pengamen?”, komentar Oliver sembari menggaruk rambutnya.

                “Belum lagi kalau ada yang menolak dengan kata-kata yang kurang enak”, gumam Dion.

                “Benar juga ya? Mengapa kamu tetap mau menjadi pengamen, Yon?”, tanya Oliver ingin tahu.

                “Yah… aku mau melakukannya karena aku tidak sekolah lagi dan harus membantu orangtuaku”, jelas Dion sembari memeluk gitarnya dengan erat.

                “Rasanya kamu seumur denganku! Mengapa orangtuamu tidak melarang?”, tanya Oliver.

                “Mereka melarang, tetapi aku ingin membantu dalam mencukupi kebutuhan sehari-hari dan mengamen inilah yang dapat kulakukan”, jawab Dion.

                “Mengapa kamu tidak sekolah lagi, Yon?”, tanya Oliver ingin tahu lebih jelas.

                “Tidak ada biaya! Orangtuaku hanya bekerja serabutan jadi penghasilan mereka tidak dapat mencukupi berbagai kebutuhan diriku dan kedua orang adikku”, ujar Dion dengan nada pelan.

                “Mengapa kamu tidak mencari pekerjaan lain? Sepertinya mengamen ini tidak memberikan hasil yang memuaskan”, komentar Oliver lagi.

                “Maunya sih begitu! Tetapi susah mencari pekerjaan yang lain, apalagi seumuran kita ini, banyak yang menolak”, kata Dion.

                “Benar juga ya, memang susah kalau anak-anak seusia kita mencari pekerjaan. Selain tidak ada pekerjaan yang cocok, juga tidak boleh mempekerjakan anak-anak”, jawab Oliver.

                Begitulah percakapan Oliver dan Dion sore itu. Banyak hikmah didapatkannya dari percakapan dengan Dion.Oleh sebab itu, Oliver bermaksud membantu Dion.

                “Yah, aku punya teman yang butuh bantuan”, kata Oliver pada Ayahnya saat mereka duduk santai di teras rumah.

                “Bantuan apa, Ver?”, tanya Ayah. Oliver lalu menceritakan percakapannya dengan Dion sore itu.

                “Begitu ceritanya, Yah! Aku bermaksud mencarikan Dion pekerjaan yang lain”, kata Oliver.

“Susah juga mencari pekerjaan untuk anak seusia Dion itu,! Anak-anak kan tidak diperbolehkan bekerja?”, jelas Ayah.

                “Itulah yang aku pikirkan, Yah! Siapa tahu Ayah dapat mencarikan jalan untuk membantu Dion”, kata Oliver lagi penuh harap.

                “Ayah pikirkan dulu ya, Ver?”, jawab Ayah.

                Oliver sangat berharap Ayahnya mau menolong Dion. Ia betul-betul prihatin dengan keadaan Dion yang harus mengamen untuk membantu orangtuanya.

                “Yah, apa sudah ada pekerjaan untuk Dion?”, tanya Oliver beberapa hari kemudian pada Ayahnya. Ia sudah tidak sabar menunggu hasilnya.

                “Wah… masih belum, Ver! Ayah sudah bertanya pada beberapa teman, namun belum ada jawaban, sabar ya?”, kata Ayah sembari membelai rambut Oliver.

                gbr chc 2 mekar 02 2016Oliver kecewa sekali mendengar jawaban Ayahnya. Ia berharap Ayahnya sudah mendapatkan pekerjaan untuk Dion. Memang sih ia tidak berjanji pada Dion, tetapi ia sangat ingin bisa membantu Dion mendapatkan pekerjaan yang lain selain mengamen.

                “Yah, sudah dapat belum?”, tanya Oliver pada Ayahnya beberapa hari kemudian. Ia menanyakan lagi karena sudah hampir dua minggu belum mendapat kabar dari Ayahnya.

                “Sepertinya harapanmu akan terkabul beberapa hari lagi”, jawab Ayahnya.

                “Kok beberapa hari lagi, Yah? Mengapa tidak hari ini saja?”, tanya Oliver penasaran.

                “Teman Ayah itu ingin bertemu dulu dengan temanmu itu”, jawab Ayah sembari tersenyum.

                “Oh…begitu, Yah! Besok aku akan menghubungi Dion”, kata Oliver dengan wajah gembira.

                Oliver segera menyampaikan berita itu pada Dion. Ia berharap pertemuan Dion dengan teman Ayahnya nanti menghasilkan hal yang menggembirakan.

                “Mengapa harus bertemu dulu, Ver? Segan aku jadinya”, ujar Dion.

                “Entahlah, Yon, aku tidak tahu! Tetapi sebaiknya bertemu dulu, mungkin teman Ayahku ingin mengenalmu”, kata Oliver mencoba menjelaskan.

                “Baiklah, Ver!  Kapan pertemuannya?”, tanya Dion penasaran.

                “Dua hari lagi, Yon!”, kata Oliver.

                Dua hari kemudian Dion bertemu dengan teman Ayah Oliver. Pertemuan itu diadakan di rumah Oliver yang sebenarnya tidak jauh dari rumah Dion.

                “Jadi selama ini kamu mengamen untuk membantu orangtuamu, Yon?”, tanya Pak Adi teman Ayah Oliver.

                “Ya, Pak, walaupun orangtua saya melarang tetapi karena ingin membantu mereka, saya tetap melakukannya”, kata Dion memberi penjelasan.

                “Bapak bermaksud membantumu. Bapak mempunyai seorang anak yang perlu ditemani karena sering ditinggal. Bapak dan Istri Bapak sering keluar kota karena tuntutan pekerjaan. Bisakah kamu menemaninya?”, tanya  Pak Adi.

                “Apakah anak Bapak seusia saya?”, tanya Dion ingin tahu.

                “Satu atau dua tahun dibawah usiamu. Kamu bisa tinggal di rumah Bapak. Tetapi tentunya Bapak harus membicarakan hal ini dengan orangtuamu”, kata Pak Adi sembari menggenggam tangan Dion.

                “Ya, Pak! Saya berterima kasih karena Bapak mau memberi pekerjaan pada saya”, jawab Dion.

                “Baiklah, besok Bapak akan datang ke rumahmu untuk meminta izin pada orangtuamu agar kamu bisa tinggal di rumah Bapak”, ujar Pak Adi.

                Beberapa hari kemudian Dion sudah tinggal di rumah Pak Adi. Orangtuanya memberi izin padanya untuk tinggal di rumah Pak Adi.

                “Bagaimana, Yon, kamu betah tinggal di sini?”, tanya Oliver saat ia mengunjungi Dion.

                “Betah, Ver! Di sini aku bisa bekerja dan belajar. Aku bersyukur sekali Pak Adi mau menyekolah-kanku”, kata Dion dengan wajah gembira.

                “Apakah anak Pak Adi baik padamu?”, tanya Oliver lagi.

                “Ya, Ver! Riko membantuku mencarikan buku-buku yang kuperlukan! Terimakasih, Ver, kamu telah membantuku”, jawab Dion sembari memeluk Oliver.

                “Sama-sama, Yon! Aku juga berterima kasih karena kamu mengajariku bermain gitar”, kata Oliver.

                Sejak berkenalan, Dion mengajarkan Oliver bermain gitar. Tiga kali seminggu Dion memberi pelajaran gitar pada Oliver. Itu sebagai ungkapan rasa terima kasih Dion pada Oliver yang membantunya mendapatkan pekerjaan lebih baik. Bahkan sekarang ia bisa bersekolah lagi. Ia benar-benar sangat beruntung bertemu dengan Oliver. Terima kasih Tuhan atas kebaikan-Mu melalui Oliver dan Pak Adi.

Tinggalkan Balasan