TEMUKAN DAN SADARI KEHADIRAN-NYA (Renungan Hari Raya Natal, 25 Desember 2015)
TEMUKAN DAN SADARI KEHADIRAN-NYA
Hari Raya Natal (25 Desember 2015)
Yes 62:11-12; Tit 3:4-7; Luk 2:15-20
SETIAP ORANG senang dan ingin dengan yang enak-enak. Reklame atau iklan di tv menampilkan tawaran-tawaran hidup yang enak-enak, mudah, praktis, dan menjanjikan ini itu. Hari ini kita merayakan Hari Raya Natal. Natal menampilkan sesuatu yang amat berbeda dengan semangat orang jaman ini. Kalau orang jaman ini mencari yang enak-enak, Putera Allah justru menjelma menjadi manusia yang miskin dan hina. Ia lahir di kandang domba. Dapat dibayangkan betapa kotor dan berbaunya kandang itu. Yesus Sang Putera Allah itu, bukan hanya lahir dan hidup miskin dan jauh dari yang enak-enak, tetapi juga pun harus mengalami hidup yang tragis penuh penuh derita.
Pada hari Natal ini marilah kita merenungkan dua hal. Pertama, kelahiran Yesus yang miskin mewartakan kehidupan yang kaya. Anak bayi yang dibungkus dengan kain lampin dan dibaringkan di palungan itu adalah Sang Juruselamat, Kristus, dan Tuhan. Siapa mengira, justru Yesus, Sang Bayi miskin itu, adalah Dia yang dinubuatkan oleh nabi Yesaya dalam bacaan pertama sebagai “Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang kekal, Raja Damai”?(Yes 9:5). Siapa mengira, Putera Allah yang sebenarnya kaya dan mulia justru menjadi manusia yang miskin? Dia tidak lahir di tempat mewah, meskipun hal itu bisa dilakukan-Nya.
Betapa susahnya orang pada jaman ini melihat kekayaan batin dalam apa yang dipandang rendah oleh masyarakat. Bertapa sulitnya manusia zaman ini untuk menghargai hal-hal yang kecil dan remeh-temeh. Kita lebih suka hal-hal yang besar dan sensasional. Kita lebih mencari popularitas. Betapa sulitnya kita untuk hidup tanpa kesibukan. Hari Raya Natal ini mengajak kita untuk menggali dan memahami kekayaan batin dan kekayaan rohani dari hal-hal kecil, remeh, jauh dari publikasi. Ketika kita harus menunggu orang sakit sendirian, sementara orang-orang yang lain berpesta ria, saat itulah kita diundang untuk menghayati kesunyian kandang Betlehem; yang walaupun tampil miskin dan sepi hadirlah kemuliaan Allah sendiri yang terpancar pada bayi Yesus. Kedua, damai sejahtera yang diwartakan Natal adalah kasih karunia Allah yang tampak dalam Yesus Kristus. Artinya, kehadiran Tuhan Yesus Kristus yang kini kelahiran-Nya membawa damai sejahtera di bumi. Para malaikat dan bala tentara surgawi menyambut kelahiran Yesus dengan pujian: “Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya” (Luk 2:14). Damai sejati bukanlah sekedar tidak adan perang atau suasana tenang tanpa gangguan, tetapi berakar dan mengalir dari kehadiran Tuhan sendiri. Surat Paulus kepada Titus dalam bacaan kedua menyebut Tuhan yang hadir itu sebagai “kasih karunia Allah yang menyelamatkan manusia” (Tit 2:11).
Hari ini masih ada orang yang mencari damai palsu. Ada yang mencarinya dengan minum-minum, shabu-shabu atau narkoba. Ada yang mencarinya dengan berpetualang tanpa arah, lari ke dukun, orang pintar atau ke gunung Kawi atau ke tempat pemujaan. Tetapi mereka tidak menemukan kedamaian. Damai sejahtera yang diwartakan Natal adalah kedamaian hati dan batin yang tidak akan dimakan ngengat dan tidak bisa dicuri orang. Kedamaian hati itu bertumpu dan berakar pada pertemuan dengan Tuhan. Natal mewartakan kepada kita bahwa kini Tuhan hadir secara manusiawi dan nyata di tengah kita. Kalau kita mau dan mampu menyadari kehadiran Tuhan dalam setiap kegiatan hidup, saat itulah damai sejahtera sejati mulai meresapi diri kita. Damai sejahtera sejati adalah damai yang mengalir dari persatuan kita dengan Allah. Kita tidak usah mencari jauh-jauh, sebab telah datang kepada kita, yakni dalam Yesus Kristus. Kristus itu kini hidup dan hadir di tengah kita. Siapa mampu menemukan dan menyadari kehadiran-Nya akan menikmati damai sejahtera sejati.