Renungan Pesta Perawan Maria Bunda Allah (1 Januari 2016): MENELADAN SIKAP MARIA

MENELADAN SIKAP MARIA
Pesta Santa Perawan Maria Bunda Allah
(1 Januari 2016)
Bil 6:22-27; Gal 4:4-7; Luk 2:16-21

BACAAN PERTAMA dari kitab Bilangan merupakan doa indah yang digunakan para imam bila memberkati umat.  “Tuhan memberkati engkau dan melindungi engkau… Tuhan menghadapkan wajah-Nya kepadamu dan memberi engkau damai sejahtera”. Ungkapan ini menggambarkan cara Tuhan dengan “menghadapkan wajah-Nya” untuk memperhatikan umat-Nya. Sebab bila Tuhan “marah” pada umat-Nya, dikatakan dengan ungkapan “Tuhan memalingkan wajah-Nya”. Dalam kutipan ini juga dikatakan “Tuhan menyinari dengan wajah-Nya. Karena Tuhan menyinari dengan wajah-Nya, maka dalam Mazmur kita temukan doa-doa indah yang berbunyi demikian: “Buatlah wajah-Mu bercahaya atas hamba-Mu, selamatkanlah aku oleh kasih setia-Mu” (Mzm 31:17).

Bacaan kedua dari surat St. Paulus kepada umat di Galilea menggambarkan setelah tiba waktu yang dijanjikan-Nya, genap waktunya Allah mengutus Anak-Nya lahir dari seorang perempuan dan takhluk kepada Hukum Taurat. Siapakah perempuan itu tidak dikatakan di sini oleh Paulus, tapi dari bagian lain dari kitab Suci kita mengetahui bahwa yang dimaksud dengan perempuan ialah Bunda Maria. Kelahiran Anak tadi untuk menebus umat  yang takhluk kepada hukum Taurat, yang berada di bawah kuasa dosa sekaligus untuk mengangkat manusia menjadi anak-anak Allah, menjadi ahli waris Kerajaan Allah. Marialah yang telah dipilih untuk tugas itu. Hal ini bisa dibaca pada saat Maria diberi tugas oleh Tuhan melalui malaikat. “Jangan takut hai Maria, sebab engkau akan mengandung  dan melahirkan anak laki-laki dan hendaklah engkau namai Dia Yesus. Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi” (Luk 1:30-31). Maria yang telah melahirkan Yesus di dalam Gereja, Maria disebut atau diberi gelar Bunda Allah.

Ungkapan atau sebutan Maria sebagai Bun­da Allah tidak kita temukan dalam Kitab Suci, karena sumber iman kita, bukan hanya Kitab Suci saja, tetapi juga tradisi yang hidup dan berkembang dalam Gereja. Marilah kita baca apa yang terungkap dalam konstitusi Lumen Gentium, yang dihasilkan oleh Konsili Vatikan II:  “Berkat rahmat Allah Maria telah diangkat di bawah Putera-Nya, di atas semua malaikat dan manusia, sebagai Bunda Allah yang tersuci, yang hadir pada misteri-misteri Kristus, dan tepatlah bahwa ia dihormati oleh Gereja dengan kebaktian yang istimewa. Sejak zaman kuno Santa Perawan Maria dihormati dengan gelar “Bunda Allah”; dalam segala bahaya dan kebutuhan umat  beriman sambil berdoa mencari perlindungannya” (LG 66).

Dalam bacaan yang kita dengarkan hari ini digambarkan para gembala yang mendapat kabar dari Malaikat tentang kelahiran Yesus di Betlehem. Mereka segera pergi menemui Yusuf, Maria dan Bayinya. Semua orang menjadi kagum akan kata-kata yang diucapkan oleh para gembala. “Tetapi Maria menyimpan segala perkara itu di dalam hati dan mere­nungkannya” (Luk 2:19). Maria menyimpan dalam hatinya,  mengingat-ingat selalu kejadian ajaib yang dialaminya dan merenungkannya. Maria setapak demi setapak mencoba menyelami hal-hal yang baginya kadang juga tidak selalu jelas. Sikap komtemplatip Maria, yang selalu mengendapkan pengalaman-pengalamannya kita baca dalam peristiwa lain. Kita patut mencontoh Bunda Maria, yang selalu merenungkan pengalaman hidupnya. Para gembala bisa  menjadi contoh dalam mensyukuri rahmat Allah. Selain selalu bersyukur kita perlu terus belajar merenungkan dan memaknai segala peristiwa hidup seperti yang dilakukan Bunda Maria. 

Tinggalkan Balasan