Ketaatan Iman (Renungan Sabtu, 25 Maret 2017: Hari Raya Kabar Sukacita Oleh Fr. Benediktus Bagus Hanggoro K.)
Sabtu, 25 Maret 2017 (Hari Raya Kabar Sukacita)
Bacaan: Yes 7:10-14, 8:10; Mzm 40:7-8a, 8b-9, 10, 11; Ibr 10:4-10; Luk 1:26-38
“Sungguh, Aku datang untuk melakukan kehendak-Mu.” (Ibr 10:9, bdk. Mzm 40:8)
Saya telah hidup dalam komunitas pendidikan dan pembinaan selama enam tahun. Sepanjang masa itu, berbagai tugas dan tanggung jawab dipercayakan kepada saya atas dasar kemampuan yang saya miliki terkait dengan tugas tersebut. Salah satunya adalah sebagai seorang sekretaris. Beberapa kali saya ditunjuk sebagai sekretaris, baik dalam lingkup angkatan, komunitas seminari, dan sekolah/kampus. Tugas ini, menurut hemat saya, adalah tugas yang berat. Bayangkanlah, sekretaris adalah orang tersibuk dalam sebuah organisasi melebihi ketua: ia mengurusi bagian surat-menyurat, menjadi juru tulis, dan membuat pengarsipan dengan baik dan teliti. Saya sendiri adalah pribadi yang merasa kurang tepat untuk ditunjuk sebagai sekretaris. Tetapi karena saya telah dipercaya oleh pribadi yang menunjuk saya, maka saya berusaha menjalankan tugas tersebut dengan baik dan menghindarkan diri dari hal-hal yang dapat mengganggu fokus utama saya menjadi pembinaan dan menjalankan tugas yang diembankan pada saya.
Hari ini permenungan kita adalah seputar ketaatan yang ditampakkan oleh Tuhan Yesus Kristus (Bac. II) dan Bunda Maria (Injil). Ketaatan Yesus untuk melakukan kehendak Allah dengan menjadi manusia dan mengorbankan diri dengan rela wafat di salib demi keselamatan seluruh manusia digambarkan dengan sangat indah oleh penulis Surat kepada Orang Ibrani dengan mengutip kata-kata pemazmur, “Sungguh, aku datang untuk melakukan kehendak-Mu,” (Ibr 10:9; bdk. Mzm 40:8). Ketaatan juga ditampakkan oleh Bunda Maria dengan menerima kehendak Allah untuk menjadikan dirinya sebagai Ibu Allah-yang menjadi-manusia, yaitu Yesus Kristus. Ketaatan ditunjukkan lewat penyerahan diri secara total kepada kuasa Allah dan keyakinan bahwa penyelenggaraan Allah baik adanya. Kata-kata indah Bunda Maria, “Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataan-Mu,” (bdk. Luk 1:38b) menggambarkan ekspresi penyerahan diri tersebut.
Saudara-saudari terkasih, sebenarnya masih banyak tokoh-tokoh lain, entah itu dalam Kitab Suci ataupun dalam masyarakat kita, yang dapat menjadi teladan ketaatan. Ketaatan itu adalah kata sederhana yang bagi manusia, itu adalah hal yang sangat sulit untuk dilakukan. Sering manusia berusaha untuk lari menghindar dari perintah atasannya untuk melakukan tugas tertentu. Hal itu tak lebih dan tak kurang karena keengganan kita untuk membentuk diri lewat sikap taat tersebut. Ungkapan Jawa “taat iku penak” (taat itu enak) amat sangat susah dihayati banyak orang. Orang terkurung oleh paham kebebasan yang salah, yang diartikan sebagai “suka-suka gue dan gak ada pedulinya dengan urusan elo”. Kebebasan itu sendiri membuat kita dapat menentukan apa yang dapat menjadikan kita sungguh-sungguh manusia dengan tetap memperhatikan hak-hak dan kebutuhan orang lain.
Bacaan-bacaan hari ini mengajak kita untuk taat dan setia pada kehendak Allah yang tampak dalam kehendak baik atasan kita dimanapun kita bekerja ataupun kehendak baik dosen/guru yang mengajar kita. Kadangkala kita menyimpan rasa jengkel terhadap mereka karena permintaan yang mereka berikan pada kita untuk kita lakukan. Tetapi sesungguhnya kita sedang dibentuk menjadi pribadi yang lebih baik dan manusiawi sehingga semakin menjadi manusia yang seutuhnya.
Dalam masa Prapaskah dan Tahun Martyria ini, kita diundang untuk menjadi saksi yang penuh ketaatan pada kehendak Allah yang tampak dalam kehendak baik atasan/dosen/guru dimanapun kita berada dalam semangat pertobatan. Semoga kita semakin diteguhkan dalam ketaatan iman akan kuasa Allah yang penuh kerahiman dan menyelamatkan.
Tuhan, semoga kami selalu taat pada kehendak-Mu lewat ketaatan kami pada atasan/dosen/guru kami. Amin. (Fr. Benediktus Bagus Hanggoro K.)
Ekaristi Hari ini: Sabtu, 25 Maret 2017: Hari Raya Kabar Sukacita…. Klik disini!!